Puasa dan Momentum Koreksi Diri

Puasa dan Momentum Koreksi Diri

- in Narasi
5027
0

Puasa merupakan ibadah yang memerlukan totalitas tinggi dalam menjalaninya, karena dalam rangkaian ibadah puasa terselip berbagai pembelajaran yang sanggup melatih kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. Allah mengistimewakan bulan puasa dengan melipatgandakan ganjaran untuk seluruh kebaikan yang dilakukan manusia, hal ini merupakan sebuah pertanda bahwa bulan puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga proses untuk belajar mengenal diri kita yang sesungguhnya.

Selama menjalankan ibadah puasa, kita diajari untuk merubah segala hal buruk yang terkadang masih sering kita lakukan, seperti berdusta, marah, menggunjing, dll. Allah berjanji akan mencabut pahala puasa yang tidak terkira besarnya itu jika kita masih nekad merecoki ibadah puasa dengan perilaku buruk. Sehingga bagi mereka yang berpuasa namun masih juga melakukan hal buruk, puasanya tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali hanya lapar dan dahaga.

Dalam kaitannya dengan proses memperbaiki diri, Allah mempermudahnya dengan merantai iblis selama bulan puasa, harapannya tentu agar manusia menemui berbagai kemudahan karena iblis yang biasanya menggoda kini dirantai agar tidak turun ke dunia untuk sementara. Sehingga idealnya, selama bulan puasa berlangsung, berbagai perilaku buruk dan merugikan akan serta merta hilang, karena iblis sedang ‘libur panjang’.

Tetapi kenyataan seperti berkata lain. Berbagai tindak kejahatan masih banyak terjadi di bulan suci ini, variasi dan intensitasnya juga terus membumbung seolah tidak peduli bahwa bulan puasa sedang berlangsung. Hal ini tentu membingungkan, karena iblis yang kerap ‘disalahkan’ atas berbagai kejahatan nyatanya sedang off duty, tetapi kejahatan itu sendiri tetap tidak bisa begitu saja berhenti. Atau, ini adalah pertanda bahwa manusia sudah tidak perlu lagi ‘bantuan’ setan untuk berbuat kejahatan?

Dalam kitab Mukasyafatul Qulub, Al Ghazali menjelaskan bahwa ternyata sebelum Iblis diusir dari surga, mereka telah mencapai kesepakatan dengan Allah bahwa jika ada keturunan Adam yang melahirkan seorang anak, maka iblis akan melahirkan dua anak sekaligus. Sehingga jumlah manusia dan iblis adalah dua banding satu. Namun jumlah tersebut tentu kini sudah berubah, karena manusia cenderung tidak berusia lama, sementara iblis entah kapan matinya. Disaat manusia ‘bergantian’ merasakan hidup di alam dunia, iblis justru malah semakin menyesaki dunia karena jumlah mereka tidak pernah berkurang.

Manusia di jaman awal mungkin tidak menemukan kesulitan berarti dalam berbuat kebaikan, karena masih minim godaan. Berbeda halnya dengan manusia yang hidup di jaman setelahnya, dimana iblis semakin bertambah jumlah dan pengalamannya; godaannya bisa bertambah berat. Namun terlepas dari hal itu, bulan puasa adalah bulan ‘bebas iblis’. Sehingga idealnya, melalui ibadah puasa manusia dapat kembali pada dirinya sendiri, yang bersih dan bebas dari godaan iblis si makhluk yang tidak tahu berterimakasih.

Karenanya, selama bulan puasa ini Allah memberi kesempatan kepada kita untuk belajar lebih dekat dengan diri sendiri. Bulan suci ramadhan adalah momentum terbaik untuk melakukan koreksi diri; apakah kita benar-benar telah menjadi manusia yang berbeda tanpa ada iblis yang menggoda, atau kita justru termasuk manusia yang sudah tidak perlu lagi ‘bimbingan’ iblis untuk berbuat sadis, Karena nyatanya, tanpa godaan iblis sekalipun kita masih kerap tergoda untuk menumpuk keburukan. Wallahua’lam, Semoga Allah melindungi kita semua.

Facebook Comments