Kita semua mmemahami bahwa kaum radikal dalam setiap perkataan selalu membawa-bawa nama Allah atau agama Islam. Untuk membunuh orang pun mereka menyebut-nyebut nama Allah dan Islam. Konon, apa yang mereka lakukan demi tegaknya Islam dan merupakan bentuk kecintaan kepada Allah. Tapi apakah kecintaan kepada Allah dan Islam harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang dijadikan dasar kaum radikal itu? Imam Ghazali menjawab persoalan ini.
Dalam Ihya’ Ulumiddin, Imam Ghazali menjelaskan bahwa kecintaan Allah pada hakekatnya membawa seseorang untuk mencintai orang lain bernama ukhuwah. Ukhuwah ini dibangun atas karakter manusia dalam berhubungan secara sosial. Imam Ghazali memberikan kategori ukhuwah ini menjadi empat bagian yang semuanya merupakan bentuk kecintaan kita kepada Allah atau ibadah. Disana disebutkan bahwa nadzr al rajul ila wajh akhihi ‘alal mawaddah wal rahmah ibadah. Pandangan seseorang terhadap saudaranya atas dasar cinta dan kasih sayang merupakan ibadah. Apa saja yang empat tersebut?
Pertama, hubbul insan lidzatihi. Kecintaan kepada orang lain sebagai manusia. Rasa cinta terhadap manusia ini bisa disebabkan karena hal yang dhahir atau yang bathin. Yang dhahir berupa ketampanan sedangkan yang bathin adalah husnul akhlaq wa kamalil a’mal, keluhuran akhlak atau kepandaian seseorang. Atau cinta itu bisa juga hadir karena kita sendiri yang memiliki kasih sayang yang besar tanpa memandang perbedaan raut wajah dan penampilan.
Cinta atau ukhuwah pertama ini bisa digambarkan dengan kisah Nabi Muhammad dengan pendeta Waraqah Bin Naufal. Seorang pendeta yang pertama kali mengakui kenabian Nabi Muhammad namun tetap dalam agamanya. Hubungan ukhuwah Nabi ini berangkat dari keluhuran akhlak dan kepinteran Waraqah Bin Naufal. Sebagaimana banyak dikisahkan dalam sejarah, Waraqah ini merupakan orang yang jujur dan cerdas. Kejujuran itu dibuktikan dengan pengakuan Muhammad sebagai Nabi walau beda keyakinan dengan dirinya. Wajar saja jika Nabi melarang menghina Waraqah. Wala tasubbu Waraqah Bin Naufal fainni raaytu lahu jannatan aw janntaini. Jangan hina Waraqah Bin Naufal, karena aku melihat dia memiliki satu surga atau dua surga.
Kedua, an yuhibb liyanala min dzatihi ghair dzatihi. Ghazali menjelaskan kategori ini sebagai kecintaan seseorang terhadap orang lain karena sebagai perantara menuju apa yang sesungguhnya dicintai (Al thariq ilal mahbub). Jika dimaknai secara gamblang adalah mencintai seseorang karena fungsinya. Pada konsep kedua ini Imam Ghazali meberikan batasan bahwa jika hubungan itu hanya untuk mendapatkan hal-hal duniawi seperti kekuasaan atau harta tidak masuk dalam kategori hubbun lillah.
Ketiga, an yuhibbuhu la lidztihi. Imam Ghazali mencontohkan konsep ukhuwah ketiga ini dengan kecintaan seorang murid kepada gurunya. Kecintaan kepada ilmu pengetahuan membuat mereka mencintai dan menghormati gurunya. Karena dengan ilmu pengetahuan dan nasehat dari gurunya seorang murid diharapkan bisa memperbaiki dirinya, baik nasib di dunia maupun di akhirat. Fil dunya hasanah wafil akhirah hasanah.
Bentuk ukhuwah seperti ini pernah dilakukan oleh umat Islam khususnya pada masa kekhalifahan Abbasyyah. Kecintaan khalifah al Ma’mun terhadap ilmu pengetahuan sampai-sampai beliau bersahabat dengan orang Yunani yang berlainan agama untuk mengajar dan menerjemahkan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab. Hubungan persaudaraan antara umat Islam dengan orang-orang di luar Islam ini justru membuat kekhalifahan Abbasiah berada di puncak keemasan dan membuat agama Islam dikagumi, dihormati, dan menjadi mercusuar dunia pengetahuan kala itu.
Keempat, an yuhibbu lillah wa fillah. Mencintai karena Allah semata. Konsep keempat ini bisa dijelaskan dengan gamblang bahwa Islam merupakan agama damai yang menuntut umatnya memiliki kasih sayang terhadap seluruh alam (rahmatan lil alamin). Seluruh alam seperti benda mati dan benda hidup, muslim atau non muslim, binatang liar atau jinak, dan seluruh apapun selain Allah tanpa terkecuali, harus mendapatkan kasih sayang dari umat Islam. Kasih sayang berupa ketulusan dan keikhlasan dalam berbuat dan bersikap yang timbul dari keimanan dan keberislaman seseorang. Cinta dan ukhuwah yang terakhir ini hanya semata-mata untuk mendapat ridha dari Allah.
Penjelasan dari Imam Ghazali di atas tidak hanya menunjukkan bahwa Islam tidak hany memandang manusia dari aspek huubungan agamanya tapi juga dari nilai-nilai ukhuwah kemanusiaannya. Jika keempat konsep ukhuwah ala Imam Ghazali ini diterapkan dan diamalkan dalam aktivitas kita sehari-hari niscaya tidak akan timbul sikap radikal dan teroris yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Wallahu a’lam.