Beberapa hari ini, media sosial Twitter ramai oleh kabar soal ceramah Felix Shiaw di Masjid Al Ghofururrohman yang merupakan masjid di lingkup Kantor PLN UIP Jawa Bagian Barat. Dalam unggahannya di akun Instagram @plnuipjbb, pihak Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Ghofururrohman selaku pengundang menyatakan bahwa ceramah itu dibatalkan. Namun, di media sosial beredar video rekaman streamingFelix Shiaw sedang berceramah di masjid tersebut.
Mana informasi yang benar sampai saat ini masih simpang siur. Jika ceramah itu benar-benar terjadi, maka hal itu adalah preseden buruk bagi PLN dan BUMN secara keseluruhan. Namun, meski ceramah itu urung dilaksanakan, kita tentu patut prihatin mengapa instansi BUMN apalagi sekelas PLN justru mengundang Felix Shiaw yang notabene merupakan dedengkot organisasi terlarang HTI sebagai penceramah.
Ihwal instansi pemerintah dan BUMN mengundang penceramah berkarakter radikal sebenernya bukan fenomena baru. Sebelumnya, sejumlah BUMN juga kedapatan mengundang para ustad yang dikenal dengan dakwahnya yang konservatif bahkan provokatif.
Fenomena Masjid Pemerintah Terpapar Ceramah Radikal
Hasil penelitian dari PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2017 lalu juga menyebutkan bahwa banyak masjid di lingkungan kantor pemerintahan, kementerian, dan BUMN yang memberikan ruang bagi ustad atau penceramah radikal. Antara lain dengan mendaulat mereka sebagai khatib sholat Jumat atau mengisi kajian keagamaan yang rutin dilaksanakan di internal karyawan.
Fenomena ini tentu memperihatinkan dan juga berbahaya. Bagaimana tidak? Instansi pemerintah termasuk BUMN idealnya menjadi salah satu institusi garda depan dalam memperkuat nasionalisme. Apa jadinya jika institusi pemerintah justru meng-endorse kegiatan yang berpotensi menjadi ajang penyebaran ideologi anti-Pancasila dan NKRI?
Lebih spesifik dalam konteks BUMN, infiltrasi paham anti-Pancasila dan NKRI adalah hal berbahaya. Tersebab, BUMN merupakan institusi strategis dalam pemerintahan. BUMN adalah aset alias kekayaan negara yang sangat berharga. Institusi ini mengelola uang negara salam jumlah besar. Tentu sangat berbahaya jika institusi strategis ini disusupi atau malah dikuasai kelompok-kelompok anti-pemerintah.
Mengenali Ciri Penceramah Radikal
Kembali ke kasus diundangnya Felix Shiaw berceramah di masjid PLN UIP Jawa Bagian Barat, kita patut bertanya, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini murni ketidaksengajaan dalam artian pihak PLN UIP Jawa Bagian Barat tidak mengenal sepak terjang Felix Shiaw? Atau kejadian ini memang disengaja, dalam artian bahwa memang ada individu-individu yang menjadi simpatisan gerakan khilafah di internal PLN Bandung?
Pertanyaan ini tentu harus dijawab tuntas melalui penyelidikan mendalam. Pembatalan ceramah tentu patut diapresiasi. Namun, tidak boleh hanya berhenti di situ. Kejadian ini harus diusut tuntas agar terang-benderang. Jika benar bahwa ada individu di lingkungan BUMN yang berafiliasi dengan gerakan khilafah, maka sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah tegas.
Kejadian ini kiranya bisa menjadi momentum bagi Kementerian BUMN untuk melakukan semacam screening juga mendeteksi infiltrasi paham radikal di lingkungannya. Jangan sampai, BUMN menjadi sarang gerakan radikal anti-pemerintah.
Kita tentu berharap tidak ada kejadian serupa di kemudian hari. Oleh karena itu, penting bagi internal BUMN untuk memahami kriteria penceramah atau ustad radikal agar tidak salah memilih narasumber atau khotib.
Ciri pencerah radikal itu setidaknya bisa diidentifikasi dari lima hal. Pertama, mereka gemar menebar kebencian pada kelompok yang berbeda dengan labelisasi bidah, kafir, musyrik, atau sesat. Kedua, gemar membangun opini buruk tentang pemerintah. Tujuannya ialah melemahkan kepercayaan publik terhadap pemimpinnya sendiri.
Ketiga, mengklaim diri dan kelompoknya sebagai yang paling benar dan suci. Seolah hanya diri dan kelompoknya yang mewakili kehendak Allah di muka bumi. Keempat, alergi atau bahkan anti pada nilai-nilai lokalitas keindonesiaan. Cenderung menganggap budaya asli Indonesia itu bertentangan dengan ajaran Islam.
Kelima, suka memelintir fakta sejarah bangsa dan menggantinya dengan cerita-cerita yang penuh euforia dan utopia. Terutama tentang kejayaan Islam di masa lalu. Tujuannya ialah mengobarkan sentimen pemberontakan di kalangan umat.
Dengan mengenali lima ciri penceramah radikal, diharapkan ke depan instansi pemerintah dan BUMN tidak salah pilih dalam mengundang ustad atau penceramah. Selain itu, BUMN dan instansi pemerintah idealnya juga bersinergi dengan ormas-ormas keagamaan berhaluan moderat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.