Melihat Ulang Jejak Ikhwanul Muslimin di Indonesia

Melihat Ulang Jejak Ikhwanul Muslimin di Indonesia

- in Narasi
2510
0
Melihat Ulang Jejak Ikhwanul Muslimin di Indonesia

Membaca fenomena penyebaran Ikhwanul Muslimin (IM), adalah suatu hal yang menakjubkan. Bagaimana sebuah organisasi keagamaan yang tumbuh di Mesir, bisa melebarkan sayap menjadi partai politik dan mempunyai anak organisasi yang melingkup di 70 negara (Merley, 2011: 28). Sebuah infiltrasi dan kaderisasi yang begitu signifikan.

Ikhwanul Muslimin, didirikan pada tahun 1928 di Ismailia, Mesir, sebagai respon atas kemerosotan politik kaum Muslim kala itu. Melihat Kekhilafan Utsmani yang runtuh, juga negera-negara Muslim yang masih terkuasi oleh hegemoni Barat, IM menawarkan sebuah solusi bagi negara-negara Islam. Yaitu Penyatuan kaum Muslim dan pendirian negara berbasis Islam kaffah.

Dalam perjalanannya, IM dianggap sebagai organisasi yang membahayakan karena ingin mengganti Mesir yang nasionalis dan demokratis menjadi negara Islam yang kaffah. Oleh karena itu, pemerintah Mesir menerbitkan aturan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan IM dilarang. Tokoh-tokoh dan ulama IM ditangkap dan dipenjara. Bahkan, banyak juga yang sampai ke tiang gantungan.

Yang mengherankan, walaupun secara resmi IM telah dilarang keras di Mesir, tapi masih bisa mengkaderisasi secara senyap dan hasilnya, berbagai cabang IM terbentuk di berbagai negara.

Sebenarnya, IM mendapat keuntungan besar dengan adanya kampus Al-Azhar. Al-Azhar yang notabenenya sebagai rujukan orang-orang Muslim dunia dalam menuntut ilmu, menjadi basis pertemuan mahasiswa, ulama, dan cendekiawan Muslim untuk bertukar pikiran dan gagasan. Nah, di situlah IM bergerak dengan cepat, dengan indoktrinisasi yang tersusun rapi sehingga bisa mencetak kader militan.

Baca Juga : Islam Maslahah, Yes. Ideologi Khilafah, No!

Ketika para mahasiswa atau ulama-ulama tersebut kembali ke negaranya masing-masing, mulailah mereka membentuk jaringan IM yang baru. Dengan sokongan dana yang besar dari IM pusat (Mesir), cepatlah subur gerakan-gerakan IM yang baru. Sama halnya di Indonesia, IM masuk dibawa oleh jaringan mahasiswa alumni Timur Tengah.

Sejatinya, yang menarik dari IM adalah pola gerakannya dalam indoktrinisasi. IM menawarkan Islam kaffah. Yaitu, cara pandang bahwa segala problem yang ada di dunia, adalah Islam sebagai jawaban sekaligus solusinya.

Ketika mendokrtin, IM menjelaskan bahwa umat Islam wajib menjadikan Al-Quran dan Hadis sebagai rujukan hidupnya, kemudian mereka memaparkan banyak problem semisal kenapa negara-negara yang mayoritas Muslim kok masih banyak yang dikuasai oleh Barat.

Tentu, mereka akan menjawab bahwa umat Islam yang mayoritas itu tidak mengamalkan ajarannya secara sempurna. Solusinya, yaitu menerapkan Islam di semua lini termasuk menjadikannya sebagai konstitusi negara, sehingga secara tidak langsung, hegemoni Barat terhadap negara-negara Islam akan hengkang dengan sendirinya.

Makanya, dengan keras IM ingin mendirikan negara Islam. Bagi pendiri IM sendiri, Hasan Al-Banna, satu-satunya sumber rujukan umat Islam adalah Al-Quran dan Hadis. Untuk itu, Islam tidak hanya terbatas pada ritual ibadah saja, tetapi Islam adalah din, duniya, wa daulah (agama, dunia, dan negara), bahwasannya Islam adalah jawaban atas semua masalah (al-Islam huwa al-hal). Semangat inilah yang mendorong IM cenderung terlihat intoleran, eksklusif, dan sering menimbulkan keterancaman baik terhadap Muslim sendiri maupun non-Muslim.

