Hipertensi Demokrasi dan Corak Kelabu Radikalisme

Hipertensi Demokrasi dan Corak Kelabu Radikalisme

- in Narasi
996
0

Di tengah moment hiruk-pikuk perihal penolakan RUU Cipta Kerja yang begitu banyak “aktor” perusuh yang selalu memprovokasi untuk berbuat anarkisme para demonstran. Mereka seolah dihilangkan watak kebebasan demokrasi-nya. Karena secara kualitas di dalam melakukan aksi yang seharusnya menyampaikan aspirasi dalam tujuan untuk membela hak dan kepentingan masyarakat. Kini justru tindakan-tindakan anarkis dengan cara merusak lingkungan dan membakar sesuatu yang mereka inginkan dalam bentuk “protes” itu dianggap sebagai kebenaran demokrasi.

Hal ini mengakibatkan hipertensi demokrasi kita semakin mengurat-nadi dan kerusuhan dan anarkisme seolah menjadi watak di dalam berdemokrasi. Ruang anarkisme yang semena-mena menjadi kebebalan masyarakat untuk mencoba menaikkan level diri sebagai “Sang Penegak Keadilan”. Emosionalitas dan arogansi yang mengendap watak dan ciri-ciri radikal. Karena hal ini bukan terarah kepada proses pembentukan aspirasi untuk menyampaikan “Suara” keadilan, kesepakatan dan kemaslahatan masyarakat. Tetapi melahirkan segerombolan masyarakat yang berwatak keras dan tanpa arah tujuan merusak lingkungan yang ada dan selalu berbuat anarkis.

Besar kemungkinan sangat ber-kesesuaian dengan karakteristik radikalisme yang memang memiliki impian untuk menghancurkan bangsa ini dengan cara apa-pun. Utamanya akar rumput di Indonesia mulai merasuki ke dalam aktivitas demokrasi kita. Para demonstran dengan poster yang berkibar meneriakkan “lengserkan Jokowi-Makruf” “IndonesiaKiamat”. Selalu membangun hipertensi demokrasi yang membangun narasi-narasi yang arahnya untuk memprovokasi masyarakat berbuat radikal dan anarkis. Melakukan tindakan kerusakan dan bahkan amoral.

Karena watak kehancuran, kerusakan, perselisihan dan adu-domba ini tidak lagi bukan persoalan alur politik kebangsaan kita. Karena hal ini bukan perwujudan dari wajah demokrasi kita yang berkiblat pada nilai-nilai Pancasila yang memegang kesantunan dan kedisiplinan. Tetapi kali ini demokrasi kita benar-benar mengalami hipertensi yang arahnya kepada kehancuran stabilitas bangsa. Hal ini bukan lagi pada aktivitas demokrasi yang terus bergulir sepanjang tahun. Tetapi karakter kekerasan dan anarkisme itu lahir dari segelintir orang yang tidak bertanggung jawab untuk menghancurkan bangsa ini.

Sehingga pada akhirnya berdampak kepada disintegritas kebangsaan yang begitu kebablasan. Pada akhirnya pula, kita tidak menyadari bahwa aktivitas demokrasi kita tereduksi oleh radikalisme yang menjembatani aktivitas kepekaan sosial seperti halnya demo dan melakukan protes dengan mensinyalir kekerasan dan tindakan yang anarkis di dalamnya.

Karena langkah demokrasi dibuat bukan dijadikan wadah untuk berbuat seenaknya dan melakukan apa-pun yang ingin dilakukan. Dengan mengatasnamakan “kebebasan” bersuara dan menyuarakan pendapat. Berbuat anarkis dan melakukan tindakan yang amoral. Tetapi membangun uluran suara, keterbukaan dan tujuan-tujuan bersama untuk mencapai kesepakatan, kemaslahatan dan keadilan. Hal ini masyarakat memiliki kebebasan dalam artinya boleh dan mewajibkan melakukan protes dengan aksi-aksi untuk mencapai tiga point tersebut.

Dengan upaya-upaya yang bisa melangsungkan proses subtansial berjalannya aksi dan protes tersebut untuk mendeklarasikan aspirasi pengaduan dan penolakan dengan cara-cara yang baik. Karena tujuan demo bukan lagi tentang anarkisme dan berbuat semena-mena (merusak). Tetapi membangun aksi yang orientasinya memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat dalam hal untuk mencapai kesepakatan., kemaslahatan dan keadilan tersebut.

Karena kekerasan, anarkisme dan berbuat kerusakan bukan lagi tentang wajah demokrasi kita. Tetapi ini merupakan watak lain yang berusaha untuk membenturkan antara pemerintah dengan masyarakat agar terjadi konflik dan perselisihan. Narasi-narasi yang dibangun bukan lagi tentang “perbaikan” “konsolidasi” dan “Kemaslahatan”. Tetapi narasi-narasi yang dibangun adalah kehancuran, kerusakan dan perselisihan.

Saya kira ini sangat jelas, hanya mereka yang berusaha untuk menghancurkan bangsa ini yang selalu membangun resonansi sosial bangsa ini terarah kepada kehancuran, adu domba, kerusakan dan perselisihan. Upaya-upaya hipertensi demokrasi ini sedang dimotori oleh kelompok-kelompok yang ingin mengganti ideologi, sistem kenegaraan dan tatanan bangsa ini. Yaitu paham-paham radikalisme yang bergulir dan mereduksi watak demokrasi hingga mengalami hipertensi arus sosial. Karena demokrasi kita akhir-akhir ini di luar orientasi, substansi dan tujuan. Karena berwajah kekerasan, berbuat kerusakan dan tindakan-tindakan anarkis.

Facebook Comments