Jangan Mengaku Memiliki Iman Jika Tidak Menimbulkan Aman

Jangan Mengaku Memiliki Iman Jika Tidak Menimbulkan Aman

- in Keagamaan
606
0
Jangan Mengaku Memiliki Iman Jika Tidak Menimbulkan Aman

Keimanan harus sejalan dengan keamanan. Tidak boleh keimanan bertabrakan dengan keamanan. Rasulullah akan memilih untuk mencari keamanan dalam mempertahankan keimanannya dengan cara hijrah karena keimanan tidak bisa dipaksakan dalam situasi yang tidak aman. Atas dasar itulah, sejatinya menegakkan dan menjamin keamanan adalah bagian dari menegakkan syariat Islam.

Apabila melihat tujuan syariat (maqasyidus asy-syariah) semuanya bermuara pada menjaga keimanan dan keamanan. Dimensi menjaga keimanan misalnya tercermin dalam tujuan menjaga agama (hifdz ad-din). Sementara selebihnya adalah menjaga keamanan seperti menjaga jiwa (hifdz an-nafs), akal (hifdz al-aql), nasab (hifdz an-nasl)dan harta (hifdz al-mal)adalah persoalan menjaga keamanan. Tidak akan ada jaminan hidup tenang yang melindungi jiwa, akal, keturunan dan harta tanpa adanya situasi aman.

Artinya, sebagian besar tujuan syariat Islam adalah menjaga keamanan masyarakat yang juga menjadi instrument bagi terjaganya keimananan. Karena itulah, pelaksanaan syariat Islam melalui pemaksaan yang dapat menggangu keamanan juga tidak akan bisa diterima. Inilah mengapa alasan terkadang dalam konteks tertentu menjaga keamanan lebih didahulukan untuk menjaga keamanan.

Dalam hal tertentu mempertimbangkan keamanan suatu wilayah tentu saja lebih diutamakan. Karena itulah, ada kaidah pokok para ulamaal aman qabla al iman,artinya keamanan didahulukan sebelum iman. Kaidah ini bukan dalam arti menomorduakan keimanan kepada Allah, tetapi seluruh ikhtiar menghadirkan keimanan tidak boleh merusak keamanan pribadi dan masyarakat.

Dalam prakteknya, seseorang terkadang boleh menyembunyikan keimanan jika dalam hal tertentu mengancam keamanan dirinya. Bahkan dalam fikih, boleh melakukan hal yang dilarang dalam perspektif keimanan sebagai muslim jika merasa keamanan dirinya terancam, misalnya dalam situasi kelaparan dan perang.

Dalam hal menjaga dan menegakkan keimanan tidak boleh merusak keamanan masyarakat. Keamanan harus dijunjung dan dijaga agar keimanan tetap terjaga. Bukan sebaliknya, mengorbankan keamanan demi keimanan.

Iman adalah urusan keyakinan. Wilayah yang sangat abstrak, batiniyah dan arena hak prerogative Allah. Manusia tidak bisa memaksakan keimanan seseorang karena Allah semata yang akan memberikan petunjuk dan hidayah. (Qs. Al-An`am : 125). Di sinilah manusia tidak bisa menjadi hakim atas iman seseorang.

Namun, iman bukan sekedar pengalaman spiritual dan batiniyah. Iman akan memberikan wujud kongkret dalam tindakan. Ekspresi iman adalah aman. Orang beriman adalah mereka yang aman dari kekafiran dan bisa memberikan aman dan nyaman kepada yang lain

Iman akan memberikan ketenangan dalam diri seseorang sekaligus juga mempunyai dimensi sosial untuk memberikan keamanan dan kenyamanan. Karena itulah rangkaian iman adalah selalu berbarengan dengan perbuatan yang baik (amal shaleh) semisal dalam (QS. Ar-Ra’d Ayat: 29), (QS. An Nahl: 97), (QS. Ibrahim Ayat 23), (QS. Al-Kahfi Ayat 30), QS. Al-Kahfi Ayat 88), (QS. Al-Kahfi Ayat 107) dan masih banyak ayat lain.

Aman dan iman adalah dua hal yang harus diperjuangkan bersama. Ulama Indonesia terdahulu sudah sangat memahami kaidah ini sehingga persoalan keamanan didahulukan untuk menjamin terpenuhinya keamanan masyarakat. Keamanan diutamakan karena mempunyai tujuan untuk jaminan keimanan yang sebebas-bebasnya. Jika tidak ada keamanan tentu akan terasa sulit untuk mengekspresikan keimanan.

Dan terpenting bahwak keimanan akan memunculkan keamanan. Orang beriman yang sejati tidak akan merusak keamanan. Keimanan dan keamanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Jangan mengaku orang beriman jika tidak bisa berbuat aman kepada diri dan masyarakat.

Facebook Comments