Al-Qur’an Kitab Perdamaian

Al-Qur’an Kitab Perdamaian

- in Narasi
1988
0

Bagi umat Islam al-Qur’an telah memuat pesan paripurna dari berbagai persoalan di dunia. Mulai dari soal ibadah, sosial, ekonomi, dan juga kebudayaan. Pertama kali al-Qur’an diturunkan diwahyukan kepada Nabi Muhammad, ia menjadi penjelas dari berbagai persoalan yang ada pada masa itu. Masyarakat Arab pra-Islam faktnya mereka hidup bersuku-suku. Kehidupan sebelum Islam dikenal terdapat fanatisme yang luar biasa, sehingga seringkali terjadi benturan dan perang antar suku.

Al-Qur’an sebagai bagian dari proses kenabian, ia datang sebagai pendamai. Al-Qur’an mengakhiri tradisi fanatisme yang mengakibatkan perang antar saudara. Al-Qur’an datang mendamaikan antar suku-suku yang bertikai karena berbeda pemahaman. Sebagaimana pesan keIslaman, ia membawa pesan keselamatan bagi peradaban Arab di masa itu. Sehingga pantas kemudian dikenal hingga saat ini bahwa al-Qur’an adalah kitab perdamaian.

Kanjeng Nabi Muhammad berdasarkan pesan-pesan al-Quran telah berhasil membawa perdamaian di tanah Arab. Pesan perdamaian itu kemudian ditularkan ke berbagai penjuru negeri. Sehingga kemudian dikenal oleh banyak orang, Nabi Muhammad membawa pesan toleransi dan kedamaian antar keberagaman. Sebagaimana yang dilakukan Nabi di Madinah, Nabi melakukan perundingan damai antar perbedaan, sehingga di tanah Madinah tidak ada lagi perundungan atau kekerasan atau peperangan antar suku atau juga antar agama.

Pesan damai dalam al-Qur’an kini mesti disebarluaskan, terutama di tengah maraknya politik identitas. dewasa ini telah banyak intoleransi sehingga jauh dari perdamaian sebagaimana perjuangan Kanjeng Nabi Muhammad. Banyaknya intoleransi dalam internal maupun eksternal agama Islam, bisa dikatakan karena menjauh dari pesan damai dalam al-Qur’an. Untuk itulah kini sangat penting kembali memahami bahwa al-Qur’an membawa perdamaian kepada seluruh dunia. Al-Qur’an adalah narasi tertinggi dan paripurna dalam menebar perdamaian di manapun kita berada.

Narasi perdamaian jelas-jelas dipaparkan dalam al-Qur’an. Pertama, al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. Petunjuk dimaksudkan adalah agar manusia mampu membedakan mana yang hak dan mana yang batil. Yang hak adalah kemanusiaan, pentingnya saling menghargai, menghormati, dan kerja sama, tanpa memandang perbedaan. Sedangkan kebatilan adalah kekerasan, kebencian, peperangan, fitnah, dan narasi pengadu domba antar golongan.

Maka terang benderang, al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia agar tidak tersesat. Ia petunjuk bagi manusia agar sampai kepada jalan kebenaran (perdamaian). Sebagaimana tertuang dalam Qs. Al-Baqarah: 185; “Bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembela antara yang hak dengan yang batil.”

Kedua, al-Qur’an menarasikan bahwa manusia telah diciptakan beragam. Antara manusia satu dengan yang lain tidak sama. Mereka berbeda suku, berbeda adat, berbeda budaya, berbeda bangsa, dan juga berbeda agama. Narasi perbedaan ini mengisyaratkan bahwa agar antar manusia untuk saling mengenal. Mengenal dimaksud adalah untuk saling bekerja sama. Dengan adanya saling maka akan terjalin hidup yang damai, tidak ada saling hujat satu sama lain.

Maka benar bahwa perbedaan dalam hidup sudah digariskan dalam al-Qur’an, bukan untuk saling bertengkar, tapi agar kita semua saling berdamai. Pada sisi-Nya yang paling mulia adalah yang bertakwa. Takwa adalah dia yang selalu berbuat damai, menebarkan benih perdamaian, bukan kekerasan dan kebencian. Hal demikian sebagaimana tersuratkan dalam Qs. Al-Hujurat: 13; “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ketiga, al-Qur’an tidak berjalan sendirian. Al-Qur’an mendamaikan seluruh semesta bersama dengan seorang pendamai, yakni Nabi Muhammad. Kanjeng Nabi dipilih sebagai narrator untuk mentransmisikan pesan-pesan damai dalam al-Qur’an kepada umat saat itu. hal itu sesuai dengan kepribadian dan perilaku nabi sehari-hari, dalam dakwah dan kehidupan sosial, selalu mengedepankan toleransi, kesantunan, dan kebijaksanaan.

Sebagaimana tertulis dalam Qs. Al-Anbiya’: 107; “Tidaklah kami mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” Ayat ini memperjelas posisi Nabi sebagai seorang juru damai, seorang pejuang perdamaian bagi dunia. Pesan rahmatan lil alamin tidak terbatas kepada golongan tertentu, melainkan kepada semua kehidupan. maka jelas Nabi membawa pesan damai sebagaimana al-Qur’an sebagai Kitab Perdamaian.

Lalu siapa pejuang perdamaian saat ini? kita semua pejuang perdamaian. Kini saatnya mentransmisikan pesan-pesan kanjeng Nabi secara kontekstual. Peran semua umat diperlukan untuk menjaga kehidupan yang damai serta mendamaikan. Jangan lagi ada kebencian diantara kita semua, tanamkan kebaikan demi kebaikan dalam mewujudkan keharmonisan, hidup damai tanpa saling mengejek dan menjatuhkan.

Lalu kenapa ada tafsiran al-Qur’an yang tidak mendamaikan? Ada beberapa alasan, pertama, penafsiranya tekstual, sehingga sangat terbatas pada konteks tertentu, maka kontekstualiasasi sarat diperlukan demi menjawab konteks yang saat ini berkembang. Kedua, tafsiran berdimensi kepentingan identitas. kemungkinan besar ayat-ayat al-Qur’an dibelokkan untuk kepentingan politik praksis, demi merengkuh kekuasaan, dan menjatuhkan lawan. Ketiga, narasinya beraroma kekerasan. jika al-Qur’an tidak berbunyi mendamaikan, maka bisa dipastikan tafsiran demikian bertentangan dengan spirit perjuangan kanjeng Nabi dalam membangun perdamaian.

Maka, mari warisi peran kenabian dengan menebar perdamaian. Dan renungkanlah, bahwa Al-Qur’an adalah kitab perdamaian, bukan kebencian.

Facebook Comments