Lima Strategi Deteksi Dini Radikalisasi di Lingkup Kepegawaian KAI

Lima Strategi Deteksi Dini Radikalisasi di Lingkup Kepegawaian KAI

- in Faktual
638
0
Lima Strategi Deteksi Dini Radikalisasi di Lingkup Kepegawaian KAI

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri kembali menangkap seorang tersangka terorisme DE, seorang karyawan di PT Kereta Api Indonesia (KAI). DE ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/8/2023).

Menurut keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, tersangka memiliki senjata api pabrikan dan senjata api hasil modifikasi dan airsoft gun beserta amunisinya. DE disebut berencana akan melakukan aksi serangan teror di markas Brimob dan markas tentara di Wilayah Jawa Barat.

Lima Strategi Deteksi Dini Radikalisasi

Penangkapan pegawai KAI berinisial DE itu sejatinya adalah peringatan keras bagi KAI bahwa selama ini kepegawaian di KAI tidak bersih dari virus-virus radikalisme-terorisme. Karena itu, kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi KAI. Bahwa ke depan penting bagi KAI untuk melakukan deteksi dini radikalisasi di lingkup kepegawaian KAI.

Radikalisasi adalah proses di mana individu mengadopsi pandangan ekstrem dan potensial berbahaya, yang dapat mengancam ketertiban dan keamanan suatu organisasi. Dalam konteks KAI, deteksi dini radikalisasi pegawai menjadi hal yang krusial untuk mencegah terjadinya potensi ancaman terhadap operasional dan keselamatan penumpang perjalanan kereta api.

Secara umum, ada beberapa hal yang bisa dilakukan KAI untuk melakukan deteksi dini radikalisasi di lingkungan kepegawaian KAI. Pertama, dalam deteksi dini radikalisasi pegawai KAI bisa dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap perubahan perilaku dan sikap pegawai secara terus-menerus secara cermat dan komprehensif.

Pemantauan ini dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi canggih, seperti analisis data dan pemantauan media sosial, yang dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda awal adanya perubahan sikap yang mencurigakan pada diri pegawai. Namun, pemantauan semacam ini harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip privasi pegawai dan tanpa adanya diskriminasi.

Kedua, sebagai upaya lanjutan KAI juga bisa melakukan pelatihan dan penyadaran tentang keberagaman. Pegawai harus diberikan pemahaman tentang tanda-tanda radikalisasi, efek negatifnya terhadap organisasi, dan bagaimana melaporkan perilaku mencurigakan. Pelatihan ini tidak hanya harus mencakup tindakan yang harus diambil oleh pegawai, tetapi juga memberikan informasi mengenai upaya pencegahan radikalisasi dan penguatan nilai-nilai toleransi.

Ketiga, kerja sama antara KAI dengan lembaga keamanan dan intelijen juga penting dalam deteksi dini radikalisasi pegawai. Pertukaran informasi dan data antara berbagai lembaga dapat membantu mengidentifikasi potensi ancaman dengan lebih efektif. Namun, dalam hal ini, perlu dijaga keseimbangan antara keamanan nasional dan hak privasi individu/pegawai.

Keempat, penting bagi KAI untuk membangun sistem pelaporan yang efektif dalam upaya deteksi dini radikalisasi pegawai. KAI harus memiliki saluran pelaporan yang terbuka dan aman bagi pegawai yang ingin melaporkan perilaku atau tindakan mencurigakan. Pegawai yang melaporkan informasi harus merasa yakin bahwa identitas mereka akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan ada tindakan balasan yang merugikan pihak yang melaporkan.

Kelima, selain empat poin di atas, juga penting bagi KAI untuk menerapkan tindakan preventif. KAI dapat mengembangkan program pembinaan mental dan spiritual bagi pegawai, serta meningkatkan komunikasi internal yang positif. Langkah-langkah ini dapat membantu mencegah rasa isolasi yang dapat mendorong individu menuju pandangan ekstrem.

Dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi, keragaman, dan keamanan, KAI dapat menghadapi potensi ancaman radikalisasi dengan lebih baik dan memastikan kelancaran operasional serta keselamatan perjalanan kereta api bagi pengguna atau masyarakat

Facebook Comments