Memasuki tahun 2025, Indonesia patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih selama dua tahun terakhir dalam mempertahankan status zero attack dari aksi terorisme. Capaian ini bukan hanya sekadar angka, melainkan bukti nyata dari upaya kolektif seluruh elemen bangsa, terutama aparat keamanan seperti Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, yang bekerja tanpa lelah untuk melindungi masyarakat dari ancaman terorisme.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers akhir tahun 2024 dengan tegas menyatakan bahwa sebanyak 196 tersangka teroris berhasil diamankan sepanjang tahun lalu melalui langkah preventif strike. Namun, di tengah euforia keberhasilan ini, kita harus tetap waspada dan tidak boleh lengah akan ancaman terorisme. Sebab, meskipun serangan berhasil dicegah, gerakan terorisme di Indonesia masih belum sepenuhnya berakhir.
Keberhasilan zero attack yang dicapai selama dua tahun berturut-turut menjadi bukti efektifitas strategi pencegahan dini yang diterapkan Densus 88. Langkah-langkah seperti deteksi dini, pengumpulan intelijen, dan penangkapan preventif terhadap individu atau kelompok yang terindikasi memiliki potensi melakukan aksi terorisme telah menunjukkan hasil yang signifikan. Namun, upaya ini membutuhkan kesinambungan dan peningkatan, terutama dalam menghadapi dinamika global yang terus berkembang di tahun 2025 yang telah datang.
Para pelaku teror, dengan ideologi ekstremnya, tidak pernah berhenti mencari celah untuk menyebarkan ketakutan dan kekacauan. Mereka terus beradaptasi, baik dari segi taktik maupun teknologi, sehingga aparat keamanan juga harus selalu selangkah lebih maju dalam membaca pola ancaman terorisme yang mungkin dan potensial terjadi di tahun 2025 ini.
Di era digital, penggunaan teknologi canggih seperti enkripsi, dark web, dan media sosial semakin sering dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk merekrut anggota, menyebarkan propaganda, hingga merencanakan serangan terorisme. Hal ini mempersulit upaya pendeteksian, karena aktivitas mereka semakin tersembunyi dan sulit dilacak.
Berkembangnya narasi ekstremisme melalui platform digital ini merupakanancaman tersendiri, terutama bagi generasi muda yang rentan terpapar paham radikal. Oleh karena itu, pendekatan preventif tidak hanya cukup dilakukan melalui langkah penegakan hukum, tetapi juga harus diperluas ke ranah edukasi dan literasi digital yang melibatkan masyarakat luas.
Meski banyak anggota kelompok teroris telah ditangkap, struktur organisasi mereka sering kali tetap utuh karena bersifat sel-sel kecil yang independen. Dalam banyak kasus, penangkapan satu tersangka justru memicu munculnya individu lain yang mengambil peran kepemimpinan. Ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan terorisme tidak hanya sekadar menangkap pelaku, tetapi juga memutus mata rantai organisasi tersebut secara menyeluruh.
Dengan kerja sama yang solid antara pemerintah, aparat keamanan, masyarakat, dan komunitas internasional, kita dapat memastikan bahwa Indonesia tidak hanya bebas dari serangan teror, tetapi juga menjadi negara yang aman, damai, dan sejahtera bagi seluruh warganya. Tahun 2025 adalah momentum untuk menunjukkan bahwa bangsa ini mampu mengatasi tantangan terbesar sekalipun dengan semangat persatuan dan keteguhan hati.