Isra Mi’raj: Momentum untuk Menjaga NKRI dan Tangkal Radikalisme

Isra Mi’raj: Momentum untuk Menjaga NKRI dan Tangkal Radikalisme

- in Narasi
1484
1
Isra Mi’raj: Momentum untuk Menjaga NKRI dan Tangkal Radikalisme

Pergolakan politik saat ini semakin memanas, sindir menyindir, singgung menyinggung seakan menjadi senjata ampuh untuk menjatuhkan lawan politik. Bahkan sampai kepada hal yang sangat tidak pantas sekalipun diucapkan, pernyataan yang menimbulkan keresahan dikalangan elit politik juga menciptakan benih-benih permusuhan dan perpecahan bagi kader-kader muda partai. Inilah yang harus menjadi kesadaran bagi para senior politik dalam memberikan apresiasi atau contoh yang bersifat positif dan edukatif. Selain itu, dalam hal menunjang kapasitas kaum muda dalam jangkar perpolitikan dibutuhkan sosok yang mampu menerjamahkan konsep keagamaan kedalam sisi kebangsaan guna melindungi NKRI dari para pengasut yang berdalih agama.

Momentum Isra Mi’raj sangat tepat digunakan untuk sama-sama menguatkan iman nasionalis dan islam kebangsaan dalam ranah kebhinekaan dan perundang-undangan. Selain menguatkan iman nasionalis, hikmah yang dapat diambil dalam peristiwa Isra Mi’raj itu adalah menjadikan landasan pemikiran umat untuk selalu bersatu menjaga kesatuan dan persatuan tanah kandung ibu pertiwi, sebagaimana yang ditegaskan oleh mantan Mentri Sosial RI (Mensos) Khofifah Indar Parawansa. Menurutnya, bahwa hikmah yang bisa kita jadikan sebuah landasan dalam peristiwa Isra Mi’raj adalah memperkuat persatuan umat untuk menjaga kekokohan NKRI dan persatuan itu harus bersinergi antar umat islam dan juga antar umat manusia.(merdeka.com:2017)

Demikian yang disampaikan oleh mantan Mentri Sosial RI sekaligus calon Gubernur Jawa Timur dan Ketua Muslimat NU itu. Makna Isra sendiri bisa kita maknai sebagai memakmurkan masjid-masjid dengan berbagai kajian yang membangun persatuan dan kesatuan umat islam. Kemudian makna dari Mi’raj adalah sebuah momentum penting dalam sejarah umat islam yang mana Rasulullah dinaikkan oleh Allah ke Sidratul Muntaha untuk mendapatkan perintah ibadah shalat seperti yang sekarang kita laksanakan. Dalam kajian teologis peristiwa itu sebenarnya tidak bisa diterima secara akal, bahkan pada saat itu beberapa sahabat sempat meragukan Isra Mi’raj-Nya Nabi Muhammad SAW dan dijadikan bahan olok-olokan oleh kafir qurays pada saat itu, “itu sebuah pengibulan” yang dilakukan oleh Muhammad kepada kita.

Spirit Isra Mi’raj Tangkal Radikalisme

Merayakan Isra Mi’raj adalah bagian dari ibadah dengan pelaksaan yang mengandung hikmah dan barokah, meskipun ada juga sebagian Da’i (penceramah) yang mengatakan tidak perlu Isra Mi’raj dilaksanakan secara ramai-ramai apalagi menentukan tanggalnya, cukup hanya dengan mendirikan majlis ilmu atau kajian tentang Isra Mi’raj. karena hal ini merupakan sesuatu yang tidak pernah dilaksanakan oleh Rasulullah sendiri akhirnya akan masuk dalam kategori bid’ah atau menambah-nambahkan agama. Itu yang dikatakan oleh salah satu Ustadz yang berjenggot, celana cingkrang, dan berdahi hitam. Padahal merayakan Isra Mi’raj itu merupakan sesuatu yang dianjurkan dan mengingatkan kita pada suatu peristiwa yang sangat penting, yaitu awal mula ibadah shalat lima waktu disahkan oleh Allah sebagai tiangnya agama asshalatu imanuddin.

Momentum yang cukup menarik dalam perayaan Isra Mi’raj tahun ini adalah bertepatan dengan ramai-ramainya isu radikalisme dan politik praktis. Maka diharapkan perayaan Isra Mi’raj bisa dijadikan bahan refleksi serta menguatkan kedarasan kolektif untuk berantas berbagai pergolakan yang terjadi di indoensia, terutama radikalisme yang cukup memberikan dampak buruk bagi NKRI. Dengan adanya perayaan Isra Mi’raj serta di isi oleh tausiyah para ulama akan memberikan kita tambahan ilmu agama dan kekuatan kebangsaan serta saling mengingatkan dalam hal kebajikan, bersatu padu dalam memberantas radikalisme lewat hari besar islam, Isra Mi’raj.

Begitu banyak persoalan yang sedang dilanda oleh negri ini, persoalan agama yang dijadikan kambing hitam oleh para muballigh yang minim ilmu agama, politik murahan ditunjukkan oleh para elit politik untuk menguasai tampuk kepemimpinan, sampai pada argemun tentang pengelompokan antara partai Allah dan partai setan. Jelas hal semacam itu sangatlah merugikan bangsa kita sendiri dan membuang-buang waktu. padahal masih banyak tupoksi yang harus dilaksanakan dengan benar dan itu yang harus dilaksanakan oleh para elit politik maupun elit agama. Sekarang bukan lagi waktunya bermain dalam kebodohan dan kemunafikan, tetapi bagaimana sekiranya bangsa indonesia mampu bermain dalam kecerdasan dan menjunjung tinggi nilai keberagaman serta terus menjaga untuhnya NKRI dari paham-paham radikal.

Facebook Comments