Daerah perbatasan sebuah negara merupakan hal yang paling penting dijaga, demi eksistensi sebuah negara. Bela negara yang secara tersurat dalam UUD 1945 Pasal 27-30 juga UU No. 3 Tahun 2002 merupakan hak dan kewajiban setiap anak bangsa. Dalam Pasal 30 UUD 1945 dinyatakan bahwa, usaha dan pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian sebagai komponen utama, rakyat sebagai komponen pendukung. Akan tetapi, dalam realitas di lapangan ada semacam anggapan bahwa bela negara di daerah-daerah perbatasan menurut anggapan masyarakat hanyalah tugas TNI saja. Anggapan ini tentu menyalahi amanat UUD di atas.
Daerah perbatasan dalam konteks kenegaraan adalah kunci aman tidaknya suatu negara. Bila daerah perbatasan lemah dan digerogoti oleh kekuatan luar, maka keamanan dan ketenangan dalam penyelenggaraan negara menjadi tidak maksimal. Samsul Nizar (2018) dalam penelitiannya yang disampaikan dalam acara Pekan Pancasila dan Bela Negara tanggal 27 Oktober-3 November di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta menyatakan, bahwa banyak persoalan yang berkelindan di daerah perbatasan. Mulai dari penyeludupan via laut, transaksi ekonomi dan budaya yang menggiurkan, transaksi peredaran narkoba yang sangat kronis dan sistematis, TKI Ilegal (human trafficking), illegal fishing, informasi negara tetangga relatif jauh lebih baik membuat masyarakat cenderung memanfaatkan fasilitas negara tetangga, sampai kepada masuknya aliran-aliran sempalan lewat daerah perbatasan.
Masalah-masalah ini jika tidak direspons segera, bisa menimbulkan efek yang berkepanjangan. Dampak yang ditimbulkan –masih menurut penelitian Samsul Nizar –sangat banyak, dan ini bisa mengancam keutuhan NKRI. Dampak itu di antaranya, adanya ketergantungan dengan negara tetangga, munculnya arogansi negara tetangga dengan memandang rendah masyarakat perbatasan, kesewenang-wenangan atas wilayah perbatasan (dengan mengambil ikan dan penyeludupan di wilayah NKRI), dan munculnya sikap minder complex masyarakat perbatasan. Maka dalam konteks ini, peran melenial dalam ikut serta bela negara di daerah perbatasan sangan diharapkan oleh negara.
Aksi Nyata Milenial
Dalam konteks ini, milenial –sebagai generasi yang paling banyak masuk dalam bela negara sesuai dengan UUD 1945 –harus berperan aktif. Aksi nyata milenial dalam menanggulangi masalah-masalah yang disebutkan di atas bisa melalui dua cara: tindakan riil di dunia nyata dan pengawasan di dunia maya.
Baca juga :Tugas Milenial adalah Edukasi Bela Negara pada Masyarakat
Pertama, tindakan riil di dunia nyata. Ini bisa dilakukan oleh milenial lewat organisasi-organisasi yang fokusnya adalah advokasi dan penyuluhan. Organisasi semacam ini sudah banyak didirikan. Indonesia Mengajar, Gerakan Turun Tangan, dan sederet nama lain bisa dijadikan oleh kalangan milenial sebagai sarana ambil bagian dalam bela negara. Dengan advokasi, penyuluhan, dan pengajaran materi-materi baik itu berkaitan dengan pendidikan anak-anak, pemanfaatan laut, pelestarian hutan, mencegah illegal fishing, maupun dengan memberikan keterampilan kepada masyarakat di daerah perbatasan bisa dijadikan fokus utama.
Program Kerja Kuliah Nyata (KKN) di daerah-daerah perbatasan yang diselanggarakan oleh beberapa Perguruan Tinggi bisa menjadi pertimbangan bagi mahasiswa milenial. Dengan memberikan program yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara sembari diikuti pelatihan-pelatihan yang bisa menambah produktivitas masyarakat perbatasan, atau upaya-upaya yang bisa mengurangi tingkat kemiskinan bisa dijadikan mahasiswa milenial sebagai program utama KKN.
Kedua, pengawasan lewat dunia maya. Ini bisa dilaksanakan oleh milenial dengan memaksimalkan media sosial, baik itu Facebook, YouTube, Instagram, dan sederet nama lainnya sebagai sarana mengontrol, mengawasi, dan memberikan informasi-informasi berkaitan dengan daerah perbatasan. Tak jarang –bahkan dalam beberapa hal –media sosial adalah alat yang efektif, terutama mempromosikan wisata-wisata di pinggiran Indonesia yang jarang terekspos. Berkat bantuan media sosial milenial, bisa mendongkrak pendapatan daerah perbatasan, sehingga illegal fishing, pelestarian laut, dan semacamnya bisa terjaga. Dengan itu, keutuhan negara bisa terjaga.
Program Pemerintah dengan slogan Membangun dari Pinggir Indonesia bisa menjadi upaya konkrit dalam mencegah –minimal meminimalisir –tindakan-tindakan destruktif, seperti gerakan separatis dan pemberontakan yang bisa mengancam keutuhan negara. Akan tetapi tanpa aksi nyata milenial, rasa-rasanya itu tidak akan berjalan sempurna. Selain itu, program beasiswa yang digelontorkan oleh negara, bisa dijadikan oleh milenial yang ada diperbetasan untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya, demi mengangkat harkat dan martabat daerahnya. Jika derah perbatasan aman, sejahtera, maka negara dalam konteks umum sudah barang tentu ikut juga aman. Di sinilah letak pentingnya aksi nyata milenial.