Indonesia selaku Negara yang berdiri berbangsa –bangsa dari berbagai macam multikutur, multi etnis dan agama. Masih banyak persoalan Intoleransi yang menyebar di segala aspek masyar;akat dari para elit sampai masyarakat bawah. Intoleransi akhir-akhir ini memanas seringkali dari aspek perbedaan agama dan etnis. Fenomena etnosentrisme yang kini merebah di mata rantai masyarakat dengan banyak terjadi aksi persekusi karena perbedaan golongan keagamaaan, hingga ujaran kebencian di media sosial. Ketika dunia memasuki era digital dan media sosial adalah wadah utama dalam masa ini, penyebaran radikalisme acap kali dilakukan menggunakan media sosial. Kecepatan dan kemudahan adalah alasan mengapa media sosial kerap dipakai oleh oknum-oknum menyebarkan paham radikalisme.
Penyebaran paham radikalisme, menurut kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, pada beberapa seminar para relawan millennial cerdas bermedia sosial, menyebutkan bahwa ada beberapa ciri-ciri situs web yang disebut radikal. Di antara ciri tersebut antara lain, memiliki konten ideologi radikalisme dan terorisme, melakukan penghasutan yang bermuatan sara, menyebarkan pemahaman menjelekkan kelompok lain, menyebarkan pemahaman jihad yang sempit dan jauh dari kedamaian. Paham ini bersifat sangat provokatif pada pengguna media sosial yang mengajak untuk anti pancasila dan mengganti khilafah. Dibawah ini ada beberapa point generasi millenial, untuk memahami kesadaran bersama sosial media damai.
Pertama : Bagi pemuda millenial masa kini harus lebih cermat melihat fenomena radikalisme pada media sosial. Lalu, bagaimana kita menyikapi fakta ini? Jika kita memang menjadi anak bangsa yang peduli, harusnya mulai tergerak. Jika selama ini Anda menjadi pengguna sosial media yang pasif, jadilah pengguna yang aktif. Jangan hanya mengupdate informasi, tapi juga jadilah penyebar informasi. Apa yang disebarkan? Informasi-informasi yang mengandung kedamaian. Informasi yang menjadi inspirasi agar seseorang bisa berubah. Informasi yang berisi toleransi, ajakan untuk saling membantu antar sesama. Informasi dan ajakan positif ini, harus terus menghiasi sosial media dan dunia maya.
Baca juga :Milenial Merawat Kewarasan Publik Lewat Media Sosial
Kedua : Bagi pemuda millenial harus bisa bersinergi dengan beberapa komunitas atau organisasi yang mempunyai pemahaman yang sama terkait ke Indonesiaan dari pentinya menjaga persatuan dan kesatuan. Kenapa? Agar sosial media dan dunia maya tidak dipenuhi dengan ajakan dan informasi yang menyesatkan. Bayangkan apa yang terjadi, jika unsur kebencian mendominasi dunia maya? Pada masa mendatang, justru akan melahirkan generasi yang penuh kebencian. Generasi yang merasa paling benar, dan tidak menghargai orang lain. Apa yang terjadi jika dunia maya dijadikan area untuk memaksa seseorang, mengikuti kelompok radikal? Keberagaman dan toleransi yang menjadi karekter bangsa kita, pelan-pelan akan mulai terkikis. Karena mereka melihat manusia lain diluar kelompoknya salah. Bahkan, manusia yang non muslim, dianggap kafir. Jika pemahaman ini dibiarkan terus beredar di dunia mya, tentu akan sangat merusak tatanan yang sudah ada.
Ketiga : Jadilah pribadi yang damai. Pribadi yang aktif menyebar kedamaian. Tidak hanya dalam dunia nyata, tapi juga dalam dunia maya. Mulai aktiflah menghiasa dunia maya dengan informasi yang menyejukkan. Gunakanlah jurnalisme damai, untuk mengajak semua orang berpikir positif. Gunakanlah jurnalisme damai, untuk meminimalisir maraknya aksi kekerasan di negeri ini. Dengan jurnalisme damai, tatanan kehidupan yang tenteram, saling membantu dan toleran diharapkan bisa terus terjaga.
Beberapa point tentang pentingnya bagi generasi millenial untuk membuka kesadaran bersama yang bersifat aktif dan reaktif, mengajak dan menularkan kesadaran membumikan citra perdamaian di sosial media. Framming gerakan bersama peduli damai media sosial ini menjadikan landasan bahwa generasi millenial Indonesia “keren” dengan cinta damainya.