Hakikat Kemenangan Idul Fitri Di Musim Pandemi

Hakikat Kemenangan Idul Fitri Di Musim Pandemi

- in Narasi
2308
3
Hakikat Kemenangan Idul Fitri Di Musim Pandemi

Tahun ini, umat Islam diseluruh penjuru dunia merayakan Hari Raya Idul Fitri yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Iya, kemenangan ini harus kita rayakan di tengah gempuran pandemi yang belum juga mereda. Karena Corona, umat Islam di seluruh penjuru dunia, khususnya di Indonesia harus rela kehilangan “megahnya tradisi hari raya”. Tradisi hari raya yg telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan muslim Indonesia, kini harus rela dilakukan dengan cara yang berbeda. Namun demikian, hakikat silaturahim di baliknya tidaklah sirna seketika. Silaturahim masih tetap bisa dijaga.

Dengan adanya himbauan “lebaran di rumah saja” sama sekali tidak mengurangi dari esensi atau nilai-nilai dari perayaan hari raya. Tanpa sedikitpun mengurangi rasa hormat kita pada saudara-saudara kita yang terdampak Corona, bagaimanapun juga hari raya ini harus tetap kita rayakan bersana dengan penuh suka cita. Silaturahim masih tetap bisa kita lakukan dengan cara virtual atau lewat dunia maya, seperti daringnya siswa atau mahasiswa.

Idul Fitri Momen Instrospeksi

Hakikat hari raya bukanlah hura-hura atau berpesta pora. Ini adalah momentum untuk instrospeksi diri. Setelah sebulan penuh kita digemblengdengan puasa dan berbagai rangkaian ibadah yang menyertainya, seharusnya pada Hari Raya Idul Fitri ini kita terlahir kembali sebagai manusia tanpa berlumur dosa. Itulah janji Allah swt., Tuhan Yang Maha Kuasa.

Ramadhan dengan tilawah Al-Qur’nya seharusnya mampu menjadikan kita sebagai pribadi muslim yang memiliki hati yang lembut, semakin tinggi nilai simpati dan empati kepada sesama. Karena hakikat puasa Ramadhan bukan hanya mengajarkan nilai-nilai keshalihan individual semata, namun hakikat puasa Ramadhan juga mengajarkan nilai-nilai keshalihan sosial. Apa lagi Ramadhan tahun ini dibarengi dengan merebaknya pandemi. Seharusnya sisi kemanusiaan kita lebih siap karena sudah teruji. Jika Ramadhan dan tilawah Al-Qur’an serta amalan ibadah lain yang mengirinya tidak lagi mampu melembutkan hati, jangan-jangan kitalah manusia yang sesungguhnya sedang terinfeksi.

Baca Juga : Spirit Puasa untuk Kemenangan dan Kebangkitan Nasional

Hari ini manusia di seluruh dunia panik dan resah, takut terinfeksi dan menjadi korban virus yang mematikan bernama Corona. Sehingga segala daya dan upaya dikerahkan sekuat tenaga untuk menjauh dan memporteksi diri dari virus yang mematikan ini. Jika ada yang sudah terinfeksi maka wajib dirawat dan dikarantina.

Berbagai langkah antisiaptif juga telah ditempuh oleh lebih dari 200 negara untuk membunuh virus ini. Kesadaran warga dunia juga semakin tinggi akan pentinyanya pola hidup sehat. Corona yang telah menginfeksi lebih dari 4,9 juta penduduk dunia telah menyadarkan dan sekaligus memaksa warga dunia untuk hidup lebih disiplin, seperti rajin menjaga kebersihan tubuh, rajin cuci tangan, menggunakan masker saat bepergian, menjaga jarak saat berkomunikasi dan lain-lainnya.

Namun, sayangnya kepanikan dan keresahan itu tidak tampak dalam menghindari atau mengobati dari ancaman virus yang dampaknya juga jauh lebih mematikan dan berbahaya. Virus ini bahkan dapat merubah manusia yang waras menjadi binatang buas. Orang yang terinfeksi virus Corona akal dan hatinya masih bisa berfungsi dengan baik, karena Corona hanya menyerang sistem pernafasan manusia. Sedang virus ini menyerang dan melumpuhkan hati dan akal manusia. Virus ini bernama penyakit hati berupa sifat tercela, virus ini bernama “Syirik”. Virus Syirik ini bahkan bisa membuat seseroang menentang Tuhan yang telah mencipkan dirinya. Bukan hanya menuhankan dunia dan harta benda yang dikumpulkannya, bahkn virus ini bisa menuhan dirinya sendiri.

