Jika kita amati, bangkitnya Taliban yang kini kembali menguasai Afghanistan, sejatinya akan menjadi “bias” yang sangat berpotensi besar terhadap munculnya “instrument politis” di negeri ini. Di mana, “euforia” (negara Islam) beserta optimis-tis kejayaan-nya seperti mulai mencuat ke permukaan. Karena secara generis, ini akan menjadi “arus baru”. Di mana para kelompok yang berhasrat besar menjadikan negeri ini sebagai negara Islam, seperti mulai ada “kiblat” yang membuat mereka kembali percaya diri untuk tampil gagah.
Tentu kita perlu waspada akan hal itu. Di mana, segala informasi yang tersebar mengenai Taliban atau perihal misi mereka akan tegaknya negara yang sesuai dengan syariat Islam itu, jangan lantas ditelan sebagai “kebenaran”. Bahkan, ketika kelompok Taliban ini mengklaim, bahwa dirinya jauh berbeda dengan yang dulu dan sangat memusuhi ISIS. Lantas, segala ungkapan yang demikian, janganlah mudah bersimpati, mengapresiasi atau bahkan mendukung mereka untuk bergabung ke sana atas nama jihad.
Karena fenomena bangkitnya Taliban di Afghanistan, sejatinya bukan tentang kejayaan Islam yang kini telah kembali atau perintah Islam yang perlu diapresiasi. Karena, ini hanyalah tentang “misi politis”. Di mana, antara Taliban dan ISIS memang bermusuhan. Karena sejak dulu, mereka sama-sama memiliki kepentingan politik untuk menguasai. Jadi, dua kelompok ini seperti “rival” yang sengaja ingin menguasai dan membawa agama Islam sebagai “inang politik”.
Kenapa demikian? Karena sejak dulu, ada begitu banyak pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan oleh kedua kelompok ini. Termasuk Taliban ini. Bagaimana anak-anak tidak diperbolehkan sekolah formal. Perempuan dicambuk, disiksa, dieksploitasi dan bahkan sering-kali dibunuh karena dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam yang mereka tekuni. Karena semua tindakan dan kebijakan yang dibangun oleh Taliban, selalu berinisiatif untuk kepentingan dirinya. Artinya apa? Nilai-nilai Islam seperti dimodifikasi dan diperalat agar sesuai dengan apa yang mereka mau dan inginkan saja.
Maka, kita jangan mudah tergiur dengan bangkitnya Taliban di Afghanistan tersebut. Apalagi sampai membangun kesadaran untuk “mengikuti jejak” yang mereka lakukan untuk berinisiatif menegakkan ideologi dan prinsip yang mereka anut di negeri ini. Apalagi kita meyakini bahwa Taliban yang kini telah bangkit, jauh berbeda dengan Taliban yang dulu. Karena, sebagaimana janji-janji mereka yang kini mulai diumbar, akan memusuhi ISIS dan anti-kekerasan. Karena mereka mengklaim untuk menegakkan perintah-Nya atau sesuai dengan syariat-Nya. Lantas, apakah benar begitu?
Kita perlu tahu dan perlu memahami, bahwa sejak pertama kali dibentuk pada 1994, mereka seperti “menelan ludah” mereka sendiri. Artinya, mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka janjikan. Mereka selalu bertindak kejam, melanggar kemanusiaan, selalu membuat masyarakat menderita dan bahkan semua prinsip-prinsip etis dalam Islam itu sendiri, mutlak mereka tidak pernah melakukan itu. Bahkan, mereka justru melanggar prinsip-prinsip Islam itu sendiri.
Karena, negara Islam atau tegaknya negara yang sesuai dengan syariat Islam yang (mereka menggaungkan) sejatinya murni demi kepentingan politis. Semua yang mereka lakukan, dari dulu apalagi kini yang mulai mengumbar janji dengan berbagai macam “trik baru”, sejatinya tidak ada satu-pun yang berubah dan bahkan tidak ada satu-pun selain pelanggaran kemanusiaan yang akan mereka lakukan.
Oleh sebab itu, kita perlu (cerdas) melihat dan memahami fenomena bangkitnya (Taliban) di Afghanistan ini. Kita jangan mudah terbawa simpati, kekaguman atau rasa kebanggaan atas bangkitnya Taliban yang menyandang “negara Islam” atau sesuai dengan syariat Islam. Karena, semua itu hanyalah “akal busuk” mereka yang sejatinya akan selalu seperti itu.
Maka, tidak ada alasan lain bagi kita untuk tetap waspada dan selalu menolak segala euforia ideologi transnational. Lalu, mari kita perkuat persatuan dan kebersamaan di negeri ini. Kita perlu bangga atas ideologi, prinsip dan persatuan NKRI ini. Kenapa? Cobalah lihat mereka yang ada di Afghanistan saat ini. Bagaimana mereka berlarian dan ingin pergi dari tanah mereka sendiri. Kenapa? Karena mereka mengetahui bahwa Taliban hanya “baik di mulut” tetapi busuk secara tindakan.