Dalil Larangan Provokasi Saat Puasa

Dalil Larangan Provokasi Saat Puasa

- in Keagamaan
464
0
Dalil Larangan Provokasi Saat Puasa

Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang sangat besar nilainya di sisi Allah SWT. Bahkan, saking besarnya, hanya Allah SWT saja yang mampu mengetahuinya. Dalam kitab hadits shahihain memuat sabda Nabi Muhammad SAW:

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah SWT berfirman, ‘Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia [seorang hamba] telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kendati demikian, seorang muslim yang berpuasa tanpa bisa mengendalikan diri tidak akan mendapat ganjaran walau sedikit. Provokasi merupakan salah satu sebab seorang yang melakukan puasa tidak akan mendapatkan pahala. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ada 5 perkara yang membatalkan pahala orang yang berpuasa, yaitu (1) berdusta; (2) berghibah; (3) mengadu domba / provokasi; (4) bersumpah palsu; (5) memandang dengan syahwat,” (HR. Dailami).

Menurut KBBI, makna provokasi adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan. Dengan adanya provokasi, kedua orang atau golongan yang awalnya rukun bisa berubah menjadi bertikai. Dua orang atau golongan yang awalnya saling bekerja sama berubah saling menjatuhkan. Begitu seterusnya. Dengan adanya provokasi, berbagai macam kerugian akan ditunai oleh kedua orang / kelompok yang terprovokasi.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik hamba Allah SWT yaitu orang-orang yang jika lihat maka orang-orang akan mengingat Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah adalah orang yang berjalan kesana-kemari dengan namimah (mengadu domba), yaitu orang-orang yang memisahkan di antara orang-orang yang saling mencintai, menuduh orang yang baik dengan tuduhan yang tidak-tidak agar mencari kesusahan bagi mereka.” (HR. Ahmad).

Begitu besar bahaya provokasi sampai-sampai sang pelaku tidak diperkenankan masuk surga. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Pelaku adu domba tidak akan masuk surga,” (HR. Muslim).

Dalam bermuamalah, selain provokasi, perkara lain yang membatalkan pahala puasa sebagaimana dalam hadits di atas diantaranya berdusta (hoax), berghibah (membicarakan kejelekan orang lain), dan bersumpah palsu. Tigal hal ini merupakan penyakit umat muslim zaman akhir yang memiliki dampak negatif besar bagi orang lain sekaligus keselamatan dunia.

Berdusta bukan saja dilakukan oleh seorang penjual yang mengaku dagangannya sudah ada yang menawar dengan harga tinggi padahal nyatanya belum ada yang nawar. Lebih dari itu, saat ini banyak terjadi kebohongan di media maya dengan maraknya berita hoax. Bahaya besar atas berita hoax yang saat ini banyak terjadi di media maya kita saat ini karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat. Hal ini bisa terjadi lantaran berita yang ada secara tidak langsung mengandung provokasi kepada netizen.

Berita hoax banyak terjadi lantaran sang pembuat berita memiliki maksud tujuan mengeruk keuntungan besar ataupun menimpakan kamudharatan kepada orang lain. Berapa banyak berita hoax terjadi untuk menjelek-jelekkan pemimpin atau kelompok lain? Semua ini dilakukan karena ingin orang atau pihak lain mendapat mudharat karena publik meyakini bahwa orang / pihak lain adalah buruk.

Ghibah atau membicarakan kejelekan orang lain juga menjadi penyakit masyarakat di dunia maya. Ungkapan dalam dunia jurnalistik bad news is good news (berita buruk adalah berita yang baik) seakan terpatri dalam diri setiap pelaku media. Media kita didominasi oleh berita-berita jelek bernada ghibah. Bahkan tidak sedikit di layar televisi atau channel youtube menayangkan program acara dengan nama yang semakna dengan kata ghibah. Ini semua terjadi lantaran masyarakat juga banyak yang senang dengan berita ghibah daripada berita-berita positif.

Ghibah ataupun tidak dalam dunia jurnalistik seakan tidak menjadi persoalan. Hal yang menjadi pijakan kebenaran atau tidak adalah fakta atau tidak. Jika seorang menayangkan cerita kejelekan orang atau kelompok lain yang benar-benar terjadi, maka dianggap benar karena fakta. Padahal, berita semacam ini merupakan ghibah yang sejatinya bertentangan dengan ajaran agama.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ghibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, ‘Bagaimana bisa?’ Rasulullah SAW menjelaskan, ‘Seorang laki-laki yang berzina lalu bertaubat, maka Allah bisa langsung menerima taubatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahnya,” (HR At-Thabrani).

Bahkan, terdapat riwayat bahwa Allah SWT pernah berfirman kepada Nabi Musa AS, “Siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan bertaubat dari perbuatan ghibah, maka dia adalah orang terakhir masuk surga. Dan siapa saja yang meninggal dalam keadaan terbiasa berbuat ghibah, maka dia adalah orang yang paling awal masuk neraka.”

Di samping provokasi dan ghibah, sumpah palsu juga dibiasakan oleh kelompok tertentu. Bahkan kata mubahalah seakan menjadi bahasa asli Indonesia saking seringnya dilakukan. Para pelaku sumpah sering kali menyatakan kejelekan orang atau kelompok lain dilanjutkan dengan mendoakan kebinasaan kepada orang atau kelompok yang dikatakan jelek. Tindakan ini juga secara tidak langsung mengandung nilai-nilai provokasi karena ada orang lain mempercayainya.

Maka dari sinilah, puasa ramadhan mestinya mampu membendung arus provokasi, berita palsu, ghibah, hingga sumpah palsu. Dengan begitu, kenyamanan hidup bersama akan semakin dapat dirasakan.

Wallahu a’lam.

Facebook Comments