Tidak Ada Alasan Bunuh Diri di Bumi Indonesia

Tidak Ada Alasan Bunuh Diri di Bumi Indonesia

- in Narasi
1930
0
Tidak Ada Alasan Bunuh Diri di Bumi Indonesia

Salah satu alasan yang membuat kelompok radikal teroris di Indonesia untuk siap dan bersedia melakukan bom bunuh diri karena menganggap bahwa apa yang dilakukan negeri ini dibolehkan dalam agama dengan alasan sebagai berikut:

Pertama: Indonesia bukan Darul Salam atau bukan negeri Islam karena negeri ini tidak menjalankan hukum Islam walaupun penduduknya adalah mayoritas Islam. Pandangan ini menjadi sangat prinsip dalam kelompok salafi jihadi seperti JAD, JAS dan JAK di Indonesia. Demikian pula seperti El-shabab, ISIS dan kelompok teroris lainnya di Timur Tengah dan Afrika Utara serta Afghanistan;

Kedua: Jihad melalui bunuh diri di dalam negeri yang tidak menjalankan syariat Islam hukumnya boleh. Karena itu, bunuh diri dengan menggunakan bom di tempat-tempat umum atau melawan thoghut seperti yang dilakukan oleh orang-orang Palestina terhadap tentara Israel adalah boleh;

Ketiga: Seruan tokoh-tokoh ISIS yang ada di luar agar melakukan berbagai bentuk perlawanan terhadap Thogut di dalam negeri masing-masing termasuk di Indonesia karena dengan cara itulah, membuat musuh semakin takut.

Ketiga pokok pemikiran kelompok teroris tersebut yang sangat kental dengan latarbelakang ideologi salafi jihadi sama sekali tidak bisa ditolerir dalam Islam. Tidak satupun ulama klasik yang mengganggap negeri yang mayoritas penduduknya muslim walaupun tidak menjalankan syariat Islam secara resmi dimasukkan dalam kategori Darul Harbi atau Darul Kufur. Sebaliknya para ulama justru umumnya berpandangan bahwa negeri yang mayoritas penduduknya Islam dan pemerintahnya muslim dan syiar-syiar Islam di dalamnya dilaksanakan seperti azan setiap saat, pembacaan ayat suci alquran di mana-mana, sholat jumat dijalankan setiap hari jumat dan lain-lain adalah negeri Islam atau Darul Islam.

Sebagian ulama bahkan berpandangan bahwa dimanapun orang Islam berada dan mereka aman jiwanya, aman hartanya dan boleh manjalankan kewajibannya walaupun pemerintahnya adalah non islam, tetapi mereka tetap dikatakan hidup dalam negeri Islam atau Darul Islam. Varian yang digunakan untuk menentukan apakah negeri itu Darul salam atau Darul kufur adalah varian keamanan itu sendiri. Artinya, di manapun kita berada dan kita merasakan keamanan dan bebas menjalankan nilai-nilai dan ajaran agama kita, maka negeri itu adalah negeri Islam walaupun pemerintahnya adalah non-muslim dan mayoritas penduduknya adalah non-muslim.

Pandangan ulama-ulama tersebut di atas menunjukkan bahwa hanya negeri yang sedang berperang dapat dikatakan sebagai negeri perang, akan tetapi negeri yang damai, aman dan tenteram seperti Indonesia adalah Darul Islam atau negeri yang damai. Oleh karena itu, hijrah dan jihad dengan cara kekerasan tidak dibolehkan dan mereka yang melakukan tindak kekerasan dalam negeri tersebut dikenakan hukum yang berlaku dalam Islam atau bahkan mereka itu harus dibuang jauh dari negeri ini.

Lalu bagaimana dengan pelaku pemboman bunuh diri di tiga gereja dan Polresta Surabaya kemarin? Apakah mereka mati syahid sebagaimana yang digembor-gemborkan oleh pendukungnya di media-media sosial dan mendoakan mereka agar diterima disisi Allah sebagai syuhada? Bagaimana nasib anak-anak yang telah ikut bunuh diri hanya karena ajakan orang tuanya?

Tidak satupun dalil Alqur’an dan hadis dan ulama-ulama klasik yang mengatakan bahwa itu adalah syahid bahkan sepakat itu adalah perbuatan keji dan haram hukumnya, bahkan termasuk perbuatan syirik dan kufur nikma atau mengkufuri nikmat Tuhan, apalagi membawa anak-anaknya ikut dalam bunuh diri dimaksud. Ini sungguh kekeliruan yang luar biasa yang harus dihentikan karena telah menodai diri sendiri dan ajaran Islam itu sendiri.

Pemikiran jihad, syahid dan bunuh diri cukup kental di tengah-tengah kelompok radikal terorisme yang berafiliasi ke ideologi salafi jihadi bukan saja yang ada di luar negeri tetapi juga yang di Indonesia. Mereka meyakini bahwa orang-orang Islam di Indonesia harus di-Islamkan kembali karena mereka adalah murtad dengan mendukung pemerintahan thoghut yang tidak menjalankan syariat Islam. Konsekuensinya, dalam pandangan mereka membunuh orang murtad adalah sesuatu yang dibolehkan bahkan diwajibkan apalagi dengan orang-orang selain muslim.

Pandangan sesat mereka menganggap bahwa cara bunuh diri adalah salah satu cara efektif melawan musuh dan menunjukkan bahwa mereka memiliki eksistensi. Tujuannya adalah untuk merusak kedamaian, ketenteraman dan menciptakan kekacauan di tengah masyarakat. Mereka mengabaikan ajaran-ajaran inti Islam dan mengesampingkan pandangan dan hukum Islam itu sendiri serta mengekploitasi dan mendistorsi ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi. Perilaku kekerasan yang menjadi ciri khas mereka ini tidak mudah mengubahnya karena doktrin yang cukup kental oleh tokoh-tokoh radikal dan terroris.

Kewajiban kita adalah bagaimana meminimalisir penyebaran paham radikal ini berkembang dan tumbuh subur di tengah masyarakat karena jika pencegahan ini tidak dilakukan secara ekstra maka laju penyebarannya akan semakin terbuka apalagi di era komunikasi yang begitu canggih saat ini. Umat Islam berkewajiban memberantas dan membersihkan pemahaman ini agar anak-anak muda dan masyarakat tidak terkontamisasi dengan ideologi ini.

Jika hanya diam menyaksikan penyebaran paham yang tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat kita saat ini, maka bukan saja pemerintah dan aparat keamanan yang akan kesulitan menangani masalah ini tetapi masyarakat akan ikut menanggung resikonya. Pemikiran radikal atas nama agama terkesan dibiarkan bahkan terdapat kecenderung sebagian kelompok bersimpati dan mendukung penyebaran ini karena menganggap sebagai sebuah gerakan islamisasi padahal muatan dari gerakan ini bukan saja menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri kita ini, tetapi juga akan merusak citra agama itu sendiri.

Facebook Comments