Ramadan; Jihad dan Prinsip Nir-Kekerasan

Ramadan; Jihad dan Prinsip Nir-Kekerasan

- in Narasi
1229
0

Layaknya seorang gadis rupawan, ritual dan kebiasaan-kebiasaan muslim di bulan Ramadan kini sedang menjadi sorotan banyak pihak. Namun, belum banyak yang memperhatikan hakikat ritus-ritus dan kebiasaan di bulan Ramadan itu sendiri, terutama umat Islam. Semakin dalam di telusuri dan diikuti jejaknya, Ramadan memiliki semangat transformatif dalam cita-cita kemanusiaan.

Di sini, makna bulan Ramadan harus mampu menjawab atas problema krisis moralitas umat Islam yang sekaligus menjadi ancaman perpecahan bangsa. Ibadah puasa misalnya, tidak boleh hanya dipahamai pada tataran fiqh nya saja. Sebab, pemahaman seperti ini hanya akan menjebak umat Islam pada kecenderungan pemaknaan puasa sebagai ritual tahunan semata. Ibadah puasa yang hanya dipahami pada tataran legalitas formal, syari’ah oriented, dan kaku hanya akan menggagalkan spirit perdamaian dan kearifan sosial sebagai hakikat di dalam bulan Ramadan, manakala orang yang berpuasa sibuk mengurusi keshalihan pribadinya sehingga absen dalam persoalan kebangsaan.

Dibanding kebanyakan orang, umat Islam seharusnya lebih dapat menghargai pentingnya moralitas dalam kehidupan bermasyarakat. Hal-hal substanstif di dalam bulan Ramadan harus dilakukan secara continue oleh umat Islam. Hal-hal substantif di dalam bulan Ramadan seperti shadaqah, infaq, membagikan ta’jil bagi orang yang tidak mampu serta munculnya sikap murah hati dan tenggang rasa terhadap saudara-saudara di sekitarnya harus dilakukan dan di tumbuhkan secara berkelanjutan, tidak hanya pada bulan Ramadan saja. Dalam hal ini, spirit pada bulan Ramadan menunjukkan aksi konkret dalam memelihara keharmonisan hidup sebagai dasar dan upaya-upaya terciptanya kerukunan. Aksi-aksi seperti ini harus dilakukan secara berkelanjutan dan terus menerus agar rasa kebahagiaan orang-orang di sekitar dan persaudaraan tidak terputus hanya pada momentum bulan Ramadan saja.

Dalam sebuah kutipan Ismail al-Faruqi, bahwa puasa di bulan Ramadan adalah latihan terbaik dalam seni mengendalika diri (the art of self mastery). Upaya mengendalikan diri yang meliputi ego dan hawa nafsu adalah makna jihad terbesar yang sesungguhnya. Di dalam Islam, istilah jihad bermkana berjuang di jalan Tuhan. Hal ini penting untuk di luruskan, bahwa jihad bukan “perang” atau lebih ironis lagi, jihad disalah artikan sebagai “perang suci”. Hal ini sepenuhnya keliru, karena Islam tidak pernah menggunakan diksi atas perang suci. Istilah “perang suci” sebenarnya berasal dari perang Salib Kristen yang kemudian oleh banyak orang di terapkan pada Islam.

Kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh salah seorang kelompok teroris Jamaah Anshor Daulah (JAD) di kampung Melayu 25 Mei lalu, jelas sebagai pelanggaran besar di dalam ajaran Islam. Hal ini menciderai ajaran yang di sampaikan nabi Muhammad SAW. Kata jihad yang kini mengalami penyempitan makna sehingga setara dengan perang dan medan tempur sama sekali jauh dari ajaran-ajaran Islam. Jika kelompok-kelompok yang melakukan aksi bom bunuh diri itu mengatakan bahwa mereka mengikuti jihad seperti di zaman nabi Muhammad SAW, maka sebenarnya mereka telah gagal memahami sejarah nabawiyah, sejarah kehidupan rasul Muhammad SAW.

Pandangan-pandangan seperti ini sangat berlebihan yang terlampau jauh di tonjolkan sehingga di pandang oleh banyak kalangan sebagai warisan utama peradaban Islam. Dalam literature apapun, rasullullah Muhammad SAW tidak pernah memerintahkan umatnya untuk saling membunuh, baik saudara se-iman, maupun yang berbeda pandangan. Justeru sebaliknya, rasullullah Muhammad SAW selalu menganjurkan umatnya untuk saling mengasihi dan melindungi.

Dalam banyak hal, perjuangan nabi Muhammad SAW dalam menyelamatkan umat dari penindasan adalah dengan cara-cara perlawanan tanpa kekerasan. Hal tersebut dilakukan nabi Muhammad SAW karena keinginanya untuk menghindari kekerasan yang membayang terhadap umat Islam yang baru berkembang di Mekah. Demi menghindari konfrontasi berdarah dengan para musuhnya, nabi Muhammad SAW menyepakati perjanjian Hudaibiyah dengan suku Quraisy di Mekah.

Selain nabi Muhammad SAW, Imam Husain juga menggunakan perlawanan tanpa kekerasan sebagai dimensi penting dalam ajaran Islam. Cucu nabi Muhammad SAW tersebut menentang terhadap penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh Yazid yang kemudian di kenal sebagai tragedi Karbala yang dijadikan contoh paling mulia dalam perlawanan yang di dasari atas prinsip dan kesadaran akan keadilan terhadap kesewenang-wenangan.

Kepala suku Pathan pada waktu itu, Abdul Ghaffar Khan, seorang pemimpin Islam yang menggerakkan seratus ribu orang dalam perlawanan menentang kekuasaan Inggris di India juga menggunakan cara-cara damai. Bersama Mahatma Gandhi, Ghaffar Khan menggunakan senjata yang di wariskan nabi Muhammad SAW kepada umatnya dalam peristiwa ini. Senjata Nabi Muhammad SAW yang di berikan Ghaffar Khan kepada rakyat India waktu itu adalah prinsip dan sikap sabar serta kesalehan. Kedua senjata itulah yang tidak akan pernah bisa dikalahkan oleh senjata besi apapun bentuk dan kecanggihannya.

Sikap-sikap nir-kekerasan yang di contohkan oleh suri tauladan maupun tokoh-tokoh inspiratif umat Islam memang belum sepenuhnya dilakukan oleh kalangan muslim kita saat ini. Ini karena umat Islam belum mampu menjadi sosok muslim yang pluralis-humanis. Sosok muslim seperti ini harus mempercayai bahwa Islam sebagai satu-satunya ajaran agama tanpa menafikkan kebenaran adanya keberagaman.

Muslim yang humanis akan mampu menguatkan sendi-sendi perdamaian dan pilar-pilar kerukunan antar etnis, antar umat beragama dengan tidak semata-mata memahami teks-teks kitab suci agama secara hitam-putih, kaku, rigit dan sempit. Dengan menaruh respek, penghargaan, serta penghormatan kepada siapapun, umat Islam menjadi bagian dari pilar utama yang mensukseskan agenda kemanusiaan bersama demi menciptakan kesejahteraan dan perdamaian dalam Negara kita.

Dengan menerapkan spirit Ramadan secara berkelanjutan dan mengubah sikap tidak terpuji menjadi mahakarya toleransi maka, bangsa kita akan benar-benar menjadi kawah candra dimukanya perdamaian dunia.

Facebook Comments