Jihad Mempertahankan Kebhinnekaan

Jihad Mempertahankan Kebhinnekaan

- in Narasi
1780
0

Ini menarik! Ramadan sejatinya tidak mengajarkan kemalasan. Juga tidak menganjurkan mengurangi aktivitas keseharian, kecuali jika sangat diperlukan. Ramadan tidak ubahnya bulan-bulan yang lain. Perbedaannya hanya terletak pada puasa.

Coba tengok histori ke belakang! Rasulullah Saw bersama para shahabat menjalani Perang Badar pada Ramadan. Ini perang pertama sekaligus terberat dan melelahkan. Pasukan muslim tak lebih 313 personil, sementara pasukan musuh lebih 1000 personil. Persenjataan kaum muslim sangat terbatas, jauh dari lengkap. Berbeda 180 derajat dengan persenjataan musuh yang lengkap.

Di bawah terik matahari yang menyengat, mereka mempertaruhkan jiwa dan raga. Tiada keputusasaan. Mereka menyadari, perang ini menentukan “masa depan” Allah Swt disembah atau tidak di atas muka bumi ini. Mereka bersemangat, karena hendak menegakkan ketauhidan sekaligus pembebasan manusia dari aneka perbudakan dan penindasan.

Dengan semangat membara itu, mereka mampu memenangkan pertarungan penting itu dengan gemilang, hingga Allah Swt benar-benar disembah di muka bumi hingga kini dan manusia benar-benar dimuliakan martabatnya sepanjang zaman.

Juga, martabat wanita mulai dihormati. Perbudakan mulai dihapuskan. Perbedaan warna kulit mulai dikikis. Melalui nilai-nilai Islam, yang dipertaruhkan pada Perang Badar ini, Rasulullah Saw dan para shahabatnya membawa pesan penghargaan pada keragaman.

Di antara ajaran yang dibawanya melalui Islam, adalah firman Allah Swt: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. al-Hujurat [49]: 13).

Inilah ajaran penting Islam, yang mengagungkan kebhinnekaan di atas muka bumi. Tidak semestinya orang melihat kemuliaan orang lain dari sisi non-takwanya pada Allah Swt, apalagi hanya menilik pada warna kulit, status sosial atau martabat ekonominya. Dan ajaran Islam yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ini, benar-benar dimulai dan diperjuangkan pada Ramadan itu.

Hal sama terjadi di Indonesia. Tengok saja histori ke belakang! Proklamasi bangsa ini terjadi pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadan 1364 H. Dengan perjuangan yang super berat, di bulan penuh tantangan, bangsa ini berhasil menunjukkan eksistensi dirinya sebagai bangsa yang emoh dijajah, dikangkangi, atau dikekang oleh siapapun.

Proklamasi kemerdekaan adalah bentuk nyata penghargaan pada kemanusiaan yang luhur. Dan, proklamasi ini dikibarkan setelah perjuangan berat melawan penjajah yang dilakukan oleh berbagai elemen bangsa ini, baik mereka yang berbeda agama, suku, bahasa, ras, unsur sosial, ekonomi dan sebagainya.

Atas semangat kebersamaan dan dengan satu tekad yang sama, mereka mampu merebut kemerdekaan. Ramadan yang berat dengan kewajiban puasa, dilalui dengan kebahagiaan oleh umat muslim yang turut berperan serta dalam proklamasi itu.

Dengan kemerderkaan itu, kebhinnekaan bangsa Indonesia menjadi benar-benar terjaga dan terlindungi. Agama-agama, suku-suku, bahasa-bahasa, budaya-budaya, dan sebagainya, menjadi lestari. Tidak ada yang hilang karena penjajahan bisa dihalau-balau pada bulan Ramadan itu.

Karenanya, pada Ramadan 1438 H ini, semestinya bangsa ini benar-benar merenungi dua peristiwa penting, Perang Badar dan Proklamasi Indonesia, yang menjadi tonggak ditegakkannya nilai-nilai luhur kemanusiaan dan dimuliakannya kebhinnekaan. Dua peristiwa penting itu jugalah yang menjadi tonggak dihilangkannya penindasan manusia atas manusia lainnya. Dan nyawa menjadi tumbal menegakkan tonggak-tonggak ini.

Untuk meneruskan ajaran para lelulur Islam dan leluhur bangsa Indonesia, sudah semestinya seluruh elemen bangsa ini meneruskan jihad mempertahankan kemerdekaan dan menghapuskan penindasan, termasuk dengan nyawa jika diperlukan.

Hilangkan sekat-sekat perbedaan, karena kita semua adalah keluarga besar bangsa Indonesia. Jika ada pihak-pihak tertentu yang mengganggu keutuhan kebhinnekaan, semua elemen bangsa harus bergerak menghadangnya, sesuai dengan porsinya.

Marilah kita saling bergandengan tangan, walaupun kita berbeda. Janganlah kita terkotak-kotak oleh perbedaan lahiriah yang bahkan sengaja Allah Swt ciptakan. Di negeri penuh keragaman ini, keadilan dan kesejahteraan semestinya menjadi tujuan bersama dan utama.

“Damai itu bukan karena tidak ada perang, melainkan karena ada keadilan,” demikian kata Harrison Ford. Dan selama orang bisa melakukan kebaikan, maka kita tak perlu lagi bertanya apa latar belakang agama, suku atau warna kulitnya. Kebaikan itu untuk semua.

Merenungi dan upaya jihad mempertahankan kebhinnekaan bangsa ini, harus benar-benar ditata kembali pada Ramadan kali ini. Jihad dengan berbagai caranya, termasuk dengan mengangkat senjata, harus ditempuh supaya bangsa ini tetap utuh dan tetap Bhinneka Tunggal Ika.

Facebook Comments