Pada tanggal 13 Februari 2023, UIN Sunan Kalijaga telah memberikan gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada tiga tokoh agama dunia, yakni KH. Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum PBNU), Sudibyo Markus, Ketua Muhammadiyah 2005-2010 dan Cardinal Miguel Angel Ayuso Guixot dari seorang Prefek Dikasteri untuk Dialog Antar Agama dari Tahta Suci Vatikan. Tema yang diusung oleh UIN Sunan Kalijaga ini adalah “Membangun Persaudaraan dalam Keragaman Kemanusiaan”. Namun tulisan ini secara khusus menyoroti salah satu tokoh tersebut, yakni Gus Yahya (panggilan akrab ketum PBNU) terkait kiprahnya sebagai tokoh dialog antar agama.
Sejak terpilihnya Gus Yahya menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU pada Muktamar NU ke-34 di Lampung tahun 2021. Ia membuat berbagai gebrakan di tubuh jam’iyyah NU, salah satunya menghidupkan spirit pemikiran Gus Dur dan menjadikan NU sebagai gerakan sosial keagamaan berskala peradaban serta menjadikan dialog antar agama sebagai spirit gerakannya.
Gus Yahya menyadari bahwa di tengah situasi global yang semakin kompleks, peran NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia sangatlah penting. Salah satu upaya Gus Yahya menghidupkan pemikiran Gus Dur sebagai tokoh lintas agama adalah menginisiasi pertemuan pemuka agama terkemuka dunia melalui forum Religion of Twenty (R20) di Bali pada 2-3 November 2022. Pertemuan ini disebut sebagai “konferensi spiritual” pertama yang digelar bersamaan dengan pertemuan G20, sebuah forum tahunan antarnegara maju di dunia yang mana Indonesia menjadi tuan rumah.
Pertemuan para tokoh lintas agama dunia dalam R20 menjadi langkah strategis PBNU untuk mencari solusi bersama di tengah gejolak politik identitas berbasis agama yang seringkali menjadi momok menakutkan di berbagai negara. NU ingin menjadi mitra dialog sekaligus problem solver dari berbagai ketegangan aliran keagamaan akibat dari tidak adanya titik temu.
Skala Peradaban
Gus Yahya juga berusaha untuk terus mengepakkan sayap NU ke seluruh dunia. Mengingat spirit nilai moderatisme NU bukan hanya untuk umat Islam atau Indonesia an sich, namun lebih dari itu adalah untuk seluruh peradaban manusia. Tak heran, beberapa waktu yang lalu bersamaan dengan perayaan satu abad NU di Stadion Glora Delta Sidoarjo, PBNU juga menyelenggarakan Muktamar Internasional Fiqh Peradaban pertama di Surabaya.
Fiqh di sisi lain memang menjadi diskursus yang sangat penting dan sangat lekat dengan NU, namun dewasa ini kajian Fiqh bukan hanya sebatas kajian hukum Islam dari kitab-kitab klasik (al-kutub al-mu’tabarah) saja. Lebih dari itu, sejak Munas Alim Ulama di Bandar Lampung tahun 1992, NU sudah mulai mengembangkan metodologi pengambilan hukumnya, dari awalnya Qawli hingga menuju Manhaji. Dalam hal ini, fiqh peradaban menjadi ihwal yang menegaskan kiprah NU di dunia internasional.
NU di abad keduanya ini juga semakin menegaskan diri bahwa tugas profetiknya bukan hanya untuk skala regional, namun sudah skala global. NU terus berusaha mengeskportasi nilai-nilai keagamaan yang berwawasan moderat untuk dijadikan teladan seluruh umat Islam di seluruh dunia dalam kehidupan, lebih-lebih umat agama yang lainnya.
Skala peradaban yang menjadi visi NU ini bukan hanya utopia belaka, namun ini menjadi bukti bahwa NU merupakan rumah besar bagi seluruh bangsa. Gus Yahya dalam bukunya “Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama” terbit tahun 2020 menegaskan bahwa NKRI adalah kendaraan bagi NU untuk berjuang demi peradaban. Baginya, dunia sedang membutuhkan visi tentang peradaban masa depan yang mulia dan Indonesia sudah memiliki rumusannya di dalam pembukaan UUD 1945.
Dialog untuk Kemanusiaan
Sebagai tokoh dialog lintas agama, Gus Yahya senantiasa konsisten dalam menahkodai NU sebagai solusi atas problem kemanusiaan. Agama dan kemanusiaan menjadi spirit Gus Dur yang ingin terus dihidupkan oleh Gus Yahya melalui PBNU. Mengingat Gus Dur di masa hidupnya hingga kini masih menjadi episentrum bagi kalangan Nahdliyyin.
Quotes yang selalu relevan dari Gus Dur adalah “Yang lebih penting dari politik itu adalah kemanusiaan”. Gus Dur menjadi teladan dalam memanusiakan manusia, dan inilah spirit yang ingin terus dihidupkan oleh Gus Yahya dalam berbagai forum dialog lintas agama yang dicanangkannya.
Akhirnya, selamat untuk Gus Yahya atas penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Sunan Kalijaga. Semoga terus bisa memberikan khidmat terbaik untuk kemanusiaan dan peradaban dunia melalui pengarusutamaan dialog antar agama.