Islam moderat adalah Islam yang sering dikampanyekan oleh para ulama, Kiai, Ustadz, dan para Gus-Gus Nahdlatul Ulama (NU). Meski memang tidak selalu NU namun bisa dipastikan (mayoritas) adalah ulama dari organisasi yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Sebagai organisasi terbesar di Indonesia NU berhasil melahirkan banyak ulama-ulama dan para cendikiawan muslim yang hebat-hebat, terutama dalam berdakwa mewujudkan Islam yang washatiyah. Akhir-akhir ini yang sangat populer dan memilihi ribuan muhibbin adalah Gus Baha’ santri dari Kiai Maimun Zubair.
Tema-tema tentang Islam moderat sering disampaikan oleh Gus Baha’. Menurutnya, penting untuk diutarakan, saya pribadi, sering menjumpai pembahasan tema-tema terorisme, radikalisme, dan istilah-istilah lain tentang kelompok garis keras yang terus dikuliti dengan pembahasan yang panjang lebar dari berbagai sisi. Namun, Gus Baha’ sering kali membuat masyarakat terpana sekaligus terlena dengan penjelasan-penjelasan humoris dan cerita-cerita Islam yang sangat santai dan rileks. Dalam setiap dakwahnya, sebelum memulai, beliau selalu bercerita pentingnya bercanda. Ya, tentu adalah bercanda yang bermanfaat—sebuah candaan yang bahkan diajarkan oleh para gurunya.
Ada beberapa cerita yang disampaikan Gus Baha’ tentang sikap ekstrem dan moderat. Menurutnya, bersikap moderat adalah upaya agar Islam dipahami dengan sangat mudah, lentur dan santai. Perbuatan kemaksiatan dipandang sebagai kesalahan yang sangat normal. Sebagai seorang ulama pewaris para Nabi tugasnya tidak lain adalah mengubah prilaku ummat dari yang ahli maksiat menjadi ahli ibadah, dari yang tidak memeluk Islam menjadi memeluk Islam dan mempercayai agama yang dibawa Nabi Muhammad.
Islam moderat tidak memandang orang yang bermaksiat, melakukan kesalahan, atau sedang berada dalam jalan kesesatan sebagai orang yang tertutup dari maghfirāh atau ampunan Allah. Sebaliknya, ia memandangnya sebagai kekhilafan yang perlu untuk diperbaiki bukan dibunuh, dikafirkan atau diklaim sebagai orang yang ahli neraka. Cerita Gus Baha’, ada salah seorang Badui yang menginjak seorang ulama yang ahli ibadah, sontak seorang ulama tersebut mencatut nama Allah dan mengklaim orang Badui yang menginjak dirinya sebagai ahli neraka. “Demi Allah kamu akan masuk neraka,” bentaknya sang ulama. Kejadian ini membuat Allah murka, karena Allah telah diklaim hanya memiliki sifat menyiksa dan menghilangkan sifat-sifat yang lain.
Baca Juga : Membentuk Karakter Bangsa Melalui Romantisme Sejarah
Cerita tersebut sering saya jumpai terutama dalam konteks kehidupan saat ini, banyak ulama, para ustadz, kiai, penceramah yang mengklaim dirinya sebagai orang yang paling bersih dari dosa-dosa sehingga menuding orang lain yang tidak sejalan dengan dirinya sebagai orang kafir dan ahli neraka. Jelas ajaran ini akan membuat Allah tersinggung. Padahal kita tidak pernah tau Allah memberikan ampunan terhadap siapa: kepada ulama yang sering megkafirkan ahli maksiat atau kepada orang yang dituding kafir karena bermaksiat. Allah yang berkehendak untuk memberikan hidayah atas seseorang tersebut, sedangkan manusia hanya mampu mengajaknya ke dalam kebaikan.
Cerita diatas menggambarkan tentang cerita radikalisme yang lain, Gus Baha’ berkisah salah seorang Islam ekstremis yang mau menge-bom tempat-tempat maksiat, kemudian ditanya oleh seorang Islam yang moderat “Andaikan mereka mati dalam keadaan demikian, lalu mereka akan kemana?” “Ya, ke neraka karena mati dalam keadaan maksiat” jawab sang ekstremis.“Akāna dzalīka mūrodhan an-Nabi? (Apakah ummatnya masuk neraka itu yang diinginkan oleh Nabi Muhammad?)” mendengar jawaban dari seorang Islam yang moderat sang ekstremis kaget dan terperangah, ia merasa ada sesuatu yang keliru selama ber-Islam. “Tidak. Nabi tidak menginginkan ummatnya masuk neraka”, katanya. “Jika demikian, kita tunggu sampai ia mau bertaubat.” Jawaban seorang Islam moderat tentu ingin mengajak ummat nabi yang ahli maksiat kembali bertaubat kepada Allah.
