Kamis, 22 Agustus 2024 mungkin menjadi salah satu hari paling besejarah bagi Indonesia. Puluhan bahkan ratusan ribu orang turun ke jalan menuntut keadilan. Mereka memaksa DPR untuk menghentikan RUU Pilkada yang berpotensi membukan keran nepotisme dan kartel politik dalam pemilihan kepala daerah ke depan.
Saya juga ikut terlibat untuk melakukan observasi sepanjang demo di Jogjakarta. Saya sangat menduga kuat terdapat 8000-10000 mahasiswa yang turun ke jalan. Mereka semua berkumpul dan mendemo di depan kantor DPRD Jogjakarta yang terletak di Malioboro. Sama seperti yang diserukan oleh mahasiswa dan masyarakat di kota-kota lain. Para mahasiswa menuntut agar DPR/DPRD menghormati putusan MK karena putusan tersebut sesuai dengan amanat UUD 1945 yang menekankan membuka peluang keterlibatan seluruh masyarakat dalam Pilkada.
Dalam pengalaman di Jogjakarta, saya melihat sejauh ini demonstrasi berhasil menghilangkan para penumpang gelap (kelompok radikal) untuk terlibat dalam merusak pola demokrasi dan demonstrasi. Para mahasiswa, yang tentu saja sudah berpengalaman dalam melakukan demo, berstrategi dalam melakukan demo agar dapat berjalan dengan tertib, kondusif, dan amanah.
Sejauh amatan saya, terdapat dua strategi yang dipakai oleh persatuan mahasiswa di Jogjakarta yaitu strategi kolaborasi, strategi koordinasi, strategi evaluasi, kampanye digital.
Strategi kolaborasi adalah gerakan kerja sama antar yang hendak melakukan demo. Di Jogjakarta, para mahasiswa selalu saling mendukung satu sama lain. Kolaborasi ini biasanya memastikan tidak ada penumpang gelap dalam demonstrasi. Para ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas dari setiap kampus selalu memastikan bahwa mereka mengenal dengan baik Para koordinator, atau pihak yang berkolaborasi dalam demo. Para ketua BEM, biasanya melakukan strategi koordinasi dengan setiap ketua BEM pada level fakultas untuk memastikan setiap mahasiswa yang datang di demo.
Pada demo kemarin, setiap Ketua BEM kemudian membagikan selebaran dan format pendaftaran bagi yang ingin mengikuti demo. Selain memastikan tidak ada penumpang gelap dalam demo, para ketua BEM juga menjadikan daftar peserta demo untuk keperluan meminta surat izin kuliah di Fakultas dan Universitas. Oleh karena itu, setiap mahasiswa dipastikan tidak terganggu kuliahnya dan mendapatkan nilai E.
Strategi kolaborasi dan koordinasi juga membantu para Ketua BEM untuk memastikan tidak ada kelompok konservatif atau intel yang menyusup dan merusak demo. Pada demo yang dilakukan di Malioboro, para ketua BEM tingkat fakultas bertanggungjawab mendata setiap peserta demo. Pendataan tersebut dilakukan di tempat parkir Malioboro yang terletak di dekat rel kereta api. Ketua-ketua BEM juga melakukan briefing/orasi awal.
Orasi tersebut digunakan untuk menyatukan persepsi. Para ketua menjelaskan dan menekankan bahwa ini adalah demo damai. Tujuan utama demo adalah untuk menegakkan konstitusi dan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tidak ada demonstrasi yang berujung pada radikalisme dan konservatisme bernegara. Demo adalah demi dan untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.
Langkah terakhir setelah melakukan demo adalah strategi evaluasi. Biasanya, para Ketua BEM mengumpulkan setiap ketua kelompok dari berbagai universitas untuk melakukan evaluasi atas demo yang dilakukan. Biasanya, evaluasi dilakukan di malam hari di kampus. Kasus kemarin, evaluasi dilakukan di Graha Saba UGM karena lokasinya yang luas dan mampu menampung ratusan orang. Para perwakilan Universitas mengumpulkan aspirasi dan kritik atas demo yang berlangsung. Hal ini dilakukan agar para mahasiswa menjaga ketertiban dan mengukur keberhasilan demonstasi.
Yang terakhir adalah strategi kampanye digital. Tujuan kampanye digital adalah menyebarluaskan ide-ide baik dari demonstrasi. Para tim kampanye digital dari seluruh universitas melakukan studi terhadap kasus yang ada. Misalnya Putusan MK dan RUU Pilkada. Para mahasiswa saling menyebarkan poster dan desain pengetahuan yang akademis tentang demo. Kampanya digital melawan ide-ide radikal dari kelompok konservatif seperti gerakan khilafah, para buzzer politik yang merusak demokrasi, dan kelompok radikal yang merusak pengetahuan mahasiswa tentang konsep bernegara. Kampanye digital dilakukan secara berkala agar seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan pelajaran baik dari aksi damai yang dilakukan demi kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.
Ke-empat strategi tadi, mulai dari kolaborasi sampai kampanye digital, menurut saya, adalah pengalaman baik dari teman-teman mahasiswa se-Jogjakarta. Pengalaman ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa penting untuk melawan radikalisme politik dan agama di ruang publik Indonesia. Gerakan mahasiswa adalah pelajaran penting bagi kita semua untuk melawan kehadiran penumpang gelap dan kelompok yang mau merusak tatanan demokrasi di negara kita yang sedang bertumbuh menuju Indonesia Emas.