Kabar buruknya, virus bernama Syirik ini juga sudah bermutasi sejak ribuan tahun yang lalu dengan nama Syirik Asghar (syirik kecil) yang menjelma berupa sifat-sifat tercela seperti: dengki, iri, hasut, riya, ujub, sum’ah, dendam, serakah, kufur nikmat dan lain-lainnya. Lawan dari Syirik Asghar adalah Syirik Akbar (syirik besar). Jika Syirik Akbar bisa dengan mudah dideteksi karena sifatnya lahiriah.

Untuk mendeteksi Syirik Akbar tidak perlu menggunakan peralatan medis yang canggih, tes darah dan lain-lain pun tidak perlu dilakukan. Orang awampun mampu mendekti keberadaan orang yang terinfeksi Syirik Akbar ini. Sedang untuk Syirik Asghar, sulit untuk dideteksi. Kecanggihan alat medis dan teknologi tidak mampu mendeteksi. Hanya kepekaan dan kebersihan hati yang mampu mendekteksinya. Contohnya Ujub. Ujub adalah mengagumi atau membanggakan dirinya sendiri.

Orang yang terinfeksi virus Ujub dia merasa bahwa dirinya sendirilah orang yang paling puasanya atau dirinya sendirilah orang yang paling banyak menafkahkan rizkinya di jalan Allah. Virus ini sangat berbahaya, karena dapat menghapus pahala amal shalihnya (QS. Al-An’an [16]: 88). Namun sayangnya virus Ujub susah dideteksi, baik oleh dirinya sendiri apa lagi oleh orang lain. Sehingga virus ini banyak mengeinveksi orang, termasuk orang yang beriman sekalipun.

Contoh lainnya adalah Serakah. Orang yang terinfeksi virus Serakah dampaknya sangat berbahaya, bukan hanya merugikan dirinya, namun juga merugikan negara dan orang lain. Orang yang serakah terhadap harta dengan korupsinya yang jumlahnya miliaran dan bahkan mencapai triliunan telah banyak melumpuhkan sendi perekonomian negara. Kemiskinan yang disebabkan oleh korupsi dapat mendorong kepada merajalelanya tindak kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, miras, narkoba dan obat-obatan terlarang dan kejahatan-kejahatan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa korupsi dampaknya sangat luas, massif dan berbahaya. Inilah bahaya virus Syirik yang sifatnya juga kasat mata.

Karantina itu Bernama Ramadhan

Jika orang yang gugur karena terinfeksi virus Corona dapat dihukumi syahid dengan imbalan surga, sebaliknya orang yang terinfeksi virus Syirik dan kemudian ia meninggal dunia sebelum sempat “berobat” maka imbalannya bukanlah surga, melainkan neraka (QS. Al-Maidah [5]: 72). Sejauh ini langkah terbaik yang telah ditempuh oleh beberapa negara di dunia untuk mengobati dan mencegah penyebaran virus Corona adalah melakukan karantina. Lalu bagaimana cara mencegah dan mengobati virus Syirik ini? Ramadhan adalah jawabannya.

Jika karantina untuk virus Corona adalah 14 hari, maka karantina untuk virus Syirik jauh lebih lama, yaitu 30 hari. Seseorang yang telah melakukan karantina dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan selama 14 hari, hampir dipastikan dia aman dan terbebas dari terinfeksi virus Corona. Begitupun juga dengan seseorang yang telah melakukan karatina selama 30 hari dalam bulan Ramadhan, seharusnya dia juga dapat dipastikan aman dan terbebas dari virus Syirik. Kecuali pada masa karantina 30 hari tersebut dilakukan tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, maka karantina 30 hari menjadi sia-sia.

Tanda bahwa karantina 30 hari yang sia-sia selama Ramadhan adalah puasa yang hanya dilakukan dalam arti sempit, yaitu sebatas menahan diri dari membatalkan puasa secara fikih semata. Sehingga puasanya terancam hanya sekedar mendapatkan lapar dan dahaga. Jika puasanya dilakukan dalam arti luas yaitu menahan seluruh anggota tubuh, pikiran dan hatinya dari berbuat dosa, maka inilah karantina yang sesungguhnya. Ketika Hari Raya Idul Fitri tiba, hati dan jiwanya menjadi lebut. Dia akan menjelma menjadi orang yang mudah memaafkan. Tidak ada lagi iri, dengki dan dendam di dalam hatinya. Hilang sifat riya’, ujub, suma’ah, takabur, kufur, serakah, dan lain-lainnya. Inilah yang disebut dengan kembali pada diri yang fitri, yaitu suci dan bersih dari virus-virus hati. Ini adalah hakikat kemenangan yang sesungguhnya. Menang dalam arti bukan hanya sukses menjalankan puasa selama 30 hari, namun menang dalam arti mampu membebaskan diri dari virus-virus hati.

Facebook Comments