Jalan Moderasi Arab Saudi dan Potensi Konservatisme Islam Indonesia

Jalan Moderasi Arab Saudi dan Potensi Konservatisme Islam Indonesia

- in Keagamaan
484
0
Jalan Moderasi Arab Saudi dan Potensi Konservatisme Islam Indonesia

Kelompok Wahabi tak henti-hentinya menjadi perbincangan publik dan menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat Indonesia. Wahabi merupakan aliran pemikiran Islam yang berpegang teguh kepada purifikasi atau pemulihan Islam dengan slogan kembali pada al-Quran dan Sunnah yang melarang apapun kebaruan, inovasi dan akulturasi tradisi yang kemudian mereka klaim sebagai bid’ah.

Ajaran ini memang bermula dari Arab Saudi yang mengalami persebaran ke berbagai negara termasuk di Indonesia. Sebagai madzhab kerajaan Arab Saudi, wahabisme didorong menyebar ke berbagai negara melalui pengiriman dai dan pendirian lembaga pendidikan.

Namun, Arab Saudi hari ini telah mengalami pergeseran. Arab Saudi yang terkenal sebagai negara pusat ajaran Wahabi sendiri justru menangkap ulama Wahabi. Salah satunya Sheikh Abdullah Basfar, yang merupakan salah satu qari’ ternama dan guru besar pada jurusan Syariah dan Studi Islam di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah. Dan sebelumnya Sheikh Saud al-Funaisan yang juga menjabat sebagai guru besar Fakultas Syariah di Universitas Riyadh.

Diketahui, kedua ulama tersebut menambah deretan ulama yang ditangkap setelah pengangkatan Muhammad bin Salman sebagai Putra Mahkota. Tidak lama setelah putra mahkota mendeklarasikan jalan moderasi Islam, iapun tidak memberikan celah bagi siapapun yang ditengarai dapat mengganggu jalannya dalam mereformasi paham keagamaan di Arab Saudi.

Upaya moderasi Arab Saudi sebenarnya bagian dari reformasi kebudayaan yang sangat luar biasa yang dirancang ke depan lebih terbuka. Menanggalkan konservatisme wahabi yang telah lama menjadi karakter dari Arab Saudi. Tentu ini adalah bagian dari proses yang tidak bisa dielakkan di era terbuka.

Di Indonesia moderasi sudah menjadi karakter bangsa ini. Namun, arus konservatisme melalui penyebaran paham wahabi semakin marak di Indonesia. Dari lembaga Pendidikan dan penceramah online dan offline rasanya semakin gencar masuk ke kampung-kampung, perkotaan dan media sosial.

Ini tentu sebuah ironi. Arab Saudi yang merasakan keterkungkungan dalam konservatisme wahabi sudah mulai dewasa, di Indonesia sepertinya sedang merindukan wahabi. Impor ustadz dan penceramah lulusan Arab Saudi yang sepertinya otoritatif dengan gelarnya menyilaukan masyarakat.

Untungnya, benteng ahlusunnah wal jamaah ormas keagamaan di Indonesia masih kuat. Masyarakat pun mempunyai deteksi keagamaan yang baik ketika melihat gelagat wahabi. Di beberapa tempat bisa diterima khsususnya di perkotaan dan beberapa wilayah perkampungan. Namun, beberapa mengalami penolakan.

Paham Wahabi sulit diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena ajaran Islam di Indonesia selama ini menyatu dengan budaya bangsa, sementara itu Wahabi sangat konservatif, anti madhzab dan anti budaya dan tradisi.

Alasan inilah yang membuat paham Wahabi sulit berkembang, tetapi terus melakukan penetrasi masuk ke Indonesia yang masyarakatnya cenderung beralkuturasi dengan budaya asli. Dan di Indonesia sendiri juga terdapat banyak tradisi dan kebudayaan Indonesia yang berbaur dengan nilai Islam. Pada saatnya akan muncul resistensi di tengah masyarakat.

