Tradisi Ngejot dalam Mengembalikan Fitrah Persaudaraan Lintas Iman

Tradisi Ngejot dalam Mengembalikan Fitrah Persaudaraan Lintas Iman

- in Kebangsaan
50
0
Tradisi Ngejot dalam Mengembalikan Fitrah Persaudaraan Lintas Iman

Tradisi Ngejot, merupakan tradisi kultural masyarakat Bali yang berhasil menjadi jembatan persaudaraan lintas iman. Istilah Ngejot diambil dari bahasa Bali yang berarti memberi. Seperti pada momentum Hari Raya Idul Fitri, umat Islam di Bali dapat berbagi kebahagiaan di Hari Fitri lewat memberi makanan khas Idul Fitri kepada tetangga yang beragama Hindu, Kristen dll.

Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana yakni I Gede Pitana menjelaskan terkait tradisi Ngejot. Bahwa tradisi ini “milik semua agama” di Bali yang berarti semua agama melaksanakan tradisi Ngejot berdasarkan perayaan Hari Raya keagamaannya masing-masing. Misalnya, umat Islam dalam Hari Raya Idul Fitri atau umat Hindu dalam Hari Raya Galungan/Kuningan/Nyepi.

Seperti yang disampaikan oleh I Gede Pitana, “Orang Bali itu, untuk tetangga yang non-Hindu membuat makanan khusus untuk yang tidak ada daging babi-nya. Biasanya kita masak daging ayam khusus untuk para tetangga non-Hindu seperti tetangga Muslim”.

Dalam konteks Idul Fitri, umat Islam menjadikan tradisi Ngejot ini sebagai jembatan dalam mengembalikan fitrah persaudaraan lintas iman. Yakni umat Islam datang kepada tetangga yang non-muslim. Mengaplikasikan spirit saling maaf-maaf-an dan di situlah terciptanya interaksi-komunikasi yang baik.

Sehingga keharmonisan sosial demikian dapat membangun semangat persaudaraan yang mengikat di dalamnya melalui tradisi Ngejot. Yakni memberi makanan khas Idul Fitri seperti opor ayam dll, kepada tetangga yang beragama Hindu, Kristen dll. Tradisi ini dapat mengembalikan kesadaran-kesadaran spiritual umat Islam yang lebih moderat, inklusif dan cenderung merepresentasikan nilai toleransi dalam laku kebaikan bersama.

Bagaimana persaudaraan lintas iman itu dapat terjaga lewat saling silaturahmi memberi makanan. Secara teoretis, tali persaudaraan lintas iman itu akan terbangun dengan baik ketika hubungan sosial itu tak dibiarkan dalam keadaan kosong. Artinya, pola komunikasi yang baik dan keterhubungan hidup bersama menjadikan persaudaraan lintas iman itu terbangun.

Tradisi Ngejot ini pada hakikatnya cenderung melahirkan apa yang disebut sebagai semangat saling memahami lewat saling memberi. Dapat mengikat antar prinsip iman yang berbeda yang disatukan oleh spirit philanthropy sosial. Saling memberi makanan (Ngejot) antar umat agama sebagai satu simbol kesadaran egalitarianisme dalam membuka pintu-pintu inklusif dalam kehidupan sosial yang bersaudara di tengah perbedaan iman.

Dalam momentum Idul Fitri, tradisi Ngejot ini tumbuh sebagai semangat (fitrah) untuk mengembalikan kesadaran akan persaudaraan umat Islam terhadap umat agama lain. Seperti dalam sebuah teori sosial, bahwa toleransi tak hanya bisa dibangun atas dasar-dasar prinsip pemahaman. Tetapi juga harus kokoh dalam pengalaman-pengalaman (interaksi) dalam kehidupan sosial yang nyata.

Sebagaimana dalam momentum perayaan Idul Fitri 1445 Hijriah, umat Islam datang kepada tetangga yang Hindu atau Kristen dll. Lalu, memberikan makanan/minuman khas Idul Fitri. Di dalamnya tercipta tegur-sapa, terjadinya komunikasi-interaktif, lalu berbagi kebahagiaan/kegembiraan dengan saudara yang lintas iman. Lalu saling berucap antara selamat dan terima-kasih tak lagi memisahkan umat pada saat Idul Fitri yang kerap dikhususkan kepada mereka yang melaksanakan.

Melalui tradisi Ngejot di Bali inilah, kiranya tali persaudaraan lintas iman kita harus kembali kokoh. Baik antar umat Hindu ke Muslim atau Muslim ke umat Hindu dan seterusnya. Lewat tradisi Ngejot, makanan akan menjadi simbol keberkahan bagi kehidupan sosial yang majemuk di negeri ini. Karena dapat menjunjung persaudaraan lintas iman tanpa merasa khawatir dengan imannya sendiri.

Facebook Comments