Islam moderat pada umumnya sangat humanis, memanusiakan manusia, dan menghormati manusia. Islam yang dibawa Nabi Muhammad sangat terlihat mudah sekali; tidak kaku. Bahkan Rasulullah ketika diberi pilihan oleh Allah antara ibadah yang ringan dengan ibadah yang sulit, Rasulullah selalu memilih ibadah yang sangat ringan agar bisa dicontoh oleh ummatnya nanti. Seharusnya, disini melahirkan satu persepsi bahwa Islam adalah mudah bahwa Islam adalah rahmāh untuk semua manusia.
Sebenarnya, persepsi tentang Islam sebagai agama teroris karena lahirnya Islam dengan wajah yang lebih radikal dan ekstrem. Bom bunuh diri ditempat-tempat maksiat sering terjadi karena dianggap berjihad di jalan Allah. Mengkafir-kafirkan sesama muslim menjadi tontonan yang diperlihatkan sebagai cara ber-Islam yang paling baik.
Indonesia dan Pusaran Ekstremisme
Di Indonesia seiring berjalannya waktu, telah banyak bermunculan Islam ektremis bahkan terus akan bermunculan setiap tahun menge-bom, membunuh, dan mengkafir-kafirkan ummat yang tidak sejalan dengan Islam yang mereka ajarkan. Kondisi tersebut juga diperparah dengan situasi politik yang menjadikan polarisari di masyarakat menjadi dua kelompok besar yang serba ekstrem. Sejumlah pihak pun bicara tentang perlunya penguatan empat pilar Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Eka, dan NKRI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar Indonesia tidak tercabik-cabik dalam pusaran ekstremisme.
Selama dua dekade terakhir Indonesia telah menjadi berita utama global—pada beberapa kesempatan—karena serangan teroris yang kejam dan kehadiran jaringan teroris (termasuk kamp pelatihan) yang diyakini terhubung dengan salah satu kelompok Islam Sunni Al-Qaeda militan Sunni, Asia Tenggara. Organisasi Islam militan Asia Jemaah Islamiyah, atau kelompok militan teroris Negara Islam (IS). Ini menggambarkan keberadaan komunitas Muslim radikal di Indonesia; yang tidak hanya percaya bahwa Islam harus menjadi satu-satunya pedoman dalam kehidupan (dengan demikian Islam juga menentang dan merusak pemerintah sekuler dan masyarakat pluralis yang dianggap kafir) tetapi juga Islam bersedia menggunakan langkah-langkah ekstrem (termasuk kekerasan) untuk mereformasi dan mencabut kondisi yang sudah mapan di Indonesia.
Di Indonesia, muslim radikal merupakan minoritas kecil. Namun, mereka adalah orang-orang yang paling keras di jalanan bahkan seringkali terlibat dalam demonstrasi. Kadang, sering kali mengambil tindakan kekerasan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa komunitas radikal kecil ini tumbuh dalam skala jumlah dan kekuatan yang lebih besar lagi. Memang, di pinggiran Islamisasi, ada proses Islamisme yang pasti akan tumbuh seiring. Oleh karena itu, penting bagi otoritas Indonesia untuk secara cermat memantau situasi dan terlibat dalam program deradikalisasi yang efektif.
Kampanye tentang Islam moderat, seperti yang sering dilakukan Gus Baha’ seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah untuk dimanfaatkan sebagai aset negara. Karena bagaimanapun gerakan ini sangat mengancam stabilitas nagara dan konstitusi negara secara resmi.
Bagaimana tidak mengancam negara Indonesia sedangkan gerakan radikal adalah gerakan Salafi yang berasal dari Mesir pada akhir abad ke-19 (sebagai respons terhadap imperialisme Eropa Barat). Ideologinya pada dasarnya sangat mirip dengan Wahhabisme, yang menganjurkan kembalinya tradisi salaf; tiga generasi pertama Muslim untuk mencari bentuk Islam yang murni. Mereka akan juga mengkapanyekan Islam radikal dengan penerapan syariah (hukum Islam). Gerakan ini sering dibagi menjadi tiga kategori: (1) puritan yang menghindari politik, (2) aktivis yang terlibat dalam politik, dan (3) jihadis yang menganjurkan perjuangan bersenjata untuk memulihkan gerakan Islam awal. Sementara para jihadis ini benar-benar minoritas sehingga otomatis merekalah yang paling mendapat perhatian di media. Wallahua’lam..