Era seperti sekarang, di mana banyak orang tumbuh di sekitar teknologi, internet, dan media sosial menimbulkan dampak signifikan terhadap cara berpikir dan pandangan hidup, termasuk dalam konteks menilai kebhinekaan atau keragaman. Pancasila yang selama ini telah terbukti menjadi perekat kuat bangsa Indonesia mulai digugat. Ia, diduga menyimpang dari ajaran agama, khususnya pandangan sekelompok muslim yang mengatakan Pancasila thagut dan sistem kafir.
Penyebab utamanya karena pengaruh opini di teknologi dan internet, terutama sekali dari pengaruh media sosial. Hal ini memang bukan kesalahan teknologi mutakhir, hanya dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk melakukan propaganda melalui media. Kesalahan utama terletak pada kelemahan dalam memahami ilmu agama sehingga melenceng dari yang sebenarnya. Teknologi hanya sebagai media atau alat tapi memberi pengaruh luar biasa.
Seperti, fakta mencengangkan temuan Survei Setara Institute 2023, sebanyak 83,3% siswa SMA 5 kota mendukung pandangan Pancasila bukan ideologi permanen alias bisa diganti. Lebih dari itu, 56,3% siswa secara terang-terangan dan terbuka mendukung syariat Islam sebagai undang-undang negara.
Indonesia sebagai negara yang dihuni oleh mayoritas umat Islam terancam oleh geliat dan gelagat tersebut. Bagaimana tidak, perbincangan apakah negara Indonesia akan menggunakan sistem formal hukum Islam telah usai diperdebatkan oleh para pendahulu bangsa. Mereka sepakat Pancasila sebagai ideologi bangsa sebab memang memuat nilai-nilai universal ajaran Islam.
Lagi pula, Pancasila terbukti menjadi perekat kuat pondasi kebangsaan di tengah keragaman masyarakat Indonesia. Muslim masa kini hendaknya menyadari dua hal; pertama, tidak mudah merekatkan keragaman dalam konteks keindonesiaan kita. Kedua, setiap muslim terikat oleh kesepakatan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dalam hal ini, Pancasila adalah kesepakatan bersama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan telah terbukti sebagai ideologi yang mempersatukan seluruh elemen bangsa.
Sampai disini saja semestinya tidak perlu memperdebatkan, apalagi mempersoalkan Pancasila sebagai ideologi thagut dan hukum produk kafir. Ijma’ ulama Indonesia telah mengakui hal itu. Para ulama, salah satunya tertuang dalam Piagam Deklarasi tentang Hubungan Pancasila dengan Islam, sepakat mengatakan Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Tapi, kenapa akhir-akhir ini ada gugatan dari sekelompok muslim tentang eksistensi Pancasila, bahkan dibilang ideologi thagut atau produk kafir? Apakah kapasitas pengetahuan ilmu agama kita sudah setara dengan para ulama pemutus konsensus atau ijma’ tentang Pancasila? Atau, kita terlalu percaya terhadap propaganda kelompok radikal yang selalu menghembuskan permusuhan antara umat?
Ayat-ayat Kebhinekaan dalam al Qur’an
Telah banyak yang mengulas ayat-ayat al Qur’an yang menjadi dasar kelima sila dalam Pancasila. Semestinya hal itu membuka kesadaran kita tentang Pancasila; ajaran Islam adalah nilai-nilai yang disarikan dari al Qur’an dan hadits-hadits Nabi, sedangkan Pancasila memuat nilai-nilai tersebut.
Demikian pula tentang pengakuan al Qur’an terhadap keragaman dan kebhinekaan secara tersurat maupun tersirat telah jelas dikemukakan dalam al Qur’an. Artinya, kebhinekaan Indonesia yang diikat dengan Pancasila sebagai media pemersatu telah absah sebagai ajaran al Qur’an. Mari kita buktikan.
Pertama yang ditekankan dalam al Qur’an untuk menentukan identitas manusia paling mulia adalah ketakwaan; bukan nasab, suku, ras dan golongan. Hal itu membuktikan, sesungguhnya Tuhan mengakui semua manusia dari manapun mereka berasal. Sebuah pengakuan Tuhan terhadap kebhinekaan adalah firman-Nya “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah ialah orang yang paling bertakwa”. (Al Hujurat: 13).
Dengan demikian, kebhinekaan adalah anugerah atau nikmat Tuhan yang harus disyukuri. Menggugat perbedaan sama saja menggugat hak Tuhan sebagai yang maha kuasa menciptakan. Sama halnya kita melakukan pemberontakan terhadap Tuhan, bukan memperjuangkan ajaran Islam.
Rasulullah mengingatkan, “Siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, berarti tidak bersyukur kepada Allah”.
Secara khusus kebhinekaan disebutkan dalam al Qur’an: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”. (Al Hujurat: 13).
Perbedaan adalah suatu keniscayaan. Kita tidak akan terlepas dari perbedaan itu. Yang penting sebenarnya bukan menyikapi perbedaan tersebut sebagai sesuatu yang harus ditakutkan, melainkan sebagai kenyataan sebagai nikmat dan pemberian Tuhan. Tidak, bukan itu yang harus diperdebatkan. Persoalan urgennya tidak lain menemukan kesepakatan di tengah perbedaan tersebut. Al Qur’an mengajarkan musyawarah dalam lingkup perbedaan yang ada sebagai upaya menemukan solusi terbaik.
Penjelasan di atas hanya sebagian tentang ayat-ayat al Qur’an yang berbicara tentang kebhinekaan sebagai suatu nikmat dan kenyataan. Pancasila, telah mewakili dan mengejawantahkan nilai-nilai ajaran Islam dalam dirinya. Karena itu, semestinya umat Islam tidak mempersoalkan apalagi mencoba mengganti ideologi bangsa ini dengan sistem kenegaraan dengan al Qur’an dan hadits sebagai undang-undang formal. Lihatlah dan bacalah “Piagam Madinah”. Pancasila mirip dan bahkan sama dalam sisi ia sebagai Undang-undang negara dengan Piagam Madinah.