“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu kita tidak akan mau
menyerah kepada siapa pun juga.” Bung Tomo (1920-1981), pejuang
kemerdekaan RI “
Pekikan kata-kata di atas digelorakan oleh Bung Tomo ketika serdadu NICA yang diboncengi Belanda memporak-porandakan Surabaya. Kalimat yang memantik para santri, tokoh agama, dan elemen masyarakat lainnya itu mencuat tepat pada 10 November 1945. Dan momentum inilah menjadi babak menentukan bagi sejarah kemerdekaan Indonesia, yakni tetap merdeka dan hidup mulia, atau hidup hina di bawah kungkungan penjajahan asing yang tak punya hati nurani. Namun secara kompak dan penuh komitmen, segenap bangsa Indonesia bersatu untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia sampai titik darah penghabisan, merdeka atau mati!
Berkat campur tangan Tuhan yang Maha Esa dan perjuangan segenap masyarakat Indonesia kala itu, Indonesia berhasil memukul mundur pihak asing. Dan saat itu pula lah, 10 November dinobatkan sebagai Hari Pahlawan Nasional. Tentu kisah perjuangan para pahlawan tidak sesingkat dan semudah yang telah digambarkan. Akan tetapi, yang jelas adalah, bahwa negeri ini dibangun berdasarkan jerit-payah dan bahkan sampai menumpahkan dara serta mengorbankan nyawa masyarakat Indonesia yang tidak hanya satu atau puluhan saja, melainkan lebih banyak lagi.
Kenyataan tersebut sudah syogyanya diambil hikmahnya. Mendoakan para pahlawan yang gugur dalam medan peperangan dan yang sudah gugur karena usia, adalah sesuatu yang tak perlu ditunggu-tunggu momentumnya. Stiap hari, bahkan setiap detik, kita harus mendoakannya. Sementara peringatan Hari Pahlawan Nasional lebih dimaknai sebagai refleksi bagi generasi pengisi kemerdekaan dan penerus bangsa untuk mengambil spirit para pahlawan yang berjuang kala itu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Makna ini kemudian “disederhanakan” menjadi sosok yang berjasa bagi agama, nusa, dan bangsa.
Tanpa bermaksud “memperkosa” atau mereduksi makna dan hakikat pahlawan, sesungguhnya pemuda yang peduli terhadap kemajuan bangsa dan negara Indonesia adalah pahlawan.
Pemuda adalah Pahlawan Zaman Now
Dengan demikian, pemuda yang serius dan mempunyai komitmen tinggi terhadap eksistensi NKRI dan kemajuan Indonesia adalah pahlawan zaman now. Sebagai pahlawan, lantas apa tantangan pemuda zaman sekarang? Dari sekian banyaknya tantangan yang harus dijawab sekaligus diselesaikan oleh segenap pemuda Indonesia saat ini, ada dua tantangan yang mendsak untuk direspons dan disikapi serta dicarikan jalan keluarnya. Ya. Tidak lain dan tiada bukan ialah menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan merawat ideologi Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi negara selalu mendapatkan terjangan dari berbagai sisi, baik intern maupun ekstern. Dalam posisi inilah, pemuda dituntut berkiprah sesuai dengan tantangan zamannya. Dalam konteks dewasa ini, masalah Pancasila tidak terbatas pada level implementasinya, melainkan sudah disoal akan eksistensinya bahkan diragukan “kesaktiannya”.
Benar. Atas nama dakwah, sebagian kecil kelompok, membeberkan betapa Pancasila adalah thagut dan sistem demokrasi adalah kufur. Tidak segan-segan, kelompok ini “menjual” label ulama sebagai penguat legitimasinya. Jadi, bagi kelompok ini, ulama tidak sepakat dengan Pancasila.
Sontak. Merespon kondisi kekinian itu, dalam beberapa kesempatan, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (Panglima TNI) mengatakan, kalau ada yang mengaku ulama atau pihak lain, ingin mengubah ideologi Pancasila, maka mereka sudah pasti orang-orang yang disusupi dari luar dan dibayar untuk menghancurkan Indonesia.
