Adu Domba dan Masa Depan Keberagamaan

Adu Domba dan Masa Depan Keberagamaan

- in Narasi
1289
0

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, dan kian kemari menghampurkan fitnah.”

Firman Allah dalam Surat Al-Qolam ayat 10-11 ini menjadi refleksi bersama di tengah kecamuk sentimen keagamaan di Rohingya, Myanmar. Saat ini, konflik panjang Rohingya semakin kompleks, sangat mudah dijadikan komoditas politik untuk adu domba antar sesama. Sangat berbahaya, kalau adu domba itu dibalut dalam sentimen keagamaan. Lihat saja foto-foto yang beredar akhir-akhir ini, bahkan seorang Tifatul Sembiring dalam akun twitternya @tifsembiring juga membagikan foto bergambar kumpulan orang-orang tertelungkup di pesisir pantai, Minggu (03/09/2017).

Tifatul Sembiring, yang juga mantan Menkominfo, sangat naif menyebarkan foto-foto Rohingya tanpa melakukan verifikasi. Bahkan ketika sejumlah netizen mengingatkannya bahwa foto itu hoax, Tifatul malah balik menuding para netizen yang mengingatkannya sebagai penyebar hoax. Sungguh ironis, mantan Menkominfo saja begitu mudah terjerumus dalam adu domba. Walaupun akhirnya Tifatul meminta maaf, karena diserang (untuk mengingatkan) oleh banyak netizen, tapi ini bukti sentimen keagamaan dalam kasus Rohingya banyak digunakan untuk politik adu domba. Ini bisa menjadi preseden buruk dalam konteks keberagamaan di Indonesia, karena sentimen ini bisa merusak kerukunan umat beragama yang sudah dijalin selama ini.

Sosok seperti Tifatul, juga netizen lainnya, seringkali lupa dengan ayat al-Quran berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada kaum tanpa mengetahui keadaannya.” (QS. Al-Hujurat, ayat 6).

Banyak sekali foto yang beredar dan status medsos yang disebarluaskan tanpa ada verifikasi. Karena dibiarkan beredar bebas dan asal membuat status, maka sentimen keagamaan makin kencang. Ini bisa menjadi fitnah berbahaya, dan bisa menjadi musibah yang merugikan semuanya, termasuk merugikan etinis Rohingya sendiri. Peringatan dalam QS Al-Qolam ayat 10-11 dan QS Al-Hujurat ayat 6 menjadi sangat tepat, sehingga umat Islam tidak mudah terjebak dalam konflik antar sesama. Umat Islam harus bisa menyingkirkan politik adu domba, sehingga bisa terus mengabarkan kasih sayang antar sesama.

Masa Depan Keberagamaan

Dalam kitab Fathul Bari (juz I, halaman 317), dijelaskan bahwa Ibnu Abbas meriwayatkan, “Suatu hari Nabi Muhammad melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar dua orang sedang disiksa di dalam kuburnya, lalu Nabi bersabda: “Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya)- lalu bersabda- benar (dalam sebuah riwayat disebutkan, “padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar”). Salah seorang diantaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba.” (HR. Bukhari).

Pelajaran (ibroh) dari hadits Nabi ini sangat berharga dalam menjaga masa depan keberagamaan di Indonesia. Mereka yang seenaknya mengadu-domba, maka siksa di alam kubur akan ditimpanya. Adu domba dengan sentimen keagamaan, bisa merusak tata kelola persaudaraan dan kerukunan antar umat beragama. Banyak yang merasa benar dengan melakukan aksi sentimen keagamaan, sebagaimana dalam hadits Nabi tersebut. Mereka yang terus merasa benar ini, mudah sekali menyalahkan orang lain. Dengan dalih persaudaraan dan ayat suci, banyak penebar fitnah dan adu domba ini terus melakukan kampanye dan propaganda yang bisa menyulut konflik.

Hadits Nabi tersebut juga kecaman bagi mereka yang menjadikan isu-isu keagamaan untuk komoditas politik. Dalam kasus foto-foto hoax, bukan saja Tifatul Sembiring saja yang seenaknya asal membagikan. Masih banyak politisi lain yang juga melakukan demikian. Kelihatan sekali ada kepentingan politik. Kasus Rohingya dijadkan komoditas politik untuk meraih simpati publik, bukan dengan aksi nyata memberikan bantuan. Dalam konteks ini, tepat yang dilakukan Nahdlatul Ulama yang menggandeng semua pihak untuk memberikan donasi dalam meringankan warga etinis Rohingya. NU juga mengajak semua pihak untuk berfikir jernih, memberikan solusi terbaik bagi masa depan keberagamaan di Indonesia. NU sangat mengecam tragedi kekerasan, jangan sampai berlanjut tanpa ada solusi, karena mempertaruhkan masa depan peradaban umat manusia.

Dalam konteks membangun masa depan keberagamaan, umat Islam bisa mengcau pada Maklumat Majlis Ulama Indonesia (MUI) terkait kasus Rohingya ini. KH Cholil Nafis (2017), Ketua Komisi Dakwah MUI, menjelaskan tujuh maklumat MUI terkait tragedi kemanusiaan Rohingya. Pertama, kembalikan keamanan di daerah Rakhine dan menghormati hak-hak masyarakat terutama penduduk yang beragama Islam. Kedua, hentikan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah dan militer Myanmar terhadap penduduk dan umat Islam di Rakhine dan di daerah lainnya di Myanmar. Ketiga, lindungi seluruh penduduk yang ada di Myanmar dan hak-haknya, baik yang Muslim maupun non-Muslim.

Keempat, berikan akses kepada lembaga kemanusiaan internasional dan dari Indonesia untuk masuk ke wilayah Rakhine guna memberikan bantuan dan pertolongan kepada masyarakat yang telah menjadi korban kekerasan. Kelima, hendaklah PBB melakukan tindakan tegas terhadap aksi brutal dan pelanggaran HAM berat terhadap etnis Rohingya. Keenam, ASEAN harus melakukan terobosan untuk menyelesaikan krisis di Myanmar. Sehingga perbuatan genosida yang terjadi di sana bisa dihentikan. Ketujuh, Indonesia segera mengambil tindakan tegas untuk perwakilan Myanmar yang berada di Indonesia (Dubes Myanmar untuk Indonesia) jika (Pemerintah Myanmar) tetap melakukan tindakan kekerasan dan pengusiran terhadap etnis Rohingya.

Maklumat MUI harus menjadi pegangan bersama umat Islam Indonesia. Jangan sampai gegagah membuat gerakan, tanpa landasan yang jelas.

Facebook Comments