Tinggal hitungan jari, perayaan Idul Fitri akan segera tiba. Di mana, kita akan merayakan sebuah kemenangan yang hakiki. Kita akan mulai bersenandung di atas kebesaran-Nya berupa (kalimat takbir) yang terucap berkali-kali. Sambil diiringi dengan aktivitas saling sapa dan saling mengokohkan persaudaraan dan menjalin kebersamaan.
Karena, senandung takbir di hari fitri ini seyogianya menjadi “sinyal penghubung”. Sehingga bagi mereka yang bermusuhan akan dipertemukan dan akan kembali dipersaudarakan. Bagi mereka yang bermusuhan karena perbedaan agama, senandung takbir di hari fitri ini akan menyatukan dan membangun kebersamaan yang tolerant.
Refleksi senandung takbir di hari fitri ini sebagai momentum untuk menyuarakan kalimat takbir yang sejati. Karena selama ini, senandung takbir sering-kali dibajak dan disandingkan dengan tindakan anarkis, praktik kezhaliman dan bahkan memecah-belah persaudaraan. Tindakan demikian sejatinya hanya memperalat sifat kebesaran-Nya demi tindakan kriminal. Aktivitas yang demikian sesungguhnya telah mengerdilkan kebesaran-Nya.
Maka, di dalam perayaan Idul Fitri kali ini, senandung takbir yang terus bergemuruh akan menjadi jalan bagi umat Islam untuk mengokohkan kebersamaan antar sesama. Serta menyambung persaudaraan terhadap mereka yang berbeda agama.
Karena, dimensi takbir yang dikumandangkan pada hari raya Idul Fitri ini adalah kebenaran yang hakiki. Dia akan menenangkan pikiran, hati dan jiwa. Karena di dalamnya mengandung spirit akan arti sebuah persaudaraan da kebersamaan.
Tetapi kenapa senandung takbir yang diucapkan oleh segelintir orang untuk berbuat kerusakan, pembantaian dan kezhaliman justru memiliki kesan yang meresahkan, tidak tenang dan bahkan selalu gundah? Hal ini bukan karena kalimat takbir-nya yang salah. Tetapi, kalimat takbir itulah yang ternodai dan menjadi kelabu karena diperalat untuk membenarkan tindakan kejahatan-kejahatan yang ingin dibuat.
Berawal dari sinilah sebetulnya kita akan diperjelas mengenai hakikat takbir yang sesungguhnya sangat relevan untuk kita senandungkan. Yaitu sebagai media untuk membangun persaudaraan, kebersamaan dan persatuan satu sama lain. Hal itu harus kokoh di atas nama kebenaran-Nya yang perlu kita dengungkan secara lantang dan terang-benderang. Bahwa kalimat takbir sejatinya adalah jalan bagi kita untuk bisa dipersaudarakan dan mengikat kebersamaan itu sendiri.
Kebenaran takbir yang semacam itu hadir pada hari raya Idul Fitri yang akan dijalani oleh umat Islam di seluruh dunia. Walau-pun perayaan-nya masih harus taat aturan kesehatan serta diberlakukannya larangan mudik ke kampung halaman. Situasi yang semacam itu bukan sebagai penghalang bagi kita untuk tetap dan terus bersenandung takbir.
Karena, momentum hari fitri ini akan menjadi sinyal penyambung kembali, mengokohkan kembali dan mengikat kembali persaudaraan-kebersamaan di atas kebesaran-Nya. Bagaimana senandung takbir di hari fitri akan membawa ke dalam suasana yang tenang, aman, damai dan menggembirakan. Karena di dalamnya kita akan menyadari sebuah situasi di mana kita benar-benar perlu berperang dengan dii kita sendiri.
Maka, senandung takbir yang terucap di mana-mana pada hari fitri ini, harus memiliki kontribusi besar bagi bangsa dan tatanan sosial di dalamnya. Karena di hari fitri ini sejatinya memiliki paradigma penting di dalam memperbaiki persaudaraan kita. Baik sesama umat Islam mau-pun kepada mereka yang berbeda.
Pada konteks ini, senandung takbir bukan dimanfaatkan sebagai alat untuk melukai, membunuh atau berbuat kemungkaran. Tetapi dijadikan “sinyal penghubung” antara manusia satu dengan manusia lainnya bisa bersaudara dan membangun kebersamaan. Maka, marilah kita bersenandung takbir agar bisa mempersaudarakan semua bangsa di hari fitri yang penuh dengan kasih-sayang satu sama lain.