Bulan Syawal adalah momentum untuk merekatkan ikatan persaudaraan bangsa ini. Selama ini, akibat kekhilafan kita sebagai manusia, sering timbul kerenggangan yang mengakibatkan hubungan sesama terkesan kurang harmonis. Mirisnya, kerap sumber masalahnya adalah hal yang sepele. Tetapi akibat besarnya ego yang dimiliki, justru timbul masalah rumit. Problem tersebut sering mengalami ekskalasi hingga semakit sulit untuk dipecahkan. Maka, kita harus menyadari kebodohan yang selama ini diperagakan. Kebodohan yang bukan menjadikan negeri ini terus melesat maju, tetapi justru menenggelamkan bangsa kita dalam arena pertarungan yang tidak bermanfaat. Pahamilah, kita semua hidup di atas tanah air yang sama. Kita menginjak bumi yang sama. Dan kita semua memeluk ibu pertiwi yang sama.
Bulan Syawal, yang menjadi pintu gerbang kemenangan setelah riyadhoh melawan hawa nafsu di bulan Ramadan, menjadi saksi apakah kita benar-benar menjadi hamba yang beruntung atau hamba yang rugi. Beruntung karena bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang pemaaf, penyantun, penyayang, dan penyabar. Pribadi yang seimbang dalam beragama. Dekat dengan Allah sekaligus cinta dengan manusia. Bukan pribadi yang celaka dan rugi karena tidak ada kebaikan yang membekas dalam dirinya. Diri yang masih dikuasai oleh sifat negatif seperti gemar memfitnah, suka mengadu domba, setuju mencaci maki, dan sifat buruk lainnya. Di bulan inilah, dapat diketahui jejak puasa ramadan yang telah kita lakukan.
Bulan Syawal di Indonesia dipahami masyarakat sebagai upaya untuk melebur dosa dan sarana memperkuat ukhuwah sesama. Tradisi masyarakat selama bulan Syawal pun sarat dengan nilai-nilai persatuan dan solidaritas. Lihat saja safar tahunan rakyat Indonesia berupa mudik ke kampung halamannya masing-masing. Bertemu dengan handai taulan untuk menyambung ikatan yang renggang atau pernah terputus. Termasuk dalam tradisi unik bangsa ini adalah halalbihalal (saling memaafkan). Dengan halalbihalal ini, sangat bermanfaat untuk meminimalkan dendam dan permusuhan. Mereka yang tadinya bertikai, dapat menjadi akur kembali dengan halalbihalal. Orang-orang yang pernah saling dendam, akhirnya dapat mengubur dendam dan menatap hubungan yang lebih baik. Menurut Quraish Shihab, halalbihalal bentuknya memang khas Indonesia, tetapi hakekatnya adalah ajaran Islam. Tambahnya lagi, halalbihalal adalah bentuk aktivitas yang mengantarkan pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang awalnya membeku menjadi cair, melepaskan ikatan yang membelenggu, dan menyelesaikan kesulitan yang menghalangi keharmonisan hubungan (2008: 335).
Bulan Syawal saat ini, secara kebetulan dilaksanakan pilkada serentak di Indonesia. Seratus tujuh puluh satu daerah akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah pada 27 Juni 2018. Dan hari pencoblosan tersebut kurang dari dua minggu setelah Idulfitri 1439 H. Bisa dikatakan, ini adalah ujian pertama bagi kita semua untuk menunjukkan keberhasilan puasa kita. Pilkada 2018, secara tidak langsung, menjadi indikator apakah kita semua sudah dewasa dalam menjalankan sistem demokrasi atau belum. Harus diakui, even politik seperti ini kerap berubah menjadi ajang perpecahan dan kebencian. Fitnah merajalela. Adu domba semakin sengit. Saling hujat seakan keniscayaan. Dalam Islam, kita diwanti-wanti untuk menghindari hal ini. Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Maukah kalian aku beri tahu apa itu dusta yang besar? Yaitu hasutan atau kabar burung yang disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat” (HR. Muslim). Hal inilah yang harus diantisipasi dan dihindari. Jangan sampai perebutan kekuasaan ini menyebabkan persaudaraan kita hilang tanpa bekas.
Bulan Syawal ini, meskipun baru beberapa pekan, kita sudah mulai melihat maraknya beragam postingnan yang menjurus pada fitnah dan hoax. Khususnya berkaitan erat dengan pilkada serentak pekan ini. Ya, kampanye dan dukung-mendukung adalah hal yang wajar. Bahkan tidak perlu dihindari dan ditutup-tutupi. Karena hal tersebut menunjukkan keterbukaan dan kebebasan berekspresi. Euforia demokrasi perlu ditonjolkan. Kita pun bersyukur negara kita dapat terus berada di jalur yang tepat dalam sistem demokrasi. Tetapi hal yang perlu diingat, jangan sampai propaganda tersebut dilakukan dengan cara yang tidak baik. Sebab akan merusak demokrasi sekaligus mengakibatkan ketegangan. Termasuk memanipulasi agama untuk kepentingan elektoral. Menganggap pasangan yang satu lebih beragama dibanding pasangan yang lain. Kampanye kurang bermutu semacam itu harus dihindari dan dihentikan.
Bulan Syawal yang baik ini, jangan dirusak oleh perpecahan dan pertikaian. Halalbihalal yang sudah dilaksanakan, mari terus dipertahankan. Kondisi keseimbangan ini perlu dijaga dalam jangka waktu yang lama. Ukhuwah antar sesama perlu disolidkan. Jangan mudah terhasut melakukan aktivitas yang memancing permusuhan. Baik kegiatan di dunia nyata maupun di dunia maya. Hal-hal kecil, seperti membuat status di media sosial, perlu dikerjakan secara cermat dan seksama. Tidak boleh asal-asalan dan mengandung fitnah. Harapan kita semua, halalbihalan dan syawalan yang telah dilakukan menjadi jembatan untuk menguatkan silaturahmi antar anak bangsa. Persaudaraan sebangsa untuk menggapai kesejahteraan bersama.