Dalam posisi inilah, pemuda harus mampu hadir untuk menydahi informasi yang keliru sebagaimana digambarkan sebelumnya. Kalau bukan pemuda, lalu pada siapa lagi kita berharap? Pemuda selalu dibutuhkan kontribusinya, baik sebagai pengawal perjalanan bangsa maupun sebagai tonggak perubahan ke arah perbaikan bangsa.
Setidaknya, dalam kaitannya pemuda sebagai penjaga ideologi Pancasila, setidak-tidaknya ada satu atau dua cara yang perlu dilakukan oleh pemuda. Pertama, menghidupkan nilai-nilai Pancasila. Jumhur ulama Indonesia, dengan sadar dan penuh ketelitian, mengakui Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Jadi, jika ada yang menyoal eksistensi dan kesaktian Pancasila, orang atau kelompok tersebut tidak tahu apa-apa dan wawasan keislaman dan kebangsaan lemah.
Untuk itu, yang diperlukan saat ini adalah menghidupkan nilai-nilai Pancasila. Pemuda sebagai kaum terdidik dan mempunyai semangat yang luar biasa diharapkan bisa menjadi teladan terkait penerapan nilai-nilai Pancasila yang baik dan pas di dalam masyarakat. Jika yang demikian tercipta, maka masa depan Pancasila akan baik-baik saja dan kelompok yang hendak mengganti ideologi Pancasila, tidak akan bisa menemukan celah sedikitpun. Puncaknya, Pancasila akan melibas ideologi lainnya.
Kedua, mencerdaskan diri dan orang lain agar bisa berfikir jernih. Survei Alvara Research Center tentang Peta Pandangan Keagamaan di Kalangan Profesional menyebutkan bahwa 29.6% profesional setuju bahwa Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan Islam secara kaffah. Secara spesifik, jika khilaf sebegai bentuk negara, responden yang setuju sebanyak 16.0%, dan sebanyak 84.0% menyatakan bahwa bentuk negara yang ideal untuk Indonesia adalah NKRI dan Pancasila sebagai ideologinya.
Data tersebut memberikan tonjokan kepada pemuda bahwa masih ada (sekalipun jumlahnya sedikit) yang terpengaruh oleh ideologi lain. Penulis melihat bahwa khilafah bukan sistem yang buruk. Akan tetapi kita harus cerdas. Artinya, kita (pemuda) harus bisa memilih dan memilah mana yang terbaik diantara yang baik. Dalam konteks Indonesia, ideologi Pancasila adalah yang terbaik. Ini hanya bisa diterikan oleh pemuda yang tercerahkan! Maka, bagi pemuda yang sudah tercerahkan, tanggung jawab selanjutnya adalah mencerahkan khalayak lainnya.
Menjaga Keutuhan NKRI
Konsekuensi pengakuan dan pengamalan Pancasila sebagai ideologi, falsafah, dan dasar negara Indonesia adalah hidup rukun, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, toleransi dan mengedepankan perdamaian. Namun, cita-cita tersebut agak sedikit banyak terjanggal oleh kelompok radikal. Untuk itu, pemuda Indonesia harus bangkit melawan segala bentuk radikalisme yang menjadi ancaman nyata bagi keutuhan NKRI. Kebangkitan itulah, sumpah pemuda zaman now.
NKRI harga mati tidak bisa dibiarkan berhenti dalam tataran wacana yang terbungkus dalam kata-kata. Ia harus merasuk ke dalam ruh setiap individu, dan kemudian dikeluarkan dalam bentuk kesetiaan terhadap NKRI. Melawan dari segala bentuk gerakan yang hendak menghancurkan bangunan NKRI, seperti ideologi transnasional yang hendak menggantikan Pancasila. Menjaga NKRI sampai titik darah penghabisan adalah pekikan pahlawan yang relevan pada hari ini dan selamanya.