Pancasila adalah asas dalam bernegara, sumber dari segala sumber hukum, dan salah satu pilar penting dalam konstruksi bangunan Negara. Eksistensi Pancasila sama pentingnya dengan eksistensi Negara; tidak bisa dipisahkan, dan dicampakkan salah satunya. Keduanya ibarat ikan dan air; saling membutuhkan satu sama lain. Logika sederhana ini menunjukkan, bahwa membumikan dan memperkuat Pancasila sebagai bagian penting dari Negara adalah hal yang tidak bisa lagi ditawar-tawar. Ia harus segera dan sedini mungkin untuk dilakukan.
Secara garis besar, proses pembumian pancasila dilakukan dengan tiga cara: (1) kognitif-saintifik, (2) ekspresif-estetik, dan (3) praktis-moral. Cara pertama merupakan amanat yang dilakukan oleh para intelektual negeri ini. Para intelektual sudah menghasilkan syarah, tafsir, dan komentar puluhan bahkan ratusan buku terhadap Pancasila. Cara kedua adalah amanat yang sudah dilaksanakan oleh para pendiri bangsa ini melalui laku mereka yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, begitu juga para seniman sudah menggubah lagu kebangsaan dengan basis semangat Pancasila. Tinggal cara kerja ketiga, inilah amanat untuk generasi milenial.
Amanat untuk membumikan Pancasila sekarang di tangan para generasi milenial bisa dilakukan dengan berbagai cara. Gemerlap teknologi-informasi, juga perkembangan sosial media bisa dimanfaatkan oleh milenial. Milenial sebagai generasi yang suka dengan hal-hal baru, spontanitas, ide-ide keretif dan inovatif tentu mempunyai cara tersendiri untuk membumikan Pancasila. Melalui kerja-kerja Youtuber, Video, Vlog, dan akun media sosial, para milenial ini bisa memberikan sumbangsih besar dalam proses internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai dari dan kepada masyarakat umum. Jika pemerintah dan kalangan akademik, melakukan kerja-kerja formal, seperti sosialiasi empat pilar, seminar, workshop, bedah buku dan sejenisnya, maka kalangan milenial bisa melaksanakan amanat ini dengan cara-cara informal dan memenuhi media sosial dengan konten-konten edukasi sarat dengan nilai-nilai Pancasila.
Baca juga :Generasi Muda Menjaga Bhineka Tunggal Ika
Internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui film pendek umpanya, itu jauh lebih efektif ketimbang cara-cara konvensional. Amarika Serikat sudah membuktikan, bahwa mereka sukses mengampanyekan nilai-nilai liberalisme dan demokrasi melalui sarana film. Bahasa visual –dalam konteks pembumian –jauh lebih efektif ketimbang bahasa verbal. Bahasa populer dan menghibur jauh lebih diminati khalayak umum ketimbang bahasa akademik yang baku dan kaku. Penguatan Pancasila di era sekarang dengan menggunakan sarana menghibur perlu digalalakkan. Terkadang nilai, ide, dan gagasan yang bagus tidak bisa sampai ke masyarakat disebabkan cara-cara yang kaku dan baku, bahkan tak jarang dengan bahasa melangit yang susah dipahami masyarakat.
Penguatan Pancasila lewat seni dan musik juga bisa ditempuh oleh milenial. Musik sebagai bahasa universal –bahkan salah satu tanda kewarasan seseorang adalah kesukaannya terhadap musik –bisa dijadikan sebagai instrument untuk membumikan Pancasila. Kekuatan musik sebagai sarana, terletak bukan saja pada irama, not, dan sisi lagunya, tapi juga pada rasa gairah, semangat, dan inspirasi yang diakibatkan olehnya. Kerja-kerja seperti ini sudah disadari oleh para seniman kita dulu. Sekarang generasi milenial perlu menciptakan lagu, musik yang sarat dengan pesan moral dan nilai-nilai Pancasila kepada khalayak ramai.
Ketiga kerja di atas tentu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiganya harus terintegrasi satu sama lain, dan saling mengisi. Dengan ini, Pancasila bukan saja dikenal oleh kalangan terdidik saja, tapi juga sudah membumi kepada setiap lapis anak bangsa ini. Akan tetapi, penekanan pada generasi milenial perlu dilakukan, mengingat era sekarang dengan segala gemerlap kemajuannya, kita butuh pada cara-cara kerja yang praktis dan mudah dipahami oleh masyarakat. Inilah saatnya, generasi milenial bangun, dan ambil bagian dalam amanat membumikan Pancasila.