Semua aksi peledakan bom dan bom bunuh diri yang terjadi di tengah keramaian yang meluluh lantahkan bangunan, menghancurkan lingkungan, menewaskan banyak manusia yang tidak berdosa, memporakporandakan gedung rumah dan perhotelan, menghancurkan indahnya kebersamaan dan persaudaraan, serta menjauhkan hidup dan kehidupan yang damai dan mendamaikan belakangan makin sering dilakukan oleh pemuda yang sedang galau hatinya, kacau pikirannya, risau batinnya.
Akibatnya, aksi ini hanya akan membinasakan diri sendiri, menghancurkan masa depannya, menyesatkan kehidupan ukhrawi-nya, dan kalau mengatasnamakan agama atau hasil tafsiran yang diyakininya dapat merusak konsepai asli agama itu sendiri, seolah-olah ada agama yang membawa ajaran anarkis, sementara semua manusia meyakini bahwa agama diturunkan oleh Tuhan untuk menuntun umat dan penganutnya untuk hidup damai, tenteram, aman dan sejahtera.
Dalam diri pemuda hari ini ada banyak yang mengalami guncangan jiwa dan kegelisahan hati yang memaksa mereka untuk memperturutkan hawa nafsu, larut dalam kehidupan yang serba hedonis, mudah melakukan aksi tawuran antara lorong bahkan antara sesama univeritas, berbuat anarkis dan tidak memiliki jati diri berbangsa dan beragama, mereka tidak mengenal arah dan tujuan hidup, tidak siap menghadapi hari esok yang lebih pasti, sosok pemuda yang demikian itulah yang tampil menjadi pahlawan kesiangan, memiliki militansi yang berapi-api, semangat perjuangan hidup yang menggelora, namun tidak diimbangi dengan pengetahuan yang luas, ilmu yang memadai, serta keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja.
Kondisi dan gambaran jiwa serta prilaku banyak pemuda tersebut sudah sepatutnya menjadi perhatian semua kalangan, mulai dari orang tua di rumah, guru di sekolah, dosen di kampus yang kesemuanya dimaksdukan untuk mempersiapkan strategi dalam membina dan mengarahkan para pemuda agar dapat terhindar dari perilaku dan aksi anarkis yang merusak tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan beragama.
Pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari, tetapi jika kita aware terhadap para pemuda dan generasi harapan bangsa untuk berbenah diri, mempersiapkan diri melanjutkan estafet tongkat kepemimpinan bangsa, namun jika masyarakat dan tokoh bangsa tidak memberi ruang bagi generasi muda untuk berkreasi, beraktifitas, mengembangkan bakat dan minat yang mereka miliki dan minati, maka para pemuda akan terbawa arus urban lifestyle – gaya hidup perkotaan, di mana semuanya serba instant, arus hedonisme, gelombang hidup liberal tanpa ikatan moral kebangsaan dan etika keberaagaman.
Pengaruh paham radikal anarkis bagi generasi muda harapan bangsa sangat kencang hadir dan membentuk watak dan mental para pemuda seolah tidak dapat lagi dibendung, gaya hidup perkotaan, pilihan menu pergaulan yang serba instant, pengaruh media sosial yang mewarnai separuh kehidupan generasi muda, turut mempercepat perilaku hidup pemuda untuk menjadi kritis yang anarkis bukan watak yang kritis akomodatif. Menjadi militan yang bermodalkan semangat semata tanpa dilandasi dasar pengetahuan yang komprehensif akulturatif. Semangat militan dan mudah beraksi anarkis itulah yang dimasuki paham radikal anarkis dengan mudah.
Mengimbangi arus yang menggerus generasi muda terpengaruh paham radikal dan terpapar penanaman kebencian dan penyebaran permusuhan, upaya dan strategi kontra radikal harus terus ditingkatkan. Model dan bentuk strategi yang dimaksud dapat ditempuh melalui media diskusi, dialog, sosialisasi, bahkan menggunakan istilah ‘ngopi bareng’ pun dapat ditempuh seperti upaya yang dilakukan Badko Himpunan Mahasisa Islam (HMI) Sulselbar dengan menghadirkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme RI Komisaris Jenderal Polisi Drs. Suhardi Alius, MH sebagai pembicara kunci dalam topik perbincangan “Pemuda, Radikalisme dan Masa Depan NKRI”. Menghadirkan juga pakar dan akademisi guru besar UIN Alauddin Makassar Prof. DR. Qasim Mathar, MA, dan Ir. Muhammad Ramadhan Pomanto Walikota Makassar.
