Terorisme, ISIS dan Anak-Anak Kita: Renungan Untuk Kebangkitan Nasional

Terorisme, ISIS dan Anak-Anak Kita: Renungan Untuk Kebangkitan Nasional

- in Kebangsaan
3771
0
photo by: keepo.me

Bahaya laten terorisme telah menjadi virus mematikan, yang jika tidak segera dimusnahkan, akan membinasakan semua jenis kehidupan; bukan saja manusia, tetapi semua ciptaan yang bernyawa. Munculnya kelompok ISIS merupakan salah satu pertanda betapa terorisme telah ‘naik kelas’, dari yang sebelumnya hanya bergerombol secara sembunyi-sembunyi, menjadi berani untuk berdiri angkuh dalam wadah organisasi resmi.

Dibanding dengan organisasi atau kelompok teroris lainnya, kelompok ISIS memiliki pola yang berbeda dalam menyebarkan terorisme, dan pola ini sangat berbahaya. Kelompok teroris yang gemar melakukan selfie ini nyatanya bukan hanya keranjingan menghancurkan bangunan dan membunuh orang, tetapi juga mengajak anak-anak untuk menjadi bagian dari penyebaran propaganda jahat.

Beberapa kalangan menyebut hal ini dilakukan lantaran kelompok ISIS sudah mulai kehabisan pasukan akibat kekalahan demi kekalahan yang mereka alami dari gempuran pasukan koalisi, namun tidak sedikit pula yang meyakini kelompok ISIS sengaja menggunakan anak-anak karena mereka ingin segera ‘menyelesaikan’ peradaban.

ISIS nyatanya memang sangat berhasrat untuk menghancurkan peradaban manusia. Hal ini ditunjukkan dengan sikap pongah mereka yang menghancurkan situs-situs peninggalan sejarah, beserta buku-buku penting yang merangkum pemikiran-pemikiran gemilang manusia dari masa ke masa. Dalam Art of War, Tsun-Tsu menyatakan; “…Untuk mengalahkan bangsa yang besar, tidak perlu mengirimkan pasukan perang, tetapi hapuslah pengetahuan mereka atas kejayaan para leluhurnya, maka mereka akan hancur dengan sendirinya…”

ISIS paham betul makna ungkapan di atas, karenanya mereka berusaha mati-matian untuk mengubur keagungan sejarah agar anak-anak jaman sekarang gampang kehilangan arah, sehingga mereka akan mudah dikalahkan.

Tidak terhitung jumlah artefak, situs, atau buku yang mereka hancurkan, semuanya demi satu tujuan; penghancuran.

Pelibatan anak-anak kecil dalam aksi-aksi terorisme juga menjadi bukti betapa mereka sedang berusaha memangkas lahirnya generasi. Anak-anak kecil yang seharusnya masih sibuk dengan bermain dan belajar justru dipaksa untuk lihai berlaku kasar. Di saat anak-anak kecil laki-laki dilatih perang, anak-anak kecil perempuan diperkosa dan diperlakukan laiknya binatang. Mereka jejalkan pemahaman sesat tentang agama agar anak-anak tumbuh menjadi penjahat paling biadab.

Tentu ini menjadi kekhawatiran kita bersama, terutama karena anak-anak adalah masa depan kita. Apalagi, virus jahat ini sudah mulai masuk ke Indonesia.

Di dunia maya telah terpampang banyak video yang menunjukkan anak-anak kecil Indonesia mulai ikut melakukan propaganda, dari sekedar menyatakan dukungan terhadap kekhalifahan ISIS, latihan perang ala militer, hingga terbaru, membakar passport yang mereka anggap sebagai simbol perlawanan terhadap Indonesia yang dipandang sebagai negara kafir.

Di dunia nyata, beberapa waktu yang lalu sempat ada seorang ibu yang sangat sedih lantaran telah dikafir-kafirkan oleh anak kandungnya yang baru berusia 13 tahun. Atau tentang ayah yang kelimpungan mencari bantuan lantaran si anak yang masih usia remaja bersikukuh minta diberangkatkan ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Tentu ini semua adalah alarm bahaya untuk kita semua, namun ibarat kapak yang tak bertuan, pola yang bisa digunakan untuk memusnahkan sebuah bangsa bisa pula digunakan untuk menguatkan bangsa itu. Jika Tsun-Tsu begitu yakin sebuah bangsa bisa hancur melalui hilangnya pengetahuan terhadap kejayaan para leluhur, maka itu berarti penguatan terhadap sebuah bangsa harus dilakukan dengan cara menanamkan pengetahuan yang baik tentang sejarah bangsa ini, tentang para leluhur dan ide-ide besar beserta pencapaian yang telah mereka raih.

Pemberian pengetahuan ini harus dilakukan secara terus-menerus dan bersifat wajib, seperti memasukkannya kedalam mata pelajaran wajib di sekolah. Anak-anak kita harus tahu bahwa bangsa ini tidak lahir secara ‘gratisan’, kemerdekaan yang diraih bangsa ini juga tidak didapat secara cuma-cuma. Ada darah, derita, ide-ide dan mimpi besar, serta nilai-nilai agung yang membuat para leluhur tidak pernah mundur mewujudkan hadirnya sebuah bangsa yang tentram dan makmur. Sebuah bangsa yang kini kita kenal sebagai Indonesia.

Kebangkitan nasional harus diawali dengan bangkitnya rasa cinta dan sukur segenap elemen bangsa atas capaian-capaian yang telah diraih bangsa ini, termasuk capaian yang telah ditanamkan oleh para leluhur. Cinta dan sukur itu kemudian diteruskan dengan ide dan karya nyata untuk membangun bangsa, untuk urusan ini, kita tentu harus melangkah ke depan. Bukannya malah kembali ke masa jahiliyah dengan menghidupkan kembali ilusi khilafah.

Akhirnya, anak-anak harus tetap bisa bermain, karena masa depan mereka bukan main-main!

Facebook Comments