Agama menjadi acuan norma setiap manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Murtadha Mutahhari menyebut manusia tanpa agama bukan berarti apa-apa, karena agama ditujukan kepada manusia. Agama adalah sebuah wadah tempat manusia menjadikan kehidupannya penuh arti. Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tradisi. Sedangkan Pseudo berasal dari kata Yunani berarti semu atau palsu. Menurut Robert M. Bellah pseudo agama adalah agama tiruan, yaitu “isme-isme” yang dianut manusia.
Setiap agama mengajarkan kebaikan kepada para penganutnya. Manusia adalah mahluk yang terbatas, melalui agama manusia dapat mengenal dzat yang tak terbatas yaitu Tuhan-nya. Dalam konteks Islam, Tuhan memiliki sifat rahman dan rakhim dan sifat tersebut tertanam pada setiap diri manusia. Agama telah memberikan pencerahan kepada setiap penganutnya, sehingga sudah sewajarnya orang beragama berbuat baik kepada siapapun. Indonesia sebagai negara yang beragama memiliki beragam agama. Islam menempati urutan pertama dengan presentasi 87, 2 %, urutan kedua agama Kristen Protestan 6,9 %, ketiga Kristen Katolik 2,9%, urutan keempat Hindu 1,7 %, kelima Hindu 0,7 % dan terakhir Khonghucu 0,05 %. Dari data ini terlihat bahwa masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam.
Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia seringkali dimanfaatkan ataupun digunakan oleh sebuah kelompok untuk menciptakan kerusuhan disemua lini tatanan masyarakat. Gerakan radikal sebagai wujud wadah yang mengatas namakan Islam telah menciptakan phobia bagi masyarakat di dunia. Gerakan ini menjadikan agama sebagai tameng untuk menutupi misi terselubung guna memecah belah dan menghacurkan umat Islam dari dalam. Agama dianggap sebagai angkutan yang sesuai karena mempunyai sensitifitas yang dimiliki penganut setiap agama, sehingga gampang terpengaruh dan terprovokasi.
Baca juga :Jebakan “Agama” dalam Lingkaran Radikalisme
Jamaah Ansharut Daulah misalnya, beberapa minggu ini densus 88 terus menyisir kelompok ini karena terlibat dengan pergerakan terorisme. Pada tanggal 22 Oktober kemarin, densus 88 telah menangkap empat orang di beberapa wilayah. Berikut inisial yang tertangkap RL dan RP di Sumatera Utara, HR di Jawa Tengah dan AO di Sumatera Barat (Suara.com). hal ini menjadi peringatan bagi kita semua bahwa kaum radikal telah meyebar dimana dan kapan saja bisa beraksi. Oleh karena itu, waspada pada setiap saat adalah kunci dalam menjaga keselamatan.
Peristiwa maraknya radikalisme tidak hanya di Indonesia. Kelompok Abu Sayyaf misalnya, kelompok Islam yang ingin memerdekakan Mindanao Filipina dan ingin mendirikan negara Islam disana. Namun, tatacara dalam melakukan perjuangannya telah menyimpang dari agama Islam. Dikutip dari laman BBC. Com pada juli 2009 menyandra staf Palang Merah Internasional dari Italia Eugenio Vagni selama enam bulan dan meminta tebusan. Pada tahun 2015 memenggal Bernard Ghen Ted Fen, seorang turis dari Malasya karena gagal memenuhi permintaan uang tebusan. Perilaku tersebut sama sekali tidak mencerminkan ajaran agama Islam yang penuh kasih sayang.
Gerakan radikalisme yang mengatas namakan agama semakin berkembang. Jika ditelisik dari perkembangnnya gerakan ini diakibatkan karena ketidakpuasan politik, sehingga mereka melakukan protes melalui gerakan-gerakan ini dan menggunakan agama sebagai payung untuk berteduh. Maka dari itu, untuk mencegah perkembangan pseudo agama yang berakibat pada terorisme dan meresahkan rakyat perlu upaya seperti hal berikut:
Pencegahan pseudo agama
Pseudo agama sering terjadi karena kurangnya pengetahuan seseorang mengenai pemahaman agama, sehingga ia perlu seorang guru yang dapat memberikan arahan yang pas. Guru sangat berperan penting dalam mengajarkan pembelajaran kepada para muridnya dalam memahami agama. Dalam Islam jika seorang kiai baik maka akan melahirkan santri yang unggulan dan tidak menyesatkan orang lain. Alm. KH. Maimun Zubair misalnya telah melahirnya kiai muda yang berkepribadian santun dan berilmu tinggi seperti Gus Baha dan lainnya. Artinya pengajaran yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang benar tidak akan menjerumuskan pada pemahanan agama yang salah.
Selain guru, seseorang agar terhindar dari pseudo agama adalah dengan mengikuti kelompok atau jamaah pengajian yang tidak menjelekkan orang lain dan lebih mementingkan ukhuwah Islamiyah. Perkembangan pengajian kini bisa kita lihat dimana-mana, maka dari itu mengetahui latar belakang jamaah pengajian adalah satu hal yang penting agar terhindar dari kecacatan pemahanan agama. Jika dalam pengajian apa yang disampaikan oleh kiai dan kelompoknya baik maka keluar dari jamaah maka akan menjadi baik pula. Akan tetapi jika itu sebaliknya, maka yang akan didapatkan adalah pemahaman agama yang tidak tuntas yang berakibat pada paham radikalisme dan mengkafirkan sesama muslim.
Perkembangan pseudo agama sebenarnya tidak hanya terjadi pada gerakan radikalisme saja. Pada masa sahabat terdapat seseorang yang mengaku nabi Musailamah al kazhad, padahal nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan tidak ada lagi nabi-nabi selanjutnya. apakah di Indonesia ada? sebagai negara yang beragama tentu saja ada orang memanfaatkan hal ini. Abdul Muhjib asal Karawang Jawa Tengah misalya, ia menyebarkan ajarannya melalui Padepokan Syekh Sangga Bintang Pratama dan melakukan perekrutan kepada siapan yang berkenan untuk mengikutinya, namun ini berakhir di penjara.
Semoga kita semua dapat terhindar dari pseudo agama.