Hiruk-pikuk politik di tanah air dalam beberapa bulan terakhir telah mewarnai kehidupan masyarakat sehari-hari. Tiada hari tanpa perdebatan di media massa, baik cetak maupun elektronik dan media sosial yang semuanya sarat dengan isu etnik dan agama. Etnik China dan non muslim menjadi topik yang selalu trend dan bahan pembahasan setiap hari mulai dari politik, ekonomi dan sosial. Indonesia seakan-akan akan kiamat jika seandainya etnik lain dan non-muslim yang berkuasa di negeri yang mayoritas Islam ini.
Namun menjelang dan saat kunjungan kenegaraan Raja Salman ke Indonesia 1-6 Maret 2017 yang kemudian dilanjutkan dengan liburan ke pulau dewata yang kabarnya diperpanjang hingga tanggal 12 Maret 2017, hiruk pikuk politik itu menghilang dari peredaran dan semua perhatian tertuju ke kunjungan Raja Arab Saudi tersebut. Optimisme akan kelenturan negeri pemasok minyak terbesar di dunia untuk menjalin hubungan kerjasama di berbagai sektor dengan pemerintah Indonesia menjadi topik sentral yang dibahas di mana-mana. Banyak harapan agar kerjasama kedua negara itu akan membantu menciptakan kesejahteraan kedua bangsa.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan atas kunjungan dimaksud.
Pertama, Saudi Arabia adalah tempat kelahiran agama Islam dan menjadi negara yang didambakan oleh semua umat Islam karena di sanalah terdapat dua kota suci umat Islam yang harus dikunjunginya baik untuk menunaikan ibadah haji maupun untuk menziarahi kota suci Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian, pemerintah dan rakyat memandang bahwa Indonesia memiliki kepentingan abadi terhadap negeri tersebut sehingga apapun alasan dan kondisi di tanah air, kunjungan Raja Salman harus menjadi perhatian utama selain karena kunjungan Raja Arab Saudi baru dua kali terjadi dalam sejarah Indonesia juga kunjungan tersebut sangat strategis.
Paling tidak, kunjungan ini dapat memberikan nuansa baru dalam peta pemikiran Islam di Indonesia yang selama ini sarat dengan perbedaan pendapat bahkan saling menuduh dan kafir mengkafirkan hanya karena perbedaan pendapat dan pilihan politik. Kunjungan itu, seakan-akan memberikan kesan bagi umat Islam di tanah air bahwa masalah yang sangat krusial bagi umat Islam saat ini bukanlah perbedaan pendapat dan pemikiran apalagi mengklaim diri sebagai pengusung Islam yang paling benar, tetapi tugas pokok umat Islam adalah bagimana menciptakan kehidupan yang nyaman dan aman bagi masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan penciptaaan keamanan dan stabilitas suatu negara. Oleh karena itu, masalah keamanan, ekonomi dan investasi menjadi salah satu tujuan utama kunjungan tersebut.
Kedua, dalam beberapa tahun terakhir, kehidupan ekonomi Saudi Arabia mengalami kemunduran sehingga pemerintah harus mendaur ulang kebijakan ekonominya untuk tetap survive khususnya dalam menghadapi fenomena penurunan harga minyak mentah yang sangat drastis yang harus mengurangi subsidi minyak kepada warganya. Selain itu, kebijakan pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump yang terkesan anti Arab juga telah memaksa Saudi Arabia harus mencari alternatif lain dalam membangun kemitraan baru guna menghidupkan perekonomiannya. Salah satu strateginya adalah dengan menjalin komunikasi politik dan ekonomi dengan negara-negara Asia seperti Indonesia, Malaysia dan China yang kini dianggap sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling cepat di kawasan.
Kunjungan tersebut paling tidak sebagai sinyal bagi negara-negara lain dan pesaingnya bahwa Saudi Arabia kini sudah tidak lagi esklusif dalam menjalin hubungan kerjasama ekonomi dan politik dengan negara tertentu, tetapi mulai terbuka dengan negara lain. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada kunjungannya ke Indonesia telah menandatangani sejumlah kesepakatan kerjasama di sektor ekonomi dan investasi termasuk bagaimana melibatkan Indonesia dalam upaya mengelola minyaknya seperti pembangunan infrastruktur industri minyak sehingga Saudi tidak lagi mengekspor minyak mentah tetapi juga dapat mengekspor berbagai turunannya ke pasar dunia.
Ketiga, Saudi Arabia yang kini dikelilingi berbagai konflik seperti konflik Yaman, Suriah dan Irak meskipun eskalasinya belum sampai ke dalam Saudi Arabia, namun pengaruh dan dampaknya dapat dirasakan oleh pemerintah Kerajaan. Karena itulah, pemerintah Arab Saudi menilai bahwa permasalahan yang kini mengancam negaranya itu tidak mungkin akan dihadapi sendiri, tetapi harus melibatkan negara-negara lain termasuk Indonesia. Paling tidak Indonesia akan memberikan kontribusi kongkrit dalam upaya mengakhiri pertikaian yang bekerkepanjangan di Timur Tengah itu seperti masalah ISIS. Oleh karena itu juga, tidak mengherankan jika Raja Salman dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya untuk membangun sinergitas antara negara-negara Islam untuk memerangi radikalisme dan terorisme yang bukan saja mengancam eksistensi suatu negara tetapi juga telah merusak citra Islam di mata orang lain.
Dua masalah pokok tersebut di atas, muncul tidak terlepas dari maraknya radikalisme di Timur Tengah yang juga kini menjalar ke negara-negara Asia yang mayoritas penduduknya adalah Islam. Fenomena ini bukan saja merusak citra Islam sebagi agama yang ramah, lembut dan damai, tetapi juga merongrong stabilitas politik dan ekonomi tetapi juga merusak kerukunan hidup beragama dan berbangsa.