Hari-hari Khotbah…Hari-Hari Berkah

Hari-hari Khotbah…Hari-Hari Berkah

- in Keagamaan
831
0

Sependek pengetahuan saya, dalam beberapa hari dimulai Kamis 20 April sampai dengan Minggu 23 April serangkaian ritual suci ibadah agama berkhotbah akan menghiasi dan mengisi indera pendengar umat beragama di Indonesia, khususnya bagi pemeluk Agama Islam dan saudara-saudara kita yang memeluk Agama Kristen.

Pertama, di Hari Kamis 20 April 2023 kaum muslim mendengarkan khotbah setelah melaksanakan Salat Sunnat Kusuf asy-Syamsi atau Salat Sunnat Gerhana Matahari. Kedua, yakni pada keesokan harinya Jum’at 21 April 2023 sebagian orang Islam juga mendengarkan uraian isi khotbah setelah melaksanakan Salat Sunnat Idul Fithri 1444 H. Ketiga, masih di hari yang sama karena bertepatan dengan Hari Jum’at, maka sebelum melaksanakan kewajiban individu atau fardhu ‘ain mingguan yaitu Salat Jum’at kaum muslim juga mendengarkan untaian kalimat khotbah dari khatib jum’at. Keempat, berlanjut pada hari Sabtu 22 April 2023 sebagian orang Islam yang berhari Raya Idul Fithri pada hari itu, juga menyimak kalimat suci berharga dan bernilai yaitu khotbah setelah menunaikan Salat Sunnat Idul Fithri 1444 H. Kelima, rangkaian ritual ibadah agama berkhotbah tersebut dilanjutkan di Hari Minggu oleh rekan-rekan yang memeluk agama Kristen.

Berkhotbah meski memiliki kemiripan dengan berpidato, namun demikian berkhotbah tidak sekedar berpidato. Berkhotbah bisa disebut memiliki karakteristik khusus, tidak hanya mengungkapan buah pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak semata, akan tetapi mengandung muatan-mutan serta nilai-nilai keagamaan dalam rangka menerjemahkan isi kitab suci masing-masing agama kepada khalayak penganut, umat dan pemeluk masing-masing dari setiap agama.

Dalam agama Islam sendiri, selain mengandung nilai-nilai keagamaan, berkhotbah juga harus memenuhi syarat sebelum pelaksanaan dan terpenuhinya keseluruhan rukun dalam pelaksanaan khutbah itu sendiri, sehingga berkhotbah dalam pandangan Agama Islam berbeda dengan berceramah, kultum (kuliah tujuh menit) dan juga kulibas (kuliah lima belas menit) atau kuliah-kuliah lainnya seperti dalam pengajian atau ceramah setelah Salat Tarawih dan juga kegiatan keagamaan-keagamaan lainnya yang tidak harus terpenuhi syarat dan rukunnya.

Berkaitan dengan penyampaian nilai-nilai keagamaan dalam rangka menerjemahkan isi kitab suci masing-masing agama kepada khalayak penganut dan pemeluk tersebut, maka pada berkhotbah memiliki poisisi sentral berharga dalam menata dan mengatur umat ke arah kehidupan yang lebih baik sesuai dengan ajaran luhur agama masing-masing. Semua ajaran agama memiliki nilai kebaikan dan atau kemaslahatan yang kembalinya adalah kepada umat pemeluk agama itu sendiri, atau dengan kata lain tidak kembali kepada Tuhan Sang Pemilik Ajaran Agama dalam Kitab Suci-Nya. Perintah yang harus dilakukan dan larangan yang harus ditinggalkan oleh umat pada dasarnya memiliki nilai kebaikan dan atau kemaslahatan yang diperuntukkan bagi umat beragama itu sendiri.

Salah satu ajaran universal Islam dalam rangka pengejawantahan perintah dan larangan sekaligus adalah terrangkum dalam Hadis Rasul Muhammad Saw “Ar-Raahimuuna Yarhamuhum ar-Rahman, Irhamuu Man fi al-Ardhi Yarhamukum Man fi as-Samaa`i”. Secara umum pesan agung ini memiliki arti serta makna berikut: “Bahwasanya orang-orang yang memiliki sifat pengasih terhadap sesama, akan dikasihi Allah Sang Maha Pengasih, sehingga kasihilah siapapun di muka bumi ini, maka niscaya yang ada di langit akan mengasihimu”

Ajaran pemuliaan terhadap semua makhluk yang ada di muka bumi dalam hadis di atas, tidak hanya berisi perintah yang harus dilakukan sebagaimana dalil tersurat, yang tergambarkan dalam penggunaan Fi’l Amr – baca: Irhamu – akan tetapi secara tersirat hadis di atas juga mengandung larangan yang harus dihindari serta dijauhi. Ketika muncul perintah pemuliaan terhadap semua makhluk, maka sejatinya dibalik itu juga terkandung secara tersirat ajaran larangan untuk menjauhi hal-hal yang menjadi kebalikan dari pemuliaan – baca: merendahkan, mencaci, memaki, menyakiti dan lainnya.

Di sinilah kejeniusan Nabi Muhammad Saw sangat terlihat dalam mentablighkan, menyampaikan dan menggunakan pilihan kata-kata. Yang digunakan adalah rangkaian kata-kata positif yang bernuansakan kasih mengasihi, sayang menyayangi, cinta mencintai, hormat menghormati dan lain sebagainya. Dengan kata lain Nabi berusaha menghindari diri untuk kemudian menghindarkan indera dengar umatnya dari kata-kata negatif seperti benci membenci, caci mencaci, musuh memusihi, sakit menyakiti dan yang senada dengan itu, hal ini menunjukkan betapi sosok Nabi Muhammad Saw memiliki sifat sangat menyayangi dan mengasihi umatnya.

Penanaman kata-kata yang bernada positif serta menghindari nada-nada negatif dalam menghadapi dan berhadapan dengan umat adalah sangat perlu dilakukan, dikembangkan dan dibiasakan oleh diri umat sendiri dan pemeluk masing-masing agama, terutama lagiadalah oleh para penceramah dan pemberi khotbah. Ceramah, pengajian dan terutama khotbah yang nota benenya sebagai bentuk penyampaian ajaran suatu agama serta corong suara kitab suci, hendaknya juga disampaikan dengan penggunaan pilihan kata-kata produktif yang bisa membiasakan, merasukkan dan memasukkan nilai kebaikan dan menjauhkan, menghindarkan dan meninggalkan penggunaan kata-kata bersifat provokatif kontra produktif yang justeru menjauhkan umat dari penanaman ajaran kasih mengasihi, sayang menyayangi, cinta mencintai, hormat menghormati kepada sesama umat dan sesama manusia.

Dengan demikian ketika satu umat beragama bertemu dengan saudara seiman dan seagama dan ataupun bertemu dengan saudara yang berbeda agama, akan selalu mengedepankan dan menampakkan wajah saling tebar kedamaian, saling tebar kasih sayang dan saling tebar cinta kasih…Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

Facebook Comments