Tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia. Tahun ini, usia TNI menginjak angka 78 tahun. Tahun ini, HUT TNI mengusung tema “TNI Patriot NKRI; Pengawal Demokrasi Untuk Indonesia Maju“. Tema ini sejalan dengan kondisi tahun politik jelang pesta demokrasi 2024.
TNI punya posisi strategis dalam persalan politik dan kenegaraan sehingga rawan diseret ke ranah politik praktis. Namun, sejak awal TNI tegas akan bersikap netral pada politik praktis.
Panglima TNI, Yudho Margono telah mengeluarkan enam poin sikap netralitas TNI selama tahun politik hingga berlangsungnya pesta demokrasi 2024. Sikap netral pada politik praktis ini penting. Tersebab, tugas pokok dan fungsi TNI bukanlah sebagai alat politik.
Namun, lebih sebagai kekuatan yang menjaga keamanan dan pertahanan negara serta menjaga ideologi bangsa agar tetap kokoh. Peran TNI sebagai penjaga keamanan dan pertahanan negara selama ini telah teruji. TNI selalu berada di barisan terdepan menjaga keutuhan wilayah teritorial Indonesia dari ancaman asing.
Di dalam negeri, TNI juga menjadi ujung tombak penanganan masalah gerakan separatis yang beragenda memisahkan diri dari NKRI. Dalam konteks menjaga keamanan dan pertahanan negara, peran TNI sangat krusial dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Selain peran itu, TNI juga memiliki fungsi sebagai penjaga ketahanan ideologi nasional. Dalam hal ini, peran TNI lebih bersifat persuasif yakni menguatkan nasionalisme dan patriotisme serta melawan infiltrasi ideologi ekstrem kanan yang belakangan merongrong NKRI.
Sinergi TNI dan Masyarakat Sipil Memperkokoh Ketahanan Ideologi Nasional
Dalam hal ini, TNI tentu tidak bisa bekerja sendiri. TNI harus menjalin sinergi dan kerjasama lintas pihak. Mulai dari lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, dan masyarakat sipil pada umumnya.
Di titik ini, kita patut mengapresiasi langkah TNI yang secara aktif menjalin kemitraan dengan berbagai unsur stakeholder untuk menjaga ketahanan ideologi nasional. Misalnya, TNI bermitra dengan lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan bela negara.
TNI juga aktif berkunjung ke lembaga keagamaan seperti pesantren dan sejenisnya untuk menjalin silaturahmi dan kerjasama dalam hal penguatan ideologi di kalangan anak muda.
Langkah-langkah yang demikian ini patut diapresiasi dan dilanjutkan. Ke depannya, TNI perlu berusaha keras mengubah image atau citra kaku yang selama ini melekat dan menjadi semacam penghalang untuk mendekati kelompok tertentu terutama kaum muda, remaja, dan anak-anak.
Padahal, tiga kelompok tersebut lah yang idealnya menjadi target utama penanaman nasionalisme dan ideologi Pancasila. Tersebab, ketiga kelompok itu selama ini memiliki tingkat kerawanan tertinggi pada paparan ideologi radikal ekstrem.
Reformasi citra TNI agar diterima di kalangan anak muda, remaja, dan anak-anak ini penting agar pesan nasionalisme dan patriotisme bisa diterima kalangan milenial dan gen Z.
Selain itu, TNI kiranya juga harus beradaptasi dengan perkembanhan tekonologi digital berbasis online yang saat ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan milenial dan gen Z.
Penguatan Ideologi Pancasila di Era Digital
Ini artinya, penanaman ideologi Pancasila tidak selalu harus dilakukan secara formal melalui seminar, pelatihan, dan sejenisnya yang acapkali membosankan bagi gen Z dan milenial.
Sebaliknya, penanaman ideologi Pancasila bisa dilakukan melalui konten-konten di media sosial. Tantangannya adalah bagaimana menghadirkan konten yang berkualitas tapi tetap menarik bagi kalangan milenial dan gen Z.
Kampanye nasionalisme dan ideologi Pancasila di ranah daring ini penting. Tersebab, ranah daring saat ini telah menjadi arena pertempuran ideologi antara Pancasila dan ideologi keagamaan transnasional yang berkarakter radikal intoleran.
Seperti kita tahu, kaum radikal hari ini menjadikan internet dan media sosial sebagai sarana propaganda, indoktrinasi, hingga rekrutmen yang menyasar kaum muda milenial dan gen Z.
Radikalisasi online inilah yang menjadi ancaman serius bagi keamanan negara sekaligus ketahuan ideologis nasional. Melalui radikalisasi online individu bisa terjerumus menjadi pelaku teror dan kekerasan tanpa bergabung dengan kelompok tertentu. Konten-konten radikalisme di media sosial memungkinkan seseorang meradikalisasi dirinya sendiri.
Disinilah pentingnya vaksin anti radikalisme yakni penguatan ideologi nasional. Kaum milenial dan gen Z perlu dibentengi dengan spirit cinta dan bela negara agar memiliki daya tangkal pada ideologi asing.
TNI sebagai pilar pertahanan keagamaan dan pertahanan mau tidak mau harus terjun langsung dalam perang ideologi ini. Tanpa menyepelekan ancaman berupa agresi militer asing, namun tantangan yang ada di depan mata kita saat ini adalah ancaman infiltrasi ideologi asing.
Ancaman infiltrasi ideologis ini acapkali tidak kasat mata, tidak menonjolkan kekuatan militeristik, bahkan acapkali berkamuflase ke dalam berbagai bentuk lembaga atau institusi sosial.
Namun, dampaknya sangat nyata. Ideologi radikal tidak hanya melumpuhkan spirit nasionalisme, namun juga mengadu-domba sesama anak bangsa dan melatari munculnya wabah kekerasan dan teror atas nama agama.
Arkian, HUT ke-78 TNI ini kiranya bisa menjadi momentum memperkokoh ketahanan ideologi nasional. Sinergi TNI bersama masyarakat sipil dalam menebar virus anti-radikalisme sangat dibutuhkan.