Nasionalisme vs Khilafah

Nasionalisme vs Khilafah

- in Narasi
1977
0

Nasionalisme merupakan ide yang lahir di Eropa pasca revolusi industri di mana setiap komunitas dan entitas ingin menunjukkan identitasnya sendiri untuk membedakan dengan komunitas yang lain. Tujuannya adalah untuk membela dan mengamankan dirinya dari kungkungan komunitas lain yang lebih kuat dan mapan. Upaya yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah bila dibanding dengan Amerika yang juga mulai memunculkan ide-ide kebangsaan yang sangat kental pada abad-abad itu. Bahkan Amerika jauh lebih cepat mewujudkan hal tersebut bila dibanding dengan negara-negara Eropa.

Sementara di dunia Islam ketika itu, nasionalisme belum ramai dibicarakan karena sistim kekhilafahan yang masih kokoh dan wilayah kekuasaannya yang begitu luas, sehingga ide seperti yang berkembang di Eropa dan Barat tidak menjadi perhatian di kalangan pemimpin-pemimpin kekaisaran Islam kala itu. Walaupun nantinya ide dimaksud menjadi rongrongan keras yang mengakibatkan runtuhnya kekhilafahan Islam di beberapa wilayah Timur.

Akses masyarakat ke pemimpinnya dalam kekaisaran di wilayah-wilayah muslim yang begitu luas menjadikan masyarakat haus komunikasi dengan para pemimpinnya. Mereka tidak memiliki akses untuk menyampaikan aspirasi yang berkembang dan masalah yang sedang dihadapi, baik di bidang sosial maupun ekonomi, termasuk hak-hak individual mereka. Penguasa-penguasa di dunia Islam larut dalam kekuasaan yang serba mewah tanpa memikirkan sebuah inovasi baru dalam memenuhi tuntutan rakyat yang terus berkembang khususnya dalam pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki.

Para penguasa di dunia Islam masih menggunakan cara-cara tradisional dalam pengelolaan ekonomi di mana mereka hanya terfokus pada penjualan semata tanpa memikirkan pengembangan sumber daya yang dimiliki. Mereka hanya fokus pada pertanian, penjualan dan pemungutan pajak tanpa memikirkan kualitas income bagi produk-produknya dan pengembangan sektor lain. Bahkan potensi alam yang dimiliki diserahkan sepenuhnya kepada pihak lain dengan keuntungan yang sangat kecil dan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan para penguasa bukan pembangunan infrastruktur negara untuk kepentingan masyarakat .

Ironisnya, ulama-ulama Islam yang hidup di era-era tersebut tidak banyak memberikan konstribusi positif dalam pengembangan ekonomi kemasyarakatan. Mereka hanya fokus pada perbedaan pendapat atau mazhab dari setiap golongan yang seringkali menjadi alat penguasa untuk melegitimasi seluruh kebijakannya. Penemuan yang ditemukan oleh tokoh-tokoh Islam tidak menjadi perhatian penguasa dan terkesan diabaikan karena hal tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kelangsungan kekuasaannya dan mereka menganggap penemuan tersebut cukup untuk dirinya sendiri.

Keinginan masyarakat untuk berkembang tersendat akibat performa penguasa yang begitu ketat. Ini kemudian menjadi ruang yang begitu kondusif bagi mereka untuk menemukan gaya baru dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ide-ide nasionalisme atau kebangsaan yang berkembang di belahan dunia lain menjadi fenomena baru di kalangan umat Islam. Sejumlah wilayah yang berada di bawah kekuasaan kekaisaran Islam mulai demam dengan ide-ide kebangsaan yang diusung oleh Barat dan Eropa karena ide tersebut dinilai mampu memberikan identitas mereka dan hak untuk hidup lebih layak sesuai dengan mekanismenya dan budaya masing-masing setiap komunitas dan entitasnya.

Bangsa-bangsa Arab merupakan salah satu entitas di dunia Islam yang sulit membentuk formulasi kebangsaan dan nasionalisme dibanding dengan entitas-entitas lainnya. Selain karena mereka telah lama hidup dalam budaya kekhilafaan yang begitu besar juga karena sulit memberikan batas-batas entitasnya. Ide ini pada intinya membuat entitas tersebut semakin kecil sehingga tidak mengherankan jika perlawanan terhadap ide ini cukup keras sampai saat ini khususnya di kalangan kelompok-kelompok yang memiliki fanatisme Arab dan Islam.

Berbeda dengan di Nusantara yang awalnya merupakan sebuah entitas kecil yang dibagi ke dalam beberapa kerajaan namun dengan ide kebangsaan dan nasionalisme yang muncul di kemudian hari membuat entitas ini semakin besar. Jika Nusantara pada awalnya terdiri dari sejumlah kerajaan yang terpencar di seluruh pelosok pulau-pulau nusantara ini, dengan hadirnya konsep kebangsaan yang dibangun oleh pendiri-pendiri bangsa ini negara ini menjadi satu dan lebih besar dalam sebuah konsep kebangsaan Indonesia.

Ini tentu merupakan sebuah hasil yang spektakuler yang telah dicapai oleh tokoh-tokoh bangsa ini yang tidak bisa dibandingkan dengan capaian bangsa lain dalam sejarah peradaban manusia ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentang dari Sabang sampai Merauke merupakan sebuah wilayah yang cukup luas yang tidak ada duanya di dunia ini. Keberhasilan ini tentu menjadi tanggung jawab semua elemen bangsa untuk memelihara dan mempertahankannya karena jika dibandingkan apa yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa lain dalam upaya membentuk sebuah entitas tersendiri. Artinya, keberhasilan tokoh-tokoh nasional kita masih jauh lebih unggul dari apa yang mereka telah capai. Oleh karena itu, kehilafahan sulit menjadi alternatif di negeri ini. Wallahu a’lam.

Facebook Comments