Dalam sebuah buku Ideologi Politik PKS yang ditulis oleh Imadudin Rahmat, menjelaskan bahwa terbawanya ideologi Islam yang bersumber dari Timur Tengah ke Indonesia, sedikitnya melalui tiga pola.

Pertama, adanya perpindahan orang, baik orang Timur Tengah yang ke Indonesia atau para pelajar Indonesia yang studi di Timur Tengah. Kedua, melalui dunia pendidikan dan dakwah dengan sokongan dana yang besar dari pihak-pihak Timur Tengah yang mempunyai kepentingan di Indonesia. Ketiga, penerbitan buku dan internet.

Cara yang terakhir ini terbilang punya pengaruh yang kuat. Dengan penerjemahan buku-buku yang memuat ideologi IM ke bahasa Indonesia, memudahkan Muslim Indonesia untuk langsung mengakses ideologi secara cepat dan mudah, apalagi dengan bantuan internet, segala macam informasi tentang IM bisa tersebar dengan cepat dan mudah.

Jejak-jejak IM di Indonesia, secara jelas bisa dilihat dalam tiga spektrum besar, yaitu HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), gerakan Salafi yang dimotori oleh alumni LIPIA Jakarta dan alumni kampus di Arab Saudi, serta Gerakan Tarbiyah yang digalakkan oleh PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Namun, saya kira PKS-lah yang secara gerakan mirip dengan gerakan IM yang berpusat di Mesir.

Jika dirunut dari awal, PKS tidak bisa menafikan peran serta mahasiswa alumni Timur Tengah dalam proses pendiriannya. Mereka membawa ideologi IM secara utuh dan memfokuskan kampus-kampus sebagai basis indoktrinisasi. Maka, lahirlah Lembaga Dakwah Kampus sebagai pengkaderan di lingkup mahasiswa sehingga ketika para mahasiswa tersebut telah lulus, bisa kembali ke masyarakat dan menyebarkan ideologinya.

Dengan gerakan dakwah yang semakain massif, maka timbulah aksi-aksi politik yang berentitas gerakan Islam di berbagai daerah, sehingga terbentuklah PKS sebagai partai tempat penyaluran aspirasinya.

Sejatinya, keberhasilan PKS dalam Lembaga Dakwah Kampus-nya, tidak bisa lepas dari peran serta DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) sebagai gerakan dakwah yang telah eksis sebelumnya. DDII didirikan tahun 1967 sebagai manifestasi Masyumi karena gagal dalam perjalanan politiknya di parlemen. Dalam dalam program kerja organisasi, DDII berperan besar dalam pengiriman mahasiswa Indonesia ke Timur Tengah.

Oleh karena itu, kemunculan PKS sebagai partai yang menjadikan IM sebagai haluan utamanya, mengandung narasi historis yang panjang.

Di antara fakta bahwa PKS punya kedekatan dengan IM adalah konsepsi partai yang mengamini Islam kaffah. Bagi PKS, penerapan Islam hanya dalam ranah ibadah dan sosial-budaya tidaklah cukup, oleh karena itu, harus juga diterapkan dalam perjuangan politik. Selain itu, dalam wilayah internasional PKS secara nyata mendukung Hamas, kelompok pejuang Palestina yang berideologi IM. Pernah pula PKS memberi bantuan enam miliar rupiah kepada Hamas yang disebut sumbangan dana “one man, one dollar”.

Produk-produk tertulis IM, banyak mengilhami aktiftas kepartaian PKS. Seperti Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, atau hasil Munas. Dalam segi aktivitas dakwah, Tarbiyah sebagai gerakan dakwah PKS, mempunyai kesamaan dengan IM dalam pola pendidikannya. Yaitu halaqah (membentuk kelompok kecil yang fokus belajar keislaman), taushiyah (wadah untuk menumbuhkan kepekaan spiritual), ta’lim (kajian), daurah (pembekalan dan pengembangan keahlian), rihlah (penekanan pada aspek kesehatan fisik, seperti rekreasi atau olahraga).

Catatan akhir saya, semoga pemerintah dan bangsa Indonesia bisa lebih peka dan waspada terhadap bahaya-bahaya laten. Sebab, dalam jangka panjang, akan menjadi bom waktu yang menghancurkan Indonesia.

Facebook Comments