Kalau anda berkunjung ke kantor PCNU Surabaya, anda bisa menggali informasi mengenai NU dan Indonesia jaman dulu. Kantor PCNU merupakan museum tentang sejarah lahirnya NU, tokoh-tokoh yang berkontribusi membangun NU dan bagaimana NU ikut andil dalam mempertahankan kemerdekan Indonesia. Di kantor pertama NU ini, anda juga bisa menyaksikan monumen Resolusi Jihad. Resolusi jihad merupakan bukti kepedulian dan kecintaan kaum santri akan Indonesia yang berdaulat.
Poin inti dari resolusi jihad adalah warga Indonesia (kala itu konteksnya adalah masyarakat NU yang berada di Surabaya dan sekitarnya) harus mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Hal ini tentu tidak perlu dipertanyakan sebabnya mengapa, mengingat Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari adalah kyai yang nasionalis. Untuk mengenang jasa santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Presiden Jokowi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN).
Di tahun 2017, tentu Indonesia sudah tidak terganggu kolonialisasi fisik. Perdamaian dunia dewasa ini relatif terjaga mengingat trauma perang dan penjajahan membuat banyak orang tidak mau masa berdarah kembali terulang. Namun, rasa superioritas dan mental menjajah sepertinya masih hidup di benak beberapa pihak. Kisruh internal sebuah negara, kudeta pemeritahan, atau perebutan sumber daya alam tetap marak terjadi di beberapa negara. Sering kali masalah yang terjadi di negara bersangkutan disebabkan oleh pihak luar yang ingin mengambil keuntungan di tengah kegaduhan sembari lempar batu sembunyi tangan.
Namun sepertinya skenario global terlalu jauh untuk kita bicarakan. Bukan tidak penting, tapi itu diluar bahasan kali ini. Maka baiknya kita mulai dengan yang lebih dekat; masalah bangsa. Sejak awal berdiri, mungkin Indonesia memang akan terus diterpa masalah dari dalam. Bapak Soekarno dengan tegas menyatakan bahwa musuh besar Indonesia bukanlah penjajah, tapi anak bangsa kita sendiri. Ya anak bangsa sendiri masih suka sering membuat masalah, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Anak bangsa masih suka bertengkar sendiri.
Pertengkaran kecil dapat memicu hal besar. Atau pertengkaran kecil sebenarnya bagian dari skenario besar. Bisa anda dilihat di media-media sosial “kids jaman now” sering bertengkar sendiri di komentar postingan orang. Pertengkaran yang ada sering dipicu ketidak tahuan masing-masing, pengetahuan yang masih sama-sama minim. Tak hanya itu, mereka juga sering membagikan informasi yang kadar kevalidannya belum jelas. Akar dari masalah itu semua bisa dipetakan pada dua hal; etika bersosial media yang masih gagu, dan skill literasi informasi yang belum mumpuni.
Penyelesaian masalah “kecil” seperti tersebut harus dilakukan terus-menerus. Bagaimanapun semua orang pasti tidak mau pertengkaran kecil di media sosial di belakang hari malah menjadi pemecah nkri. Untuk menghapus kekhawatiran itu, saya rasa Hari Santri Nasional menjadi sebuah momentum yang baik bagi santri melakukan jihad di media digital dalam rangka mempertahankan keutuhan NKRI dengan menyebarkan konten baik dan damai.
Anda bisa mencari di berbagai media sosial memgenai akun santri. Yang cukup banyak bertebaran ada di Instagram. Akun-akun Instagram santri sudah berguyub dibawah naungan Arus Informasi Santri (AIS) Nusantara yang berskala nasional. Kebetulan, AIS Nusantara sedang mengadakan Kopi Darat Nasional (KOPDARNAS) Ke-3 di Bandung dengan tema “Santri Milenial di Era Media Sosial”.
Apa yang akun media sosial santri lakukan?
Pertanyaan tadi bisa dijawab dengan tiga kata kunci; santri, resolusi jihad dan media sosial. Dan cobalah intip akun-akun media sosial santri, kesan tiga hal tadi akan terlihat dari konten akun-akun tersebut. Konten yang mereka coba hadirkan bertujuan untuk menjaga perdamaian.
Akun media sosial santri mengadirkan konten Islam rahmatan lil ‘alamin. Banyak quote dari tokoh-tokoh yang dibagikan ulang untuk menyegarkan masyarakat dari konten yang menipu atau ujaran kebencian. Konten Islam rahmatan lil ‘alamin berisi banyak pengetahuan mengenai Islam yang benar, dirunut dari sumber yang valid. Selain itu tentu juga pesan damai Islam yang dibawakan dengan cara yang menarik.
Akun media sosial santri ikut merayakan hari-hari penting, baik nasional maupun internasional. Semisal Hari Kemededekaan Indonesia kemarin. Tiap akun media sosial santri akan bersama-sama memposting tentang kemerdekaan. Hal tersebut merupakan bukti santri cinta NKRI dan menggunakan media sosial sebagai media apresiasi.
Akun media sosial santri sering mengingatkan untuk melakukan tabayyun. Pengguna media sosial yang cerdas membaca informasi secara utuh dari sumber terpercaya. Tentu, akun media sosial santri ikut serta dalam memberikan konten berkualitas. Konten-konten yang mereka sertakan tidak cuma adem, tapi juga diambil dari sumber terpercaya.
Akun media sosial santri tentunya juga memposting masa nostalgia pesantren. Masa-masa di pondok merupakan kisah manis hidup dalam keberagaman. Betapa seorang santri bisa hidup saling menerima perbedaan, dan belajar menghargai perbedaan. Santri tetap akan saling berbeda pendapat di ranah akademis karena berbeda kadar keilmuan tapi tidak pernah mencuatkan ujaran kasar satu sama lain. Pesantren menjadi lingkungan paling berwarna dan telah mendidik santri untuk hidup saling menerima. Kenangan seperti ini diangkat lewat media sosial santri agar semua memahami bahwa “berbeda” tidak perlu saling sikut.
Penutup
Momentum hari santri nasional tidak Cuma perayaan seremonial tahunan namun sebagai pengingat resolusi jihad. Semangat mempertahankan NKRI akan tetap santri bawa sebagai bagian dakwahnya. Santri milenial cerdas menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten berkualitas dan bernada damai.
Mari bersama ikut merayakan momentum ini. Mulai dari diri sendiri, dari media soial masing-masing untuk berbagi konten berkualitas dan valid. Kita tidak perlu saling hujat satu sama lain. Ketenangan sebenarnya sangat kita rindukan di masa-masa penuh hoax seperti saat ini.
Salam santri. Salam NKRI