Pentingnya Egalitarianisme Agama untuk Melawan Rasisme

Pentingnya Egalitarianisme Agama untuk Melawan Rasisme

- in Narasi
1003
0
Pentingnya Egalitarianisme Agama untuk Melawan Rasisme

Semua umat manusia mempunyai hak untuk bertuhan. Di Indonesia beragama diatur dalam Pancasila. Pancasila ke satu jelas menyatakan, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Maksud dari Sila ke 1 ini yaitu memberi kebebasaan rakyatnya bertuhan satu sesuai kepercaan agamanya. Negara mengatur berketuhanan sebab Indonesia memiliki beragam kepercayaan agama. Pancasila mengatur untuk mencari titik temu dalam bernegara.

Agama dengan pengikut mayoritas rakyat Indonesia yaitu agama Islam. Indonesia juga terkenal dengan Muslim terbesar di dunia. Keberhasilan penyebaran Islam di Indonesia tidak lepas dari peran dakwah Wali Songo. Wali Songo terkenal pendakwah Islam yang penuh cinta. Wali Songo dalam dakwah tidak menghilangkan budaya leluhur yang baik, justru Wali Songo malah menghidupkan budaya leluhur dengan nilai Islam, contohnya dakwah melalui wayang.

Strategi dakwah Wali Songo menggedepankan cinta dan kasih sayang. Islam di Indonesia masuk bukan melalui pemaksaan-pemaksaan. Rakyat Indonesia tertarik dengan Islam karena memang Islam itu agama rahmat bagi semesta alam. Pelan-pelan rakyat Indonesia sadar bahwa Islam itu agama yang menggedepankan cinta. Awal dakwah Wali Songo itu menyiarkan akhlak baik. Hal ini sesuai misi Islam diturunkan yaitu agama penyempurna akhlak manusia.

Sunan Ampel dalam pendidikan akhlak memiliki falsafah yang dikenal dengan Molimo. Molimo itu berasal dari kata Mohlimo. Mohlimo dalam bahasa Jawa bearti moh (tidak mau) dan limo (lima). Molimo ini terdiri dari Moh Mabok (tidak mau minum-minuman keras, khamr dan sejenisnya), Moh Main (tidak mau judi, togel, taruhan dan sejenisnya), Moh Madon (tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya), Moh Madat (tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya) dan terakhir yaitu Moh Maling (tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya).

Molimo dalam benak orang Jawa kuno sangat populer. Generasi saat ini perlu tahu juga apa itu falsafah Molimo. Para Wali Songo dan Mbah-Mbahnya Wali Songo dakwah di Indonesia itu kehendak Allah. Tentu Wali Songo mewarisi ilmu Nabi Muhammad SAW. Memang Indonesia dikodratkan sebagai tempat kejayaan Islam. Orang Indonesia harus bangga, dengan kondisi seperti ini Indonesia menjadi pusat peradaban manusia.

Baca Juga :Mewujudkan Egaliterianisme Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Indonesia walaupun mayoritas Islam tidak perlu mengproklamirkan sebagai negara Islam. Para pendahulu bangsa ini sudah sepakat dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para pendahulu bangsa memiliki maksud besar terhadap NKRI. Tujuan NKRI disepakati supaya menjadi rumah peradaban manusia, jadi tidak memandang sukunya apa, agamanya apa, bahasanya apa, partai politiknya apa semua memiliki hak hidup di Indonesia. Nah, sebagai warga negara yang baik jangan sampai mengkhianati bangsa ini.

Beragama yang baik itu harus menghormati hak agama orang lain. Islam sebagai agama mayoritas harus memberi pengayoman dan penerangan dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Siapapun orangnya dan apapun agamanya kalau merusuhi negara serta sesama maka perlu ditindak sesuai hukum. Kalau sekarang muncul pendangkalan pemahaman agama, lalu membuat tindakan radikal. Maka, rakyat harus mencegah dan melawan tindakan radikal di negeri ini.

Wali Songo dalam dakwah agama itu dengan egalitarianisme. Egalitarianisme itu berasal dari bahasa Perancis dari kata ‘egal’ yang memiliki arti ‘sama’. Egalitarianisme merupakan kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama ada dimensi agama, politik, ekonomi, sosial atau budaya. Dalam pengertian doktrin egalitas bahwa semua orang itu sama dalam posisi status nilai atau moralnya.

Semua orang setara dalam hak-hak politik, ekonomi, sosial dan sipil. Tetapi orang yang tidak memiliki moral yang menjadi masalah. Persoalan agamanya apa di NKRI tidak jadi masalah. Di NKRI yang perlu dilawan yaitu penghalalan kekerasan dan tindakan rasisme. NKRI dengan beragam suku, agama, ras, etnis, bahasa, budaya serta lainnya, perlu menyadari bahaya rasisme.

Pemerintah terkait rasisme sudah mengatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Indonesia bisa pecah kalau terjadi rasis dan pemaksaan terhadap agama tertentu. UU Nomor 40 Tahun 2008 ini sebagai pijakan hukum atas tindakan rasisme di Indonesia.

Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rosul penyempurna akhlak. Rosulullah telah banyak memberi suri tauladan dalam berakhlak dengan baik. Bisa dikatakan Rosulullah adalah orang yang paling egaliter dalam sejarah bumi ini. Rosulullah itu Nabi untuk semua alam semesta. Jadi, semua orang perlu meneladani sunnahnya dan prilakunya semasa hidup.

Egaliternya Rosulullah juga tercemin ketika mengangkat Bilal Bin Rabah sebagai sahabat. Padahal Bilal Bin Rabah sosok orang kulit hitam dari Ethiopia, tetapi Rosulullah tetap rispek, tidak mengejek dan tidak membeda-bedakan dengan sahabat yang lain. Bahkan ketika ada syariat azan yang ditunjuk untuk azan pertama kalinya adalah Bilal Bin Rabah. Kenapa kok Rosulullah tidak memilih orang Makkah atau Madinah untuk azan? Terpilihnya Bilal Bin Rabah karena suaranya yang lantang dan merdu. Persahabatan Rosulullah dan Bilal Bin Rabah memberi tauladan pada sesama untuk tidak rasis.

Di bulan kelahiran Rosulullah ini, marilah kita mengaktualisasi sunnah dan akhlak Rosulullah. Orang Jawa jangan sampai berucap dan bertidak rasis pada orang Papua, orang Bugis jangan sampai berucap dan bertindak rasis pada orang Dayak, orang Sunda jangan sampai berucap dan bertindak rasis pada orang Batak, semua rasis harus diminimalisir. Begitupun beragama, orang Islam jangan sampai mengusik orang Kristiani, orang Hindu jangan sampai mengusik agama Budha, semua ini dihindari demi peradaban manusia di belahan bumi manapun.

Wallahu a’lam Bisshowab.

Facebook Comments