Pemuda siap tampil membangun sinergitas dan bangkit meningkatkan imunitas antara organisasi kepemudaan, organisasi intra dan ekstra kampus di seluruh universitas, institut dan sekolah tinggi. Jika semua elemen pemuda bergerak maju mempersiapkan diri sebagai pemimpin dan bangkit menangkal radikalisme yang kian hari kian menjadikan komunitas kawula muda sebagai objek dan sasaran, masa depan negara kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh dan tangguh. Aksi bom bunuh diri yang semua dilakukan pemuda baik di tengah keramaian maupun yang dilakukan bukan di tengah khalayak ramai dapat pula dicegah paling tidak diminimalisir.
Solusi lain yang dapat membangkitkan jiwa pemuda untuk ikut menangkal radikalisme adalah keteladanan dari seluruh segenap lapisan masyarakat dan seluruh komponen bangsa, pemuda tidak boleh disudutkan, disalahkan, diabaikan atau dibiarkan jalan sendiri. Mereka membutuhkan pendamping dan pembina yang dapat dijadikan suri teladan dalam segala aspek kehidupan.
Masa depan NKRI terletak di tangan para pemuda hari ini, konsepsi bernegara dan berbangsa telah dirumuskan dalam empat konsensus dasar berbangsa. Semua itu harus diracik menjadi sebuah menu yang siap santap dan terhidang di atas meja zaman para pemuda. Jika tidak diracik ulang dan hanya tersimpan cantik dipandang dalam sebuah lemari etalase, hanya dipelajari di bangku sekolah hingga di meja kuliah.
Para pemuda sangat berpotensi untuk menyantap ideologi radikal yang disajikan secara bertubi-tubi melalui banyak media, para pemuda banyak yang mengalami krisis jati diri, bahkan telah nyata dan terbukti puluhan pemuda yang berusia antara 15 sampai dengan 30 tahun melakukan aksi bom bunuh diri. Ini tampak misalnya, dari aksi penyerangan terhadap aparat keamanan seperti yang dilakukan oleh Sultan Aziansyah di kantor polisi Cikokol Tangrang dan aksi Nurrahman di Mapolres Surakarta sehari sebelum hari raya idul fitri tahun 2016. Termasuk pula aksi bom bunuh diri yang dilakukan Syarif di masjid polres Cirebon tahun 2012, belum lagi ratusan pemuda yang berangkat ke wilayah konflik melampiaskan birahi politiknya dan menumpahkan semangat jihad yang membawa alamat palsu.
Tentu aksi kejahatan bom bunuh diri yang dilakukan oleh pemuda tidak dapat dibiarkan dan tidak dibenarkan dalam semua aturan, norma dan etika terlebih sangat bertentangan dengan semua ajaran agama dan tidak ada agama yang membawa misi agar umatnya berlaku anarkis. Tetapi mengapa semua aksi tersebut paham dan interpretasi keagamaan yang selalu menjadi alasan pembenaran? Di sinilah peran tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi menjelaskan kepada seluruh pemuda hakekat beragama dan berbangsa secara holistik.
Banyak pemuda yang hanya bermodalkan semangat dan militansi tanpa pengetahuan yang memadai dalam melakukan aksi radikal anarkis. Peran lain tokoh agama dan tokoh masyarakat tidak membiarkan terjadinya tafsiran yang monopolis terhadap istilah-istilah keagamaan yang suci, hanya karena ingin melegitimasi aksi anarkisnya dan berlindung di balik pesan keagamaan yang diinterpretasi untuk membenarkan aksi radikal anarkis seperti yang dipahami bahkan diyakini banyak pemuda yang terpapar dengan paham yang berkembang dalam banyak literatur dan narasi-narasi keagamaan.
Kontra narasi terhadap istilah yang ditafsir secara monopolis oleh kelompok radikal anarkis sebagai solusi yang mencerahkan bagi seluruh pemuda yang hanya bermodalkan semangat dan militansi yang melangit tanpa diimbangi dengan pengetahuan yang holistik komprehensif dan akultutatif sesuai prinsip dasar nilai-nilai ajaran syariat Islam, yaitu sholihun li kullizamaninwamakanin – elastis, sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Pemuda yang bangkit menangkal radikalisme dan anarkisme memiliki prinsip dan jati diri menjadi dirinya sendiri bukan dengan membawa kebesaran orang tua dan leluhurnya.