Seperti peristiwa yang baru-baru ini terjadi, beredar potongan video di media sosial seorang tokoh agama yang diduga merupakan seorang penganut aliran wahabi sedang menyebarkan fitnah dan ajaran sesatnya. Terdapat seorang ustaz bernama Yazir Hasan Al-Idis dengan terang-terangan menfitnah pendiri NU (KH Hasyim Asyari) dengan menyatakan bahwa KH Hasyim Asyari mengingkari adanya perayaan Maulid Nabi.

Sontak saja kejadian tersebut memicu kemarahan warga sekitar. Hingga Masjid Usman bin Affan di Desa Nyalabuh Laok, Pamekasan yang menjadi tempat pengajian ustaz tersebut digeruduk massa. Massa meminta agar masjid itu ditutup dan disegel lantaran menyebarkan ajaran sesat berkedok agama.

Masjid Usman Bin Affan salama ini dinilai telah mengajarkan paham-paham Wahabi yang tidak sesuai dengan ajaran masyarakat Desa Nyalabu Laok dan sekitarnya dengan ajarannya tentang bid’ah, syirik dan kafir yang rujukannya pada buku-buku karangan Ibnu Taimiyyah.

Khotbah yang diutarakan oleh Ustadz Yazir Hasan telah menyakiti warga Nahdliyin dengan menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah termasuk perkara bid’ah yang berasal dari ajaran Yahudi. Jelas saja apa dakwah yang disampaikan mampu membuat resah warga, sehingga desakan atas penutupan masjid tersebut semakin gancar di lakukan.

Namun ternyata legalitas dari pendirian Lembaga Pendidikan dan masjid Usman Bin Affan ini tidak lengkap. Karena lembaga pendidikan dan masjid Usman Bin Affan sebagai sarana ibadah ini tidak memiliki jemaah sebanyak 90 orang. Selain itu, tidak mempunyai izin dari masyarakat sekitar sebanyak 60 orang, dan tidak ada izin dari Kemenag Pamekasan, serta tidak ada rekomendasi dari Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Pada akhirnya warga sepakat menutup dan menyegel Masjid Usman Bin Affan dengan disaksikan langsung oleh Kapolres Pamekasan, AKBP Satria Permana, Dandim 0826 Pamekasan, Inf Ubaydillah, Kepala Desa Nyalabu Laok, dan sejumlah tokoh masyarakat setempat.

Sebenarnya bisa saja paham Wahabi tumbuh di Indonesia, jika para anggotanya tidak menyerang golongan yang berbeda dengan mereka. Namun, melihat karakter wahabi tidak akan berdiam diri. Mereka dengan slogan dogmatisnya akan membongkar, menyerang dan menghakimi praktek dan ajaran yang berbeda dengan pemahaman mereka.

Pada akhirnya, kita akan mengetahui. Sumber konservatisme wahabi di Arab Saudi mulai melakukan modernisasi dan moderasi, sementara arus baru justru sedang digandrungi di Indonesia. Apa yang akan terhadi? Ekses benturan antara wahabi dengan kelompok keagamaan yang sudah eksis akan terjadi karena wahabi mempunyai karakter menyerang dan menghakimi.

Tentu ini akan menjadi alarm bagi kita bersama ke depan. Wahabisasi Indonesia sudah lama, tetapi semakin gencar pasca reformasi. Wahabi dengan para penceramah dan da’inya bukan sedang mengislamkan nusantara, tetapi lambat tapi pasti akan membid’ahkan dan mengkafir-kafirkan muslim Indonesia.

Benturan akan terjadi. Konflik horizontal tak akan terhindarkan. Kasus Madura hanya bagian kecil yang kemungkinan besar berimbas di daerah lain yang sudah mulai gerah dengan ceramah-ceramah pendakwah wahabi.

Facebook Comments