Pancasila sebagai Pondasi NKRI Ternyata Sangat Islami

Pancasila sebagai Pondasi NKRI Ternyata Sangat Islami

- in Narasi
1785
0
Pancasila sebagai Pondasi NKRI Ternyata Sangat Islami

Pancasila sebagai dasar negara di sebuah rumah yang bernama NKRI sudahlah final. Tidak boleh diubah-ubah lagi. Karena Pancasila adalah sebuah pondasi dasar, pengikat dan pemersatu dari berbagai keragaman, heterogenitas, dan kemajemukan di rumah yang bernama NKRI. Pancasila merupakan konsesus atau kesepakatan bersama dari berbagai elemen bangsa ini. Tidak hanya golongan nasionalis saja, namun juga golongan agamis.

Dulu pada saat perumusan Pancasila, terjadi diskusi yang alot terkait sila pertama Pancasila yang terdapat pada Piagam Jakarta, antara golongan antara golongan agamis dengan nasionalis. Namun sebelum disahkannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945, perwakilan dari Indonesia timur memprotes dan mengancam akan memisahkan diri bila kata pada sila pertama Pancasila yang berbunyi: dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, tidak dirubah. Akhinya tujuh kata itu diganti dan sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.

Kalaupun sekarang banyak pihak yang tidak setuju dengan Pancasila, nampaknya mereka ini harus kembali menengok sejarah. Pancasila sebagai dasar negara sudah melalui diskusi dan dialektika yang alot. Para founding father tidak mengedepankan kepentingan golongan, mereka sungguh-sungguh memerhatikan persatuan dan keutuhan bangsa ini.

Apalagi sekarang ini banyak yang berteriak Pancasila tidak Islami, kafir, thogut, dan sesat. Kurang Islami apa coba Pancasila? Dalam sila pertama Pancasila mengajarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Ini sangat selaras dengan konsep ketauhidan dalam Islam seperti yang terdapat surat Al-Ikhlas ayat pertama. Qul Huwallaahu Ahad. Dan sila-sila berikutnya merupakan manifestasi dari sila pertama. Setelah kita meyakini ke-Esaan Allah dengan bertauhid, hendaknya kita merefleksikan keimanan itu pada prilaku kita sehari-hari.

Kemudian, dalam sila kedua menyinggung soal nilai kemanusiaan. Dalam Islam, Nabi Muhammad SAW sudah mengajarkan untuk memuliakan manusia. Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan Akhlak. Bahkan Allah juga sangat memuliakan manusia. Walaqod karromnaa banii aadam… ila akhirihi (QS. Al-Isro ayat 70).

Lalu, pada sila ketiga membahas tentang persatuan. Dalam Al-Qur’an, Allah telah menjelaskan mengenai perbedaan dan bagaimana sikap kita seharusnya. Ini tersurat dalam surat Al-hujurat ayat 13. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Keempat yakni sila yang membahas tentang demokrasi atau musyawarah. Dalam sebuah esainya, Gus Nadirsyah Hosen pernah menceritakan kegemaran Nabi Muhammad SAW bermusyawarah dengan para sahabatnya berdasarkan Tafsir Ibn Katsir. Intinya dulu Nabi Muhammad SAW itu gemar bermusyawarah, meskipun Nabi Muhammad SAW adalah rosul Allah yang mendapatkan wahyu dari Allah langsung. Mengetahui baik atau buruk dan benar atau salah. Namun, Nabi Muhammad SAW kerap bermusyawarah dengan para sahabatnya perihal suatu perkara. Sahabat bertanya dulu jika ingin memberikan argumen atau usulan dengan bertanya kepada Nabi Muhammad SAW (sebagai bentuk sopan santun), apakah yang diungkapkan Nabi Muhammad SAW itu wahyu atau tidak. Jika tidak wahyu, sahabat memberikan usul atau argumen terkait suatu hal. Dan dalam beberapa kasus, argumen atau usulan sahabat dibenarkan oleh Allah SWT.

Kelima, sila yang membahas nilai keadilan sosial. Nabi Muhammad SAW adalah teladan yang amat baik terkait keadilan. Saya ingin mengutipkan sebuah fakta keadilan Nabi Muhammad SAW dari tulisan Amrullah RZ yang dimuat di NU Online. Dulu pernah suatu ketika seorang yang terpandang kedapatan melakukan pencurian. Ia adalah Fatimah al-Makhzumiyyah, putri kepala suku Al-Makhzumi. Nabi Muhammad SAW memutuskan menghukum perempuan tersebut. Akan tetapi ada pihak-pihak yang agak keberatan dari suku Makhzumi terkait keputusan Nabi Muhammad SAW tersebut. Mengingat tersangka adalah orang terpandang. Namun apa yang terjadi ketika orang-orang tesebut menyuruh cucu dekat Nabi Muhammad SAW yang bernama Usamah bin Zaid untuk membujuk Nabi membatalkan hukuman tersebut? Justru Nabi Muhammad SAW tetap pada keputusan menghukum Fatimah Al-Makhzumiyah.

Menjelang sore hari, Nabi Muhammad SAW berdiri di depan para sahabatnya sambil berkhutbah dengan terlebih dahulu memuji Allah karena Dialah pemilik segala pujian: ”Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian semua adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang dianggap memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi mencuri, mereka melewatkannya atau tidak menghukumnya. Namun, ketika ada seorang yang dianggap rendah, lemah dari segi materi, ataupun orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, dan orang-orang biasa, mereka menghukumnya. Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” (HR Bukhari, No. 4.304).

Begitulah sedikit dari banyaknya contoh keadilan Nabi Muhammad SAW. Tidak pernah pandang bulu dalam bersikap kepada orang. Baik yang kaya, miskin, orang terpandang atau orang biasa, punya jabatan atau tidak. Bahkan Al-Qur’an pun menyuruh kita untuk bebuat adil atu menegakkan keadilan.

Alangkah Islaminya Pancasila, bukan? Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila ternyata juga selaras dengan ajaran Islam. Novia Sulistyowati dalam esainya yang dimuat di Islami.co menyatakan bila seorang muslim yang mengerti dan memahami akan nilai-nilai pancasila tidak akan beranggapan bahwa pancasila itu tidak islami dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Pancasila mengandung garis besar ajaran islam, karena mengandung nilai ketuhanan (hablumminallah) dan kemanusiaan (hablumminannas). Kedua aspek tersebut yang ditekankan dalam Islam. Islam adalah agama yang memprioritaskan tauhid dan perdamaian. Dari namanya saja, islam berasal dari akar kata salama yang berarti damai.

Jadi, masihkah mau bilang pancasila itu tidak Islami atau bahkan mengatakan Pancasila itu sesat, kafir atau thogut?

Facebook Comments