Kelahiran internet, memberikan dampak yang luar bisa dalam kehidupan masyarakat. Terlebih dalam penyebaran berita dan setiap individu dapat menjadi sumber dan “wartawan” dalam menyampaikan sebuah berita. Kemudahan ini kemudian banyak orang berbondong-bondong untuk menikmati berita yang beredar di internet dari pada berita yang disajikan di media TV atau cetak.
Seperti halnya media sosial dianggap sebagai media yang baru dan lebih menarik perhatian masyarakat dari berbagai kalangan. Berkaitan dengan itu, media sosial menjadi salah satu platform yang menyebarkan informasi dengan mudah, cepat dan dengan biaya yang relative murah.
Selain itu, kehadiran media sosial mampu mengubah pola penyebaran informasi dari berbagai media massa. Hal ini berarti berkaitan dengan dunia jurnalistik sebagai kegiatannya menggumpulkan,dan menyebarkan informasi kepada khalayak banyak.
Baca juga :Saatnya Pers Menguasai Pemberitaan yang Anti Hoax
Pengaruh media sosial dalam mempengaruhi masyarakat sangat terlihat dalam kehidupan kini. Kita bisa melihat kasus 5 Broken Cameras. Film ini menceritakan tentang konflik perebutan lahan/tanah masyarakat adat dengan pemerintah melalui 5 kamera yang rusak.
Film yang banyak disebarkan melalui jejaring sosial di internet, kemudian menjadi rujukan bagaimana kondisi yang sesungguhnya di area perang –dokumenter ini diambil di area Palestina.
Kelima kamera yang rusak juga menjadi saksi bisu perjuangan untuk mengabarkan suatu keadaan dalam medan perang. Film yang berdurasi kurang dari 2 jam ini menceritakan tentang konflik mempertahankan tanah kelahiran antara penduduk Bil’in dengan tentara militer.
Berbagai aksi dilakukan untuk memperoleh tanah asli penduduk Bil’in dan mengusir invansi dari para militer. Uniknya, pelaku yang mengabadikan film ini merupakan seorang warga yang ingin mengabarkan situasi yang ada di dalam perang.
Dari dokumenter ini, banyak orang yang tergugah bahwa peperangan tidak hanya merenggut secara materi, tetapi merenggut kehidupan masyarakat secara luas. Tidak ini, film ini menjadi salah satu cikal bakal gerakan dalam masyarakat luas bahwa peperangan dihentikan.
Dari sini, kita memahami bahwa Jurnalisme –terutama jurnalisme warga, harus aktivitas di mana orang biasa mengambil peran aktif dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarluaskan berita dan informasi.
Di zaman seperti sekarang tidak heran jika melihat banyak sekali portal berita yang ada, media online yang ada di Indonesia ada 43.400 media online, namun hanya ada 234 media online yang terdaftar di dalam Dewan Pers.
Konsep jurnalisme warga mengacu kembali kepada ide tentang jurnalisme yang memiliki tujuan dan punya tanggung jawab publik. Internet memungkinkan untuk menemukan kembali (re-inventing)pemberitaan sehingga kondisi dan kehidupan orang biasa dan pandangan mereka menjadi bagian dari jurnalisme (Hauben, 2007).
Kehadiran jurnalisme warga menjadi antitesis atas ketidakpuasan publik terhadap pemberitaan media arus utama. Sebab media arus utama dibangun oleh sebuah struktur, bermodal besar, dan berkepentingan komersial serta politik yang hanya menempatkan warga sebagai konsumen atau obyek berita.
Intinya, jurnalisme warga/publik atau jurnalisme partisipatif adalah partisipasi aktif warga negara dalam mengoleksi, melaporkan, menganalisis dan menyebarluaskan berita dan informasi. Jurnalisme warga adalah bentuk khusus dari media warga yang informasinya berasal dari warga itu sendiri.
Pentingnya jurnalis warga di era modern ini, harus diimbangi dengan kepedulian kepada sesama, serta menjaga kerukunan antar warga. Diperlukan kesadaran secara mendalam kepada pelaku jurnalisme warga untuk memilih dan mengabarkan tentang kehidupan yang damai.
Peace journalism mendasarkan pada standar jurnalisme modern, berpegang pada azas imparsialitas, faktualitas sekaligus dilengkapi prinsip-prinsip yang bertujuan untuk menghindarkan kekerasan. Atau mencegah terjadinya kekerasan dalam masyarakat.
Jurnalisme warga mengajarkan kepada para masyarakat jangan menjadi bagian dari pertikaian, tetapi harus menjadi bagian upaya alternatif solusi. Untuk itu standar jurnalisme obyektif menjadi dasar amat penting.
Agar gambaran realitas yang ada di benak khalayak tidak bias. Karena gambar yang ada di benak khalayak yang dibentuk oleh informasi inilah yang nantinya menjadi dasar proses penentuan sikap, perilaku, atau respon terhadap berbagai hal termasuk konflik dan kekerasan.
Sedangkan kedamaian lebih banyak membuahkan ketentraman, ketenangan, dan kenyamanan, serta keindahan dalam arti luas yang menjadi dambaan setiap nurani manusia di muka bumi ini. Karena pada dasarnya manusia adalah mahluk yang ingin memiliki rasa aman.
Dan kedamaian hanya akan terwujud manakala kekerasan ditiadakan. Barangkali ini sebuah alternatif jurnalisme yang perlu dikembangkan di negeri yang rentan dan kerap dilanda ancaman konflik kekerasan sosial, karena bangsa ini baru menikmati era kebebasan belasan tahun walau telah merdeka puluhan tahun.