Setiap orang mempunyai potensi di sosial media untuk menjadi influencer, mereka yang mempunyai banyak followers dan memiliki pengaruh yang kuat. Namun tidak semua influencer sadar perannya sebagai tangan panjang dari budaya pop atau budaya baru yang masuk ke Indonesia. Mereka mempunyai peranan yang strategis dalam membentuk budaya masyarakat dunia maya, bahkan hingga dipraktikkan dalam dunia nyata.
Seorang influencer yang bergerak dalam bidang hiburan, mereka akan cenderung membuat konten yang sedan viral di luar negeri atau di dalam negeri untuk memenuhi konten kekinian. Misalnya budaya pop, seperti Kpop, Tiktok yang sempat viral, biasanya akan dibawakan oleh seorang influencer untuk menyajikan konten yang kekinian dan disukai oleh masyarakat. Konten yang dibawakan oleh influencer cukup memengaruhi gaya hidup generasi millennial. Mereka akan mengikuti dengan membuat konten seperti yang dibuat oleh si influencer tersebut, apalagi yang bersifat tantangan.
Sedangkan influencer yang bergerak dalam bidang dakwah, apa yang disampaikan dan yang dipersepsikan olehnya akan memengaruhi jamaah di sosial medianya. Misalnya ada salah seorang influencer yang mempromosikan cara menjadi wanita dan pria yang shalihah dan shalih yaitu dengan mengenakan jilbab yang besar dan memakai cadar, kemudian yang pria memakai celana di atas mata kaki. Apa yang dipersepsikan si influencer tentang wanita shalihah dan pria shalih akan memengaruhi gaya hidup pengikutnya di media sosial. Sehingga dari persepsi tersebut, muncullah banyak orang yang menggunakan jilbab panjang dan celana di atas mata kaki dianggap islami, namun memiliki kedangkalan keagamaan karena ukuran shalihnya hanya diletakkan pada pakaian.
Seorang influencer dalam bidang ketokohan politik atau tokoh publik, pandangan dia tentang sesuatu juga akan membuat banyak orang terpengaruh. Pandangan tentang pemerintah misalnya, apabila ia mempunyai perspektif bahwa pemerintah saat ini sedang menzhalimi umat Islam, tidak berpihak para ulama, semua infrastrukturnya jelek dan lain sebagainya, maka banyak orang juga akan berpengaruh. Padahal seorang influencer ini mempunyai agenda mendukung salah satu calon presiden, ia mempunyai kepentingan politik praktis.
Transformasi Budaya
Berkembangnya globalisasi akan beriringan dengan berkembangnya budaya baru. Apabila menelan mentah-mentah budaya yang baru dan memasukkan ke budaya hidup kita, maka akan kehilangan identitas sosial yang telah lama dibangun. Apakah budaya lama akan ditinggalkan, ketika terdapat budaya baru? Jelas tidak. Budaya lama akan menjadi identitas sosial dan menjadi ruh dalam kehidupan kita, namun juga tidak menutup kemungkinan untuk menerima budaya baru.
Baca juga :Gerakan Framming Cinta Damai di Dunia Maya
Budaya jangan dipahami hanya sebatas sebuah produk kesenian. Kebudayaan bisa didefinisikan bagaimana manusia hidup, berinteraksi dengan orang lain atau kelompok. Budaya juga masuk dalam kehidupan sosial manusia (human sosial life).
Saat ini, seorang influencer menjadi salah satu penggerak budaya masyarakat. Mereka menjembatani budaya baru yang awalnya tidak dikenal masyarakat, kemudian dikenal oleh masyarakat. Influencer juga berperan sebagai jembatan antara kepentingan pasar, ideologi dan membangun basis masyarakat. Influencer saat ini juga bisa berperan sebagai corong kepentingan partai politik, atau salah seorang calon pemimpin. Mereka juga sangat mempunyai potensial untuk melakukan transformasi budaya, yang awalnya berorientasi pemenuhan ekonomi, melanggengkan ideologi, kekuasaan, namun bisa juga berorientasi pada edukasi dan melakukan upaya perdamaian.
Seorang influencer jangan hanya sebatas membawakan budaya baru kemudian dijadikan konten dan ditelan mentah-mentah oleh pengikutnya. Mereka bisa mentransformasikan budaya yang jauh dari nilai-nilai edukatif, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia kemudian dijadikan sebagai sebuah budaya yang mempunyai nilai edukasi bagi masyarakat. Memang susah, melainkan itu harus dimulai dari sekarang agar masyarakat kita tidak menelan mentah-mentah setiap kebudayaan yang bisa merusak generasi muda.
Kaitannya dengan peran pasar dan agama, influencer juga harus menyadari bahwa apa yang dipersepsikan mereka tentang agama dan produk budaya jangan sampai membuat pendangkalan. Misalnya, ada dalil tentang menutup aurat dengan jilbab, dan memperkuat tradisi berhijab. Pasar menangkap peluang antara otoritas agama dengan budaya memakai jilbab. Kemudian ia mempersepsikan bahwa mereka yang shalihah adalah mereka yang berhijab lebar dan mempunyai jilbab ciri khas tertentu, bahkan ada yang mendefinisikan jilbab syar’i. Jilbab syar’i sudah membudaya di masyarakat, sehingga membuat mereka lupa apa sebenarnya berjilbab apakah hanya melalui bentuk jilbab menentukan ukuran keshalihan seorang wanita? Seharusnya seorang influencer harus mentransformasikan budaya bukan hanya melalui produk, tetapi juga melalui perilaku, dalam hal ini perilaku islami.
Salah satu yang menjadi perhatian kita adalah upaya perdamaian selain berorientasi edukatif. Seorang tokoh publik yang mempunyai kedudukan influencer di media sosial, mereka harus menyadari posisinya. Masyarakat saat ini mulai cerdas, mana mereka yang berpikir cerdas dan berorientasi pada kemaslahatan dan mana yang memikirkan kelompok dan hanya kekuasaan. Seorang tokoh publik atau pejabat pemerintahan, seharusnya jangan mengadudomba antar kelompok apalagi menjelang pemilu 2019. Mereka harus memiliki dua orientasi, yaitu mendidik masyarakat dan mempunyai tujuan yaitu perdamaian antar masyarakat.