“Jikalau memang rakyat Indonesia, rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin urusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya Badan Perwakilan Rakyat 100 orang, anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya agar 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. (Bung Karno, dalam buku Tjamkan Pancasila: Pancasila Dasar Falsafah Negara).
Pernyataan Bung Karno itu sesungguhnya menegaskan bahwa Islam dan Muslim sangat terbuka dan “leluasa” berjuang menegakkan spirit Islam dalam bingkai kebhinnekaan. Dan Pancasila tak pernah lepas sedikitpun dari ajaran Alquran dan Hadis. Bahkan, Pancasila sebagai ideologi Indonesia merupakan keputusan bijak yang diambil oleh para founding fathers, yang mayoritas Muslim.
Memang sejarah memberikan informasi kepada kita bahwa sebelum disepakati bahwa Pancasila sebagai ideologi final bangsa Indonesia, terdapat tokoh Islam yang dengan gigih memperjuangkan agar syariat Islam dijadikan sebagai ideologi bangsa ini. Namun semua itu sesungguhnya merupakan potret betapa dinamisnya pemikiran para founding fathers kala itu. Dan akhirnya, disepakatilah Pancasila sebagai ideologi bangsa ini. Satu alasan yang dapat diterima oleh semua kalangan terkait Pancasila sebagai ideologi final Indonesia adalah, Pancasila mampu mengakomodasi dan merangkul semua lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural.
Namun siapa sangka, dalam beberapa tahun belakangan ini, ada sekelompok yang menghendaki Pancasila diganti dengan ideologi lain. Memang kelompok ini minoritas, meskipun demikian, kelompok ini sangat bepotensi merusak sendi kedamaian dan kenyamanan yang telah dibangun dan dirawat oleh segenap masyarakat Indonesia sedemikian rupa. Dikatakan mengancam perdamaian karena pada kenyataannya kelompok ini, dalam usahanya mengganti ideologi Pancasila, menggunakan cara-cara kekerasan dan adu domba antar anak bangsa.
Cara atau propaganda yang dilancarkan adalah indoktrinisasi bahwa Pancasila adalah biang masalah saat ini. Jika segenap masyarakat Indonesia hendak berubah, maka, masih menurut kelompok ini, harus ganti ideologi. Tidak hanya itu, mereka juga getol mengampanyekan bahwa Pancasila adalah buatan manusia sehingga disebut sebagai produk kafir dan lain sebagainya. ulama-ulama disalahkan dan dibenturkan dengan sana dan sini sehingga terkesan salah dan sejenisnya.
Terkait fenomena ini, banyak kalalangan, aktifis dan tokoh bangsa merasa terpanggil untuk menguatkan wawasan kebangsaan dan keislaman. Bahwa Islam dan Indonesia berjalan senafas (kompatibel).
Selain itu, ada yang melakukan penguatan melalui buku bacaan. Ahmad Basarah dalam bukunya “Bung Karno, Islam dan Pancasila, menegaskan bahwa: “Kalau ada alim ulama yang mengatakan bahwa Pancasila itu thogut, produk kafir maka sebenarnya pemikiran itu telah mengabaikan kesepakatan alami ulama atas ijtihad yang menyepakati Pancasila sebagai dasar negara, “ paparnya, sebagaimana dikutip dari merdeka.com (21/6/2017).
Kesimpulannya adalah, Islam tidak bertentangan dengan ke-Indonesiaan. Sekalipun Indonesia bukan negara agama, tetapi negara Pancasila, bukan berarti Islam dinomerduakan. Adalah benar dan sudah seharusnya Islam ditempatkan yang paling atas dan utama ketimbang Pancasila. Akan tetapi, sekali lagi, bukan berarti harus mengingkari Pancasila.
Nilai-nilai Islam Menjiwai Pancasila
Secara faktual, dibandingkan dengan ajaran agama lain, Islam merupakan agama yang mempunyai hubungan paling dekat dengan politik, negara dan kekuasaan. Bahkan ulama sekaliber Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa politik adalah aspek yang paling menentukan aspek kehidupan lainnya.
Namun yang demikian tidak bisa dijadikan justifikasi bahwa Islam mengajarkan dan mempunyai sistem politik yang spesifik. Yang ada, Islam memandang bahwa perihal sistem politik termasuk urusan duniawi dan sifatnya ijtihadi. Nabi Muhammas Saw, sang suri tauladan sejati, telah lebih dahulu mempraktikkan politik ijtihad di Madinah (Piagam Madinah) dan ragam praktik politik pada masa selanjutnya juga semakin menegaskan bahwa sistem politik-kenegaraan Islam sangat banyak.
Sehingga Pancasila sebenarnya tidak perlu lagi diulik-ulik. Sebab, secara substansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sri Yunanto (2017) mengatakan bahwa segala macam kebrobrokan yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan kesalahan implementasi Pancasila. Jadi, solusinya bukan mengganti Pancasila, tetapi lebih pada menegakkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata yang kompatibel dengan ajaran universal Islam.
Masih menurut Yananto, bahwa tugas anak bangsa dari berbagai macam agama ada dua: pertama, meyakinkan secara teologis historis bahwa Pancasila merupakan pilihan ideologi yang sudah benar dan, kedua; dengan segera mengatasi berbagai penyakit dalam praksis kenegaraan itu, sehingga kelompok-kelompok yang “anti-Pancasila” tidak lagi mempunyai argumen historis, teologis maupun empiris.
Oleh sebab itu, yakinlah wahai umat Islam bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai islam, justru nilai-nilai Islamlah yang menjiwai Pancasila!