Mari Berperang di Bulan Ramadan!

Mari Berperang di Bulan Ramadan!

- in Narasi
1214
0

Memasuki bulan Ramadan, saatnya kaum Muslim menggelorakan semangat jihad. Ramadan memang identik dengan aktivitas “berperang”. Sehingga sebutan lain dari ramadan adalah syahrul jihad (bulan jihad). Tetapi makna jihad disini bukan dalam arti sempit yaitu berperang melawan pihak lain. Sebab arti yang lebih luas dari jihad adalah bersungguh-sungguh dan berusaha dengan sekeras tenaga. Dan dalam bulan ramadan ini, musuh yang harus dikalahkan dengan sekuat tenaga adalah diri kita sendiri. Seperti tersirat dalam hadist “Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad melawan dirinya dan hawa nafsunya” (hadist shahih diriwayatkan oleh Ibnu An-Najjar dari Abu Dzarr). Mereka yang berhasil menundukan hawa nafsunya, maka layak disebut sebagai pemenang sejati.

Hawa nafsu merupakan pangkal yang menggerakan aktivitas manusia. Nafsu untuk membenci, nafsu untuk menyerang, nafsu untuk mencaci, adalah sebagian nafsu yang harus ditekan sekuat-kuatnya. Jika tidak, maka akan menimbulkan bencana bagi pihak lain. Maka sejatinya, ramadan turut mengajarkan kaum Muslim untuk mengembangkan sifat cinta kasih dan perdamaian untuk seluruh umat manusia.

Sebagai rujukan, bisa dilihat pada peristiwa penting yang terjadi di bulan Ramadan tahun ke-8 Hijriah. Kejadian fenomenal yang dikenal dengan Fathul Makkah (penaklukan Mekah). Saat sudah memasuki Mekah, rasulullah membacakan surah Al-Hujurat ayat 13 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Ayat ini secara eksplisit menunjukan adanya perhormatan agama Islam terhadap keberagaman. Bahwa kebhinnekaan adalah sunnatullah yang tidak mungkin dihindari. Serpihan-serpihan identitas adalah unsur dasar yang membentuk kesatuan. Manusia satu dengan lainnya adalah bersaudara. Semuanya harus diakui dan dikelola agar terbentuk saling pengertian dan kerjasama. Maka jika ada pihak-pihak yang ingin melakukan penyeragaman, sama saja mengingkari ayat tersebut. Selain itu, penyeragaman pasti akan menimbulkan kegagalan dan ketegangan, sebab tidak sesuai dengan sunnatullah.

Pada Fathul Makkah, Rasulullah kemudian mengatakan, “Siapa yang masuk masjid maka dia aman. Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman. Siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya maka dia aman.” Pesan yang ingin disampaikan dalam hadist ini bahwa Islam adalah agama yang mencintai perdamaian. Orang-orang yang tidak melakukan penyerangan terhadap kaum Muslim maka layak dilindungi. Sehingga masyarakat bisa hidup secara aman dan nyaman. Sayangnya, ajaran ini seolah tidak dibaca dan diresapi oleh segelintir orang. Lihat saja, aksi-aksi kekerasan yang menyasar korban-korban tidak bersalah. Seperti peristiwa terakhir yang menimpa anggota polisi saat sedang mengawal pawai obor menyambut ramadan di Kampung Melayu. Padahal mereka adalah orang-orang yang tidak bersalah. Bahkan mereka pun beragama Islam.

Ramadan tahun ini pun memiliki makna yang mendalam bagi Indonesia. Sebab ada peringatan peristiwa kebangsaan yang terjadi di bulan ramadan. Yaitu Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni. Maka di bulan yang baik ini, bangsa kita perlu melakukan refleksi atas Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk menghayati bahwa Pancasila adalah konsesus bersama yang telah disepakati para pendiri bangsa. Hal ini penting, sebab masih ada kelompok-kelompok yang tidak puas dengan kesepakatan dasar negara ini. Diantara mereka, bahkan ada yang berniat merubah Pancasila. Menurut Syafii Maarif (2017: ix), riak-riak penolakan Pancasila sebagai dasar negara akan selalu ada. Tetapi mereka ibarat arus kecil yang akan meredup dan padam karena kualitas argumennya bagai ukiran di atas air. Maka penting untuk terus menjaga arus besar bangsa ini agar setia dan kokoh menjaga Pancasila di Indonesia.

Maka, pada bulan yang mulia ini, selayaknya Muslim Indonesia melakukan perubahan positif untuk kemajuan bangsanya. Jadikan bulan suci ramadan sebagai syahrul taghyir (bulan perubahan). Perubahan dari gemar membenci menjadi gemar mencintai, perubahan dari gemar menghina menjadi gemar memuji, perubahan dari kekerasan menuju perdamaian Jika hal-hal ini dilakukan, niscaya ramadan benar-benar memberi berkah bagi kita semua.

Facebook Comments