Puasa, Jihad Menahan Laku Radikal

Puasa, Jihad Menahan Laku Radikal

- in Narasi
1523
0

Marhaban ya Ramadhan. Kini, kita telah memasuki bulan yang penuh dengan kemurahan dari Allah SWT. Segala bentuk amal perbuatan baik akan diberikan ganjaran hingga ribuan kali lipat dibandingkan dengan yang dikerjakan di bulan lain. Bahkan, seorang muslim yang mengerjakan puasa di bulan Ramadhan akan mendapatkan ganjaran yang tiada tara, saking besar/banyaknya. Maka, menjadi prasarat yang mesti dipenuhi oleh setiap muslim agar dapat mengerjakan beragam peribadatan dengan baik adalah adanya ketenangan. Jangan sampai ada muslim yang terganggu dalam bercengkerama dengan Tuhannya lantaran ada kelompok pengganggu lantaran melakukan tindak radikal.

Secara pribadi, penulis mengklasifikasikan tindak radikal menjadi dua, yakni tindak radikal akbar (besar) dan asghar (kecil). Keduanya harus di-puasa-i karena jika dilakukan akan menimbulkan kemadzaratan di muka bumi. Tindak radikal akbar merupakan perbuatan kekerasan yang dapat menyebabkan kerusakan secara besar-besaran, semisal melakukan bom bunuh diri. Sementara, tindak radikal asghar adalah memaksakan kehendak kepada kelompok lain yang berbeda pemahaman dalam urusan agama, misal seorang muslim menegur cara berpakaian kelompok lain di depan publik sehingga menimbulkan rasa malu.

Kedua bentuk tindak radikal tersebut sama-sama memiliki potensi menjadikan seorang muslim terganggu dalam melakukan peribadatan di bulan suci Ramadhan. Tindak radikal akbar jelas-jelas dapat mengganggu bahkan menghalangi seorang muslim beribadah. Sehingga, di sini penulis tidak begitu banyak menyinggung tindak radikal akbar yang dapat menghalangi seseorang beribadah di bulan Ramadhan.

Sementara, tindak radikal asghar sebagaimana contoh di atas sejatinya tidak banyak disadari oleh pelaku. Namun demikian dalam kenyataannya, orang yang menjadi objek akan merasakan dampak psikologis yang tidak baik. Dengannya, ia akan enggan melakukan perbuatan baik. Sebagai misal, ketika ada seseorang yang meyakini bahwa berpakaian dengan celana panjang yang menutupi mata kaki tidak masalah ketika melakukan shalat. Ia berpendapat bahwa berpakaian seperti itu tidak menimbulkan dirinya sombong sehingga tidak mengapa ia melakukan shalat dengan pakaian panjang. Namun demikian, ketika ia berada di masjid ataupun mushala terdapat kelompok lain yang dengan keras menyuruh setengah memaksa agar melipat pakaian tersebut. Alhasil, orang tersebut akan merasa sakit hati dan enggan kembali ke masjid ataupun mushala karena merasa tidak nyaman dengan keadaan.

Sungguh, kelompok radikalis merupakan kumpulan orang-orang yang berupaya menegakkan nahi munkar (mencegah kemungkaran). Namun demikian, hal yang mesti diingat bahwa kemungkaran yang mereka yakini (untuk tidak mengatakan ‘imani’) tidak mutlak benarnya. Bisa saja perkara yang mereka yakini sebagai kemungkaran adalah kebaikan menurut kelompok lain, bahkan sejatinya baik. Sementara, perkara yang mereka yakini baik bisa jadi munkar. Begitu seterusnya.

Dalam pada itulah, tidak pantas seorang muslim memaksakan kehendak kepada orang lain untuk bisa mengikuti apa yang diyakininya. Lebih-lebih, cara yang mereka gunakan adalah dengan cara yang tidak etis (baca: radikal). Karena, tindak radikal yang mereka lakukan bukan akan menjadikan orang lain mengikuti apa yang diinginkan pelaku. Justru, orang yang mendapat perlakuan radikal akan semakin takut kepada pelaku radikal. Jika toh mereka menuruti perintah pelaku radikal, itu bakan karena mereka mengamini perkataan pelaku malainkan melakukan karena merasa tertekan.

Kaitannya dengan pelaksanaan ibadah di bulan suci Ramadhan, ketika terdapat kelompok yang melakukan tindak radikal, maka kuantitas dan kualitas umat muslim dalam beribadah akan menurun. Jika ini yang terjadi, sungguh sangat disayangkan karena kenyataan ini berarti umat muslim tidak bisa memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT dengan baik.

Sebagai solusi, kita mesti mengingat bahwa perbedaan merupakan sunatullah yang tidak mungkin dapat dihilangkan. Jangankan perbedaan pandangan antara satu kelompok dengan kelompok lain, satu orang saja bisa berbeda pendapat manakala waktu sudah berubah. Sebagai misal, kita sering meyakini sesuatu yang baik di masa lalu namun sekarang terlihat baik. Sehingga, hal yang perlu dipupuk dalam menjaga perbedaan sehingga tetap tercapai keharmonisan adalah memupuk toleransi (tasamuh) antara satu kelompok dengan kelompok lain. Dengan begitu, diharapkan bulan Ramadhan kali ini bisa semakin berkualitas. Wallahu a’lam.

Facebook Comments