Lima Peran Ibu dalam Mencetak Generasi Anti Radikalisme

Lima Peran Ibu dalam Mencetak Generasi Anti Radikalisme

- in Faktual
134
0
Lima Peran Ibu dalam Mencetak Generasi Anti Radikalisme

Tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu. Sungguh, ibu merupakan makhluk luar biasa yang memiliki peran besar dalam perjalanan hidup manusia. Sejak manusia belum lahir, ibu sudah tirakat dan berjuang untuk calon anak-anaknya. Maka tidak berlebihan manakala terdapat Hafiz Ibrahim, seorang penyair kenamaan, mengungkapkan bahwa “Al-ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyiban a’raq (Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya)”.

Dalam bidang mencetak generasi anti radikalisme, ibu memiliki peran yang sangat besar. Pertama, bayi dalam kandungan. Upaya fisik mencetak generasi anti radikalisme yang dapat dilakukan ibu ketika bayi dalam kandungan adalah dengan memberikan stimulasi-stimulasi lembut. Beberapa stimulasi yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan sentuhan, cahaya, hingga suara. Pemberian stimulasi ini tidak hanya bermanfaat untuk percepatan perkembangan fisik dan otak bayi namun juga hati yang lembut.

Kedua, bayi lahir. Ketika bayi lahir, stimulasi yang dapat dilakukan ibu adalah pemberian kasih sayang dengan cara dekapan dan pemberian gizi pertama kepada anak-anaknya. Ia dapat mempraktikkan dengan berusaha memberikan IMD (inisiasi menyusu dini). Kegiatan ini sangat penting, karena selain untuk kesehatan fisik juga kesehatan mental. Dengan adanya dekapan dan pemberian kebutuhan (minuman) maka anak akan merasa tenang dan nyaman sehingga akan menjadi pondasi kuat dalam menapaki perjalanan kehidupan di masa-masa mendatang.

Ketiga, bayi baru lahir sampai 6 bulan. Pada usia ini, ibu dapat memberikan ASI (air susu ibu) eksklusif. ASI esklusif atau pemberian ASI untuk bayi sejak baru lahir hingga berumur 6 bulan tanpa digantikan oleh minuman serta makanan lain memiliki manfaat yang sangat besar. Di antara manfaat besar pemberian ASI eksklusif dalam upaya mencetak generasi anti radikalisme adalah memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak. Dengan pemberian ASI eksklusif, dipastikan ibu dan anak sering melakukan kontak fisik. Selain kulit ibu dan anak bersentuhan, dalam pemberian ASI, seorang ibu juga dipastikan memberikan sentuhan hingga senandung yang menenangkan. Semua merupakan ekspresi kasih sayang yang diberikan ibu kepada anak sehingga anak akan mengoleksi tumpukan kasih sayang yang akan berkembang hingga menjadi kepribadian di masa mendatang.

Keempat, anak usia balita. Pada usia ini, ibu bisa mengajak dan mengarahkan anak untuk bermain. Selain bermanfaat untuk perkembangan fisik dan kecerdasan otak, bermain juga mengembangkan anak untuk bisa memiliki sifat kebersamaan. Dengan bermain bersama ibu dan rekan-rekan seusia, seorang anak akan cakap dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Ia pun akan berkembang menjadi pribadi yang inklusif, terbuka dan bisa memahami lingkungan dan orang lain, meski berbeda dengan kondisi dirinya.

Di sini, seorang ibu tidak dapat sendirian. Dalam rangka mengembangkan diri anak melalui bermain, ibu bisa memasukkan anak ke lembaga pendidikan usia dini atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Di sana, anak akan diajak bermain oleh para guru. Namun demikian, permainan yang diberikan memiliki makna yang besar dalam pendidikan dan perkembangan anak. Sebagai misal, kegiatan bermain bola yang diajarkan guru PAUD memiliki sejuta manfaat. Dengan melempar bola, anak akan berkembang secara fisik. Dengan mengelompokkan bola sesuai warna, anak dilatih untuk bisa mengetahui batasan-batasan. Kegiatan ini sangat penting untuk anak-anak sehingga di masa mendatang, ia sudah terbiasa memilah hak diri sendiri dan orang lain. Maka pencegahan kezaliman terhadap orang lain pada dasarnya dimulai sejak anak masih belia.

Kelima, anak usia sekolah. Pada masa ini, ibu memiliki peran dalam memilih sekolah yang cocok untuk anak-anaknya. Sekolah merupakan rumah kedua seorang anak. Di sekolah, seorang anak akan mengembangkan kemampuan otak dan perilaku. Ketika lingkungan sekolah nyaman, penuh dengan nuansa keakraban, maka seorang anak akan berkembang menjadi pribadi yang menyamankan. Sebaliknya, jika lingkungan sekolah penuh dengan nuansa permusuhan maka jiwa permusuhan pun pelan-pelan akan masuk ke dalam diri anak. Untuk itulah, ibu bersama ayah harus bisa mencarikan dan memasukkan anak ke sekolah yang tepat. Carilah sekolah yang bukan hanya unggul dalam bidang perkembangan otak namun juga yang mampu mengembangkan hati sehingga menjadi pribadi yang penyayang.

Upaya-upaya yang dilakukan ibu sejak dalam kandungan hingga usia sekolah ini masih bisa diteruskan dengan mengarahkan anak untuk bekerja, bahkan menikah dengan lingkungan ataupun pasangan yang menyamankan. Bagaimanapun, lingkungan dan pasangan memiliki peran besar dalam mencetak pribadi seorang anak. Dan di sini, ibu merupakan orang pertama harus bisa mengambil hati dan mengarahkan anak-anaknya.

Upaya mulia ini terlihat sepele namun tanpa adanya komitmen dan kerja sama, tidak akan dapat dilakukan ibu dengan baik. Maka dari itu, seorang ibu harus memiliki komitmen dan menjalin kerjasama dengan pasangan dan pihak-pihak terkait. Dengan begitu, upaya ini akan mampu menelorkan hasil yang maksimal. Anak bukan saja tidak terkena jerat radikalisme namun justru memiliki sumbangsih besar dalam memerangi radikalisme. Semua ini bisa terlaksana berkat peran sentral ibu.Wallahu a’lam.

Facebook Comments