Santun Ber-Medsos, Utuhlah NKRI

Santun Ber-Medsos, Utuhlah NKRI

- in Narasi
1390
0

Benar apa yang ada di dalam salah teori media dan masyakarat, betapa media menjadi jembatan jurang dan waktu. Kali ini, media sosial (medsos) menjadi salah satu media yang paling banyak digunakan masyarakat. Hampir bagi setiap individu menggunakannya. Mereka dapat dengan mudah, cepat, dan murah dalam rangka menginformasikan diri kepada publik ataupun memberikan feedback terhadap informasi yang berada di luar wilayah.

Di satu sisi, menjamurnya medsos menjadi kabar yang sangat menggembirakan. Dengan adanya medsos, suatu berita yang berada di tempat yang sangat jauh akan dapat dengan mudah diketahui oleh orang lain yang berada di tempat lain. Berkomunikasi secara kelompok pun dapat dengan mudah dilakukan dengan perantara medsos. Bahkan, sekarang banyak “rapat” yang dilakukan dengan salah satu aplikasi medsos yang berada di genggaman masing-masing individu, goup WA misalnya.

Pun, menjadi permasalahan adalah banyaknya kata-kata kotor serta makian terhadap orang lain juga betebaran di medsos. Kebebasan menggunakan medsos seakan menjadi penghalal bagi setiap individu untuk meluapkan kata-kata umpatan atau kebencian terhadap orang/kelompok lain. Di dalam ber-medsos, hukum rimba seakan berlaku. Mereka yang memiliki nafas panjang dan tak memiliki rasa belas kasihan dalam “membuli” orang/kelompok lain, merekalah yang akan “menang”. Sementara, orang yang sabar akan terus mendapatkan serangan dari kelompok lain.

Kondisi semacam ini akan sangat berbahaya manakala terus dibiarkan. Karena, ketika terdapat satu ataupun sebagian pemakai medsos selalu menggunakan kata-kata tidak sopan, maka akan menimbulkan virus-vuris permusuhan. Orang lain yang selalu mendapatkan kata-kata makian serta umpatan untuk jangka waktu pendek dimungkinkan akan bisa sabar. Namun, ketika umpatan dan makian terus dialamatkan kepada dirinya, maka dalam dirinya pun akan berontak dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan balas dendam.

Jika pun ada satu atau sebagian kecil kelompok masyarakat mampu bertahan terhadap hujatan kelompok lain, maka pasti ada orang lain yang sepaham dengan dirinya akan melakukan pembelaan. Kondisi ini pun akan dengan mudah memicu permusuhan. Karena, dengan berlatar belakang “balas dendam” yang ada hanyalah kebencian. Kondisi ini semenarnya tidak dapat dibenarkan, namun sudah menjadi jamak yang terjadi di dalam masyarakat. Bahkan, kondisi ini dimungkinkan sudah menjadi “sunatullah”. Ketika diri atau kelompok dibenci, maka diri akan berbalik membenci.

Bermula dari sinilah, penggunaan medsos mesti mendapat perhatian penuh. Sungguh, penulis sangat senang bahwa di sela-sela pidatanonya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memberikan komentar atas kenyataan medsos kita yang penuh dengan nuansa kebencian. Jokowi juga berharap agar kondisi ini segera diselesaikan sehingga pengguna medsos bisa berlaku santun.

Jika membuka catatan sejarah, warga negara Indonesia adalah orang-orang yang santun. Budaya ketimuran adalah budaya yang mengutamakan sopan santun. Maka, sangat tidak elok manakala dalam berkomunikasi melalui medsos, kita tidak pernah memperhatikan sopan santun. Kebebasan dalam berdemokrasi bukan berarti bebas menuangkan seluruh kata-kata di media sosial termasuk memaki orang lain. Begitu juga dengan kebebasan dalam menjunjung nilai Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan adanya HAM, bukan berarti seseorang bebas sebebas-bebasnya berinteraksi kepada orang lain. Kebebesan yang ada juga terbatasi oleh hak orang lain. Maka, dalam rangka menyelaraskan interaksi, sopan santun dalam berkomunikasi adalah satu-satunya cara yang dapat dilakukan.

Dalam kajian agama, sopan santun juga menjadi salah satu ajaran yang sangat penting. Bagaimanapun, jamak kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT ke dunia tak lain dan tak bukan adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Umat Islam dapat mencontoh panutan utamanya, yakni Kanjeng Nabi Muhammad SAW betapa dirinya adalah orang yang sangat santun dalam bertutur kata. Kata-katanya selalu menjadikan orang lain merasa tenang dan nyaman. Ia tidak pernah memaki, bahkan terhadap musuh yang jelas-jelas berseberangan keyakinan. Bahkan, dirinya selalu mendoakan kebaikan kepada para musuhnya.

Dengan begitu, tidak ada rumusnya bagi umat Islam di Indonesia untuk tidak berlaku santun dalam bermedsos. Negara dan agama secara tegas mengajarkan sopan santun. Karena, dengan kesantunan dalam berkomunikasi akan menimbulkan keharmonisan dalam berinteraksi. Ketika keharmonisan terjaga, maka bangunan NKRI yang terdiri atas beragam suku, ras, dan agama akan tetap kokoh berdiri. Semoga!

Facebook Comments