Jangan Sekali-kali Mengkhianati Ibu Pertiwi

Jangan Sekali-kali Mengkhianati Ibu Pertiwi

- in Narasi
1920
1
Jangan Sekali-kali Mengkhianati Ibu Pertiwi

Setelah kekalahan ISIS di Irak (2017) dan Suriah (2019), para kombatan yang tersisa kini ditempatkan di kamp-kamp pengungsian khusus di sejumlah tempat. Mereka terlunta-lunta menanti kepastian nasib. Salah satu dari mereka adalah NF, seorang WNI yang kini berada di kamp pengungsian al-Hol, Suriah Utara.

NF adalah seorang gadis yang diajak ayahnya, AF, terbang ke Suriah dan bergabung ke ISIS pada 2015 silam. Saat itu, NF yang masih duduk di bangku sekolah punya cita-cita ingin menjadi dokter. Kini, betapa NF menyesali kepergiannya. Sebab, sejak saat itu, ia harus meninggalkan cita-citanya dan memasuki lingkungan yang jauh dari kebahagiaan. Bahkan, ia melihat kebrutalan tentara ISIS yang gemar membantai orang di depan publik. Kini, NF menyesal dan ingin kembali ke Indonesia.

Kini, di dalam penjara, sang ayah meratapi penyesalannya. Ia menyesal telah mengajak keluarganya ke Suriah, bergabung dengan ISIS, dan meninggalkan kehidupan damai di Indonesia, hingga membuat sang putri harus meninggalkan cita-citanya. “Ini adalah hal tergila dalam hidup saya, saya membawa seluruh keluarga saya ke Suriah. Dan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan,” kata AF menyesal (kompas.com, 08/02/2020).

Saat ini, isu kepulangan WNI eks-ISIS sedang menjadi perdebatan publik. Pemerintah mesti tegas sekaligus bijak, mempertimbangkan segala dampak jika hendak memulangkan ratusan WNI eks ISIS. Kata Menko Polhukam Mahfud MD, pemerintah sedang membentuk tim untuk memutuskan secara resmi nasib WNI eks ISIS. Akan tetapi, Mahfud MD menegaskan kecenderungan pemerintah adalah tidak akan memulangkan WNI eks-ISIS ke Indonesia karena dianggap berbahaya (kompas.com, 09/02/2020).

Baca Juga : WNI Eks-Isis: Dilema Antara Kemanusiaan Dan Keamanan

Jelas, tidak mudah menerima atau memulangkan kembali WNI eks-ISIS ke Indonesia. Dengan bergabung menjadi anggota ISIS, bisa dikatakan mereka telah keluar dari status WNI. Mereka tak sekadar keluar dari wilayah Indonesia secara geografis, namun juga telah “keluar” dari keanggotaan sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Bergabung menjadi anggota ISIS artinya bergabung dengan kelompok atau suatu entitas politik yang menerapkan sistem yang berbeda dengan Indonesia sebagai negara-bangsa. UU No 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan menyebutkan bahwa WNI yang terlibat dalam sebuah kegiatan ketentaraan atau menjadi tentara di negara lain, maka status kewarganegaraannya langsung hilang.

Terlebih, ketika bergabung dengan ISIS, ada prosesi yang menggambarkan mereka telah menyatakan bukan lagi menjadi bagian dari WNI. Misalnya, mereka melakukan aksi pembakaran paspor Republik Indonesia. Bahkan, aksi pembakaran paspor dilakukan secara terbuka dan disebarkan ke publik melalui video atau media sosial. Rasanya tidak berlebihan jika aksi tersebut disebut sebagai bentuk pengkhianatan yang melukai kedaulatan RI. Maka, ketika sekarang para WNI eks-ISIS tersebut menyesal dan memohon untuk diterima kembali di Indonesia, jelas tidak akan semudah itu kita menerimanya.

Pelajaran berharga

Penyesalan para WNI eks-ISIS adalah pelajaran berharga bagi kita semua sebagai sebuah bangsa. Terutama untuk tidak gampang terbujuk tipu daya dan propaganda tertentu yang menjanjikan kehidupan lebih baik, namun dilakukan dengan cara-cara yang melukai kemanusiaan. Jangan sampai kita menafikan kehidupan damai dan tentram di Indonesia hanya karena terpedaya rayuan mendapatkan kehidupan gemilang, hingga janji surga dan bidadari, padahal kenyataanya hanya kehidupan penuh kekerasan dan kekejian. Pada akhirnya, alih-alih mendapatkan semua yang mereka impikan, mereka kini malah terkatung-katung dalam ketidakpastian.

Kita jadi ingat kembali kasus orang-orang yang bergabung menjadi anggota perkumpulan kerajaan fiktif beberapa waktu lalu. Mereka sampai bersedia menyetorkan sejumlah uang dan melakukan prosesi-prosesi kerajaan karena terpedaya janji mendapatkan jabatan, pangkat, hingga pendapatan besar. Ketika junjungan mereka ditangkap polisi, mereka baru tersadar dan menyesali semuanya.

Begitu juga para WNI eks-ISIS. Ketika yang mereka rasakan dan saksikan hanya kekejian dan kekerasan, sementara ISIS sudah semakin hancur, sedangkan janji-janji yang mereka nanti tak kunjung datang, mereka baru menyesali segala keputusan. Ilusi kejayaan, kehidupan lebih baik, hingga janji surga dan bidadari telah menyilaukan banyak orang hingga menafikan akal, hati, dan perasaan. Sampai-sampai mereka rela bergabung menjadi jaringan kelompok radikal-terorisme yang gemar melakukan kekerasan, bahkan pembunuhan.

Mereka seolah lupa betapa kaya dan indahnya Ibu Pertiwi yang selama ini menyediakan keberlimpahan alam serta kedamaian kehidupan. Ibarat seseorang yang berpaling meninggalkan pasangannya karena tergoda pesona orang lain. Ketika terbukti kenyataannya orang tersebut tak seindah yang ia lihat, bahkan yang terasa hanyalah kebalikannya, lalu dengan penuh penyesalan memohon agar bisa kembali ke pasangannya yang semula. Tentu, tak bisa semudah itu. Sekarang, kita semakin tersadar betapa pentingnya selalu menjaga kesetiaan kepada Tanah Air, bangsa, dan negara. Terlepas dari segala macam kekurangan dan persoalannya, Indonesia adalah tempat kita lahir, tumbuh besar, menjalani hidup, hingga menjadi tanah tempat kita dikuburkan kelak di akhir kehidupan. Sebagai warga negara, sudah semestinya kita semakin menguatkan tekad bersama untuk selalu bersatu, menjaga persaudaraan, perdamaian, demi sama-sama menggapai kemajuan. Jangan sekali-kali mengkhianati Ibu Pertiwi.

Facebook Comments