Manusia berkemajuan adalah manusia yang hari ini lebih baik dari kemarin dan berusaha agar hari besok lebih baik dari pada hari ini. Dalam konteks pergantian tahun, manusia yang mempunyai cita-cita –tentu berusaha sekuat tenaga mewujudkannya –agar tahun 2019 lebih baik dari tahun 2018 adalah termasuk model manusia berkemajuan. Mengapa tahun 2019 perlu mendapat perhatian serius? Karena tahun 2019 adalah tahun politik, di mana perhelatan demokrasi lima tahunan digelar. Tak berlebihan jika tahun 2019 adalah tahun penuh tantangan. Hal ini terkait dengan banyaknya hate speech, black campaign, provokasi, penghinaan dan narasi-narasi perpecahan yang dihembuskan, terutama di media sosial demi menumbangkan lawan dan memenangkan jagoannya. Dalam konteks inilah, bagaimana menjadi manusia berkemajuan di tahun 2019?
Jawabannya adalah –tanpa menegasikan jawaban lain –bebas dari ujaran kebencian (hate speech). Musuh terbesar bangsa ini sekarang adalah ujaran kebencian. Tak tanggung-tanggung, Negara sampai-sampai membuat regulasi berbentuk undang-undang untuk meminimalisir hate speech. Dalam KUHP, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis disebutkan bahwa ujaran kebencian (hate speech) itu meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong (hoax). Dengan demikian, cakupan ujaran kebencian itu sangat luas.
Resolusi Perdamaian Demi Kemajuan
Ujaran kebencian (hate speech) sudah bisa dijadikan musuh bersama di tahun 2019 ini. Menempatkan ujaran kebencian sebagai musuh utama dan bersama tentu bukan tanpa alasan. Data Kepolisian Republik Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 3.325 kasus yang ditangani oleh Polri. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebanyak 44, 99% dengan jumlah 1.829 kasus. Selama 2017 saja –masih menurut data di atas –Polri sudah menyelesaikan kasus kejahatan hate speech sebanyak 2.018 kasus. Dari semua kasus itu, kasus penghinaan menempati posisi pertama, yakni sebanyak 1.657 kasus, disusul perbuatan tidak menyenangkan sebanyak 1.224 kasus, kemudian pencemaran nama baik sebanyak 444 kasus.
Baca juga :Padamkan Ujaran Kebencian Dengan Kebijakan Negara
Data di atas bisa menjadi bahan refleksi bagi segenap anak bangsa untuk menjadi lebih baik di tahun 2019. Jika tahun sebelum 2019 belum disebut tahun politik tingkat ujaran kebencian sudah sedemikan besar dan massif, apalagi tahun 2019 yang jelas-jelas potensi adanya ujaran kebencian tentu lebih meningkat. Maka sudah sewajarnya, bagi segenap masyarakat Indonesia, terutama milenialnya, menjadikan perdamaian sebagai resolusi di tahun 2019 ini.
Maksud resolusi perdamaian di sini adalah setiap anak bangsa harus aktif dan ikut serta memerangi ujaran kebencian. Dengan cara tidak men-share, like, berkomentar dan mendramatisir sebuah isu dan pemberitaan. Massifnya ujaran kebencian tidak lepas dari banyak share, like, dan komentar yang diberikan di media sosial. Tak jarang, ada sebagian pihak yang dengan sengaja menjadikan produksi hoax dan ujaran kebencian sebagai ladang bisnis. Dalam hal ini, manusia yang mempunyai semangat kemajuan adalah manusia yang ikut serta menjadikan perdamaian sebagai prioritas utama di tahun 2019 ini.
Kampanye untuk membangun perdamaian dan menghindari masyarakat dari berbagai konflik sosial harus dilakukan di banyak level. Salah satu yang perlu diperhatikan sebagai sumber konflik adalah maraknya ujaran kebencian. Jika tidak ditangani segera akan menimbulkan perpecahan di masyarakat yang pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan bangsa. Musdah Mulia, selaku Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), menyebut tak jarang ujaran kebencian itu ditunggangi oleh kelompok-kelompok radikal atau kelompok lain yang menginginkan perpecahan negeri ini.
Masih menurut Musdah Mulia, salah satu solusi agar terhindar –setidaknya meminimalisir –ujaran kebencian adalah melalui lembaga keluarga. “Pertama itu dimulai dari level keluarga. Sebagai orang tua perlu membicarakan isu perdamaian dan isu hate speech ini di rumah tangga. Kerena di rumah tangga itu perlu ada komunikasi yang intents antara ibu, bapak, anak-anak, dan seluruh anggota keluarga lainnya.”imbuhnya.
Dengan demikian, tahun baru dengan harapan baru perlu menerapkan dan menamakan sejak dini tentang perlunya bebas dari ujaran kebencian. Biarlah data tahun 2017 dan 2018 itu sebagai bahan renungan itu setiap anak bangsa, bahwa ujaran kebencian akan menjadikan pembangunan dan rasa keharmonisan terseok-seok. Manusia Berkemajuan adalah manusia yang mau belajar dari masa lalu, demi kebaikan masa depan. Orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemari termasuk orang yang merugi, dan orang yang hari besok lebih buruk dari hari ini termasuk orang yang celaka., demikian Sabda Nabi. Dan salah satu orang yang tidak merugi itu adalah orang bisa bebas dari ujaran kebencian.