Tentang Bom Bunuh Diri dan Hasrat Mencari Sensasi

Tentang Bom Bunuh Diri dan Hasrat Mencari Sensasi

- in Budaya
3693
0
ilustasi: ibizbook.com

Menjelang berakhirnya bulan suci Ramadhan beberapa waktu lalu, kita sempat dikagetkan dengan aksi bom bunuh diri yang terjadio di banyak tempat, salah satunya adalah Arab Saudi. Negeri kaya ini menjadi sasaran serangan bom bunuh diri di tiga kota sekaligus, yakni; Madinah, Jeddah, dan Qatif. Parahnya, serangan yang terjadi di Madinah berdekatan langsung dengan lokasi Masjid Nabawi.

Serangan terjadi di dekat petugas keamanan di lapangan parkir Masjid Nabawi, masjid terbesar kedua di dunia yang dibangun oleh Nabi Muhammad. Ledakan tersebut terjadi sesaat setelah adzan maghrib berkumandang, ketika umat Muslim sedang menimati santap buka puasa. Beberapa hari sebelumnya serangan serupa juga terjadi di Dhaka, Baghdad, Istambul kemudian terakhir di Mapolsek Solo.

Yang tidak saya pahami adalah munculnya sebuah tulisan yang tersebar di dunia terkait bom di Arab, tulisan atas nama Fathuddin Ja’far itu menyatakan bahwa kabar tentang serangan bom yang diberitakan di beberapa media di Indonesia adalah bohong belaka. Sampai hati, peristiwa yang benar-benar terjadi itu dianggapnya hanya sebuah kebohongan yang tidak perlu diseriusi.

“Dari kejadian bom Madinah ini, saya semakin yakin bahwa umat Islam sekarang sedang menghadapi fitmah dan konspirasi dari segala arah yang sangat luar biasa dari musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka dengan menggunakan segala cara keji dan kebohongan agar umat ini tidak bisa bangkit dari kelemahan dan keterpurukan mereka,” tulis Ja’far.

Sudah terbukti ada bom meledak di masjid Madinah dan dekat Makam Rasulullah, kenapa ada yang menyatakan bahwa berita tersebut bohong dan dibesar-besarkan? Ini adalah fitnah keji. Bukan dibesar-besarkan, tetapi orang yang beribadah di majid Madinah yang besar itu memang harus terus konsentrasi melakukan ibadah. Dan ini menunjukkan bahwa orang beribadah tidak takut akan ledakan-ledakan itu.

Bahkan, menurut pernyataan resmi Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, pelaku serangan meledakan bom yang dipasang dalam bentuk sabuk sesaat setelah ia hendak dikonfrontir oleh petugas keamanan yang curiga dengan gerak-gerik pelaku. Para petugas bermaksud mendekati pelaku karena bertindak mencurigakan di dekat area tempat parkir Masjid Nabawi.

“Ketika petugas keamanan hendak menghentikannya, ia meledakkan dirinya dengan sabuk tersebut. Ia langsung tewas di tempat dan mengakibatkan 4 petugas keamanan meninggal dunia,” jelas Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi dalam keterangan resminya.

Tentang serangan bom bunuh duiri ini, ada yang menyatakan bahwa pelaku bom tersebut tidak beragama, saya nyatakan sepakat dengan pernyataan tersebut. Bukan berarti ingin menunjukkan bahwa dia Atheis, tetapi bahwa pelaku bom itu sudah benar-benar keluar dari Islam. Kebiadabannya melakukan bom di tempat suci umat Islam (masjid) serta niat untuk menghancurkan makam nabi, juga meledakkan diri di kerumunan orang Islam yang sedang ibadah, tentu adalah perbuatan biadab yang bertentangan dengan seluruh ajaran dan semangat utama Islam.

Hal tersebut turut pula ditegaskan oleh oleh Yenny Wahid, Puteri alm. Gus Dur itu menegaskan bahwa aksi teror merupakan tindakan pembunuhan yang tidak ada hubungannya dengan agama. Dalam sejumlah aksi teror yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, yang menjadi korban dan sasaran justru para umat Muslim yang sedang menunaikan ibadah di bulan Ramadhan. Untuk ini, saya sekali lagi sepakat.

Sikap sepakat saya ini bukan lantaran saya ingin melepaskan tanggung jawab sebagai orang Islam, justru, saya adalah muslim yang percaya bahwa agama menolak segala bentuk kekerasan. Karenanya sikap ini tidak hanya ditujukan untuk serangan teror di Arab, tetapi juga di tempat-tempat lain seperti Paris, Turki, Belgia, Uganda, dan di manapun kekerasan itu terjadi, sebagai umat Islam yang cinta damai, tidak akan setuju dengan tindakan kekerasan dan terorisme tersebut. Dan tulisan Fathuddin Ja’far adalah tulisan yang tidak prihatin dengan krisis yang terjadi.

Terkait terorisme di Indonesia, memang tidak terlepas dari jaringan teroris internasional. Saya sepakat dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Tito Karnavian mengatakan, jaringan-jaringan teroris di tanah air saat ini tidak lepas dari kelompok radikal ISIS. Tito menghimbau, sangat penting dilakukan deradikalisasi di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dapat menetralisir terorisme di Tanah Air.

Sekali lagi, saya sepakat dengan beberapa langkah yang disebutkan Tito Karnavian, khususnya tentang langkah menanggulangi aksi terorisme dengan penguatan dasar hukum. Sampai saat ini aparat memang masih memiliki keterbatasan dalam penanganan terorisme, utamanya karena UU Terorisme yang lama masih belum cukup kuat untuk mengatasi masalah ini. Revisi UU betul-betul memperkuat penegak hukum. Selain itu, perlu ada pencegahan di tingkat lokal. Selain mengawasi ormas, masyarakat, dan juga gerakan moral. Terakhir, kita perlu kerja sama dengan pihak internasional untuk menetralisir paham radikal dari asing masuk ke Tanah Air.

Semoga bibit-bibit radikalisme tidak semakin mewabah di Indonesia, dan semua pihak dapat bekerjasama untuk menciptakan iklim yang damai, tentram dan aman di negara Indonesia yang kita cintai ini. Amin

Facebook Comments