Sebenarnya saya sudah jenuh membahas tentang teroris. Tapi setelah membaca al Qur’an, ada hal yang menarik untuk disandingkan antara sikap dan watak teroris dan yahudi. Menariknya, sebab teroris seringkali menabuh genderang perang dengan kaum yahudi dan nashrani. Namun tanpa terasa ada titik persamaan antara sikap teroris dengan yahudi sebagaimana akan kita simak berikut ini.
Perlu dijelaskan pertama kali bahwa al Qur’an tidak pernah menyalahkan agama lain. Al Qur’an justru menuntut umat Islam beriman kepada Nabi pembawa agama tersebut berikut ajaran-ajaran yang dibawanya. Dalam QS:2; 136 misalnya disebutkan agar kita beriman kepada apa yang duturunkan kepada nabi Muhammad dan Nabi-nabi sebelumnya tanpa terkecuali. Karena tak ada perbedaan di antara mereka. Semuanya sama dengan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Lalu apa yang dikritik oleh al Qur’an dari Yahudi dan Nashrani? Bukan agamanya. Tapi al Qur’an mengevaluasi sikap dan cara keberagamaan penganut kedua agama tersebut. Disini akan kita ambil dua contoh dalam penuturan al Qur’an seputar teroris, Yaahudi, dan Nasharani. Al Qur’an menjelaskan betapa gencarnya kaum Yahudi dan Nashrani untuk memasukkan orang lain kepada agamanya, misalnya (QS:2;120). Al Qur’an tidak menyukai sikap pemaksaan seperti ini. La ikraha fil din, katanya. Jangankan agama, cinta saja tidak bisa dipaksa. Begitulah kira-kira.
Tidak hanya itu. Al Qur’an juga membenci ahli kitab itu karena melampaui batas dalam beragama. La taghlu fi dinikum, katanya. Al Qur’an memang tidak suka dengan hal yang berlebihan termasuk berlebihan dalam beragama. Makanya umat Islam diminta untuk menjadi umat yang wasath (moderat). Tidak perlu ekstrim kiri apalagi kanan.
Namun demikian, al Qur’an tidak mengenalisir semua sikap ahlil kitab itu sebagai orang yang seperti digambarkan di atas. “Mereka-mereka itu tidak sama”, katanya. “Diantara mereka ada yang jujur, membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka selalu bersujud.” lanjutnya dalam QS: 3;113. Setelah menghela nafas, al Qur’an menceritakan. Tidak hanya itu, “mereka itu juga beriman kepada Allah, hari akhir, beramar makruf nahi munkar dan berlomba-lomba dalam kebaikan.”
Dari contoh di atas, baik yang memuji maupun yang membenci Yahudi dan Nashrani, tak satupun yang ditujukan kepada agamanya. Kalau yang disebut al Qur’an, Yahudi dan Nashrani itu sebagai agama maka akan terlihat plin plan. Karena al Qur’an menuntut umat islam beriman kepada apa yang disampaikan nabi-nabi sebelumnya sebagai kebenaran namun pada sisi yang bersamaan justru menyalahkannya. Ini kontradiktif. Makanya, yang dikritik al Qur’an itu adalah sikap dan watak Yahudi dan Nashrani. Dan, sikap seperti itu bisa saja dimiliki oleh siapapun. Tidak terkecuali umat Islam.
Gambaran tentang agama lain seperti di atas rupanya memang sengaja dituturkan oleh Allah dalam al Qur’an agar umat Islam tidak seperti mereka. Namun, Yahudi dan Nashrani pun sesuai dengan perubahan zaman telah banyak mengalami perubahan. Sejarah memang beredar dari waktu ke waktu. Dan kini, pemaksaan agama justru berada di area al Qur’an itu sendiri. Yakni teroris. Semua orang mengerti bahwa paham orang-orang teroris tidak kurang dan tidak lebih sama dengan sikap buruk Yahudi dan Nashrani sebagaimana dijelaskan oleh Al Qur’an di atas. Semua golongan di luar dirinya dianggap sesat dan kafir. Jangankan umat agama lain, beragama Islam pun juga tidak luput dari tuduhan kafir dan sesat.
Sikap teroris tampak tidak selektif, tidak seperti cara al Qur’an memandang agama lain yang mengapresiasi sikap baik seseorang walau berbeda seperti di atas. Kelompok-kelompok di luar teroris dipukul rata sebagai sesat. Paham seperti teroris ini berbahaya Jika dibiarkan menjangkit, keretakan akan segera menjadi pecah di bawah naungan teroris. Oleh karena itu upaya untuk terus melakukan pnolakan terhadap teologi dan ideology radikal teroris penting digalakkan secara massif di